Chapter 35: Dolce far niente.
"The sweetness of doing nothing."
_________
Lantunan surah yasin terdengar samar, mengisi kesunyian pemakaman umum yang hanya dikunjungi oleh beberapa peziarah. Memberikan ketenangan dan juga pengingat akan kematian. Setiap makhluk yang berkelana di bumi, pada akhirnya akan berpulang. Pulang ke rumah yang sesungguhnya untuk menemui Sang Khalik. Meninggalkan seluruh benang yang ada di bumi meski benang itu tak terputus oleh amalan dan dosa.
Aroma bunga kamboja yang bermekaran, saling beradu dengan bunga-bunga yang di bawah oleh peziarah. Menutupi aroma tanah kering yang tersiram air. Memberikan kesan redup meski suhu udara mencapai tiga puluh empat derajat celcius. Dengan suara kicauan burung-burung kecil yang hinggap di ranting pohon kamboja, membuat pemakaman ini tak nampak seseram film horor.
"Bu, terima kasih sudah berjuang selama sembilan bulan dan terima kasih sudah melahirkan Halwa dengan sehat. Bu, putri ibu sudah tumbuh menjadi perempuan cantik dan hebat. Dia seorang penulis dan tulisannya sangat indah, seindah parasnya," ucap Hilmi sembari menatap batu nisan itu dengan tenang meski hatinya ingin menangis.
"Putri ibu ini, anak baik dan saya berjanji pada diri saya, untuk selalu menjaga putri ibu dengan baik. Memberikan rumah yang hangat dan nyaman, rumah yang putri ibu impikan selama ini." Hilmi tak pernah menyangka jika ia akan berbicara di depan pusara seperti ini. Menceritakan kejadian di dunia kepada orang yang sudah berpulang.
"Meski ibu tidak mendengar suara saya dan Halwa, saya ingin menyampaikan bahwa, saya suami putri ibu. Semoga, ibu khusul khotimah dan do'a kita tidak akan pernah putus untuk ibu." Meski sedikit bingung untuk mengolah kata, Hilmi lancar mengucapkan semuanya. Walau, hanya Halwa yang dapat mendengarnya karena yang telah tiada tak dapat mendengar yang ada di dunia.
Hilmi menoleh ke arah istrinya yang diam menatap makam ibunya. Sudah sangat lama Halwa ditinggal berpulang oleh ibunya. Sejak berusia lima tahun dan sekarang berusia dua puluh enam tahun. Tak ada kata yang Halwa ucapkan selain surah Yasin dan Al-Fatihah. Mungkin, istrinya itu memandam rasa sedih dan tangis. Karena menangis di atas makan akan mengirimkan satu api neraka bagi yang berpulang.
"Mas kita pulang, yuk. Aku udah pamitan sama ibu dalam hati," ajak Halwa pada Hilmi dan Hilmi menuruti ajakan istrinya tersebut.
Mereka berjalan meninggalkan pusara almarhum ibu Halwa sembari menenteng kursi. Kursi yang dipinjamkan oleh penjaga makam pada para peziarah. Berjalan melewati beberapa makam yang tak berjajar rapi. Ini bukan pemakaman berbayar yang rapi, melainkan makam umum yang tak berbayar. Makam umum milik kampung dan dikelola oleh masyarakat setempat secara gotong-royong.
Keluar dari makam, mereka membasuh kaki dan juga tangan dengan air kran yang terletak di depan pintu gerbang makam. Saat mencuci kaki dan tangan, Halwa beberapa kali di sapa oleh tetangga yang lewat di jalan depan makam. Meski Halwa anak rumahan yang selalu di kurung oleh ayahnya, Halwa seorang beauty influencer dan namanya sudah banyak di sebut di kampung karena konten yang ia bagikan di platform pribadinya.
"Mbak," sapa adik Halwa ketika mereka berpapasan saat Halwa dan Hilmi berjalan menuju mobil Freddie yang dipinjamkan kepada mereka.
"Kamu udah makan," tanya Halwa tanpa membalas sapaan adik laki-lakinya tersebut.
"Udah tadi sarapan," jawab adiknya dengan canggung.
Hilmi merangkul pundak adik Halwa dan membuat remaja delapan belas tahun itu terkejut. "Kita makan siang bareng dan rekomendasin tempat makan yang enak di Surabaya," ajak Hilmi sembari mengajak adik Halwa tersebut berjalan bersama menuju mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreeblissa
RomanceDalam masa patah hati setelah putus dengan kekasihnya yang selingkuh, Hilmi mencurahkan semua kisah masa lalunya itu dalam tiap bait lirik lagu yang ia buat. Hingga pada suatu kesempatan, ia membaca sebuah fanfiction yang mampu membuatnya jatuh cint...