Epilog.

10 1 0
                                    

Epilog.

"Dream high. Instead of stratified of what I've done, I said this to myself, no this isn't enough." - Lee Jeno


__________

Ada sebuah kutipan yang selalu Halwa pegang erat dalam hidupnya, "A dream is just a dream until you decide to make it real." Kutipan dari Harry Styles yang selalu ia pegang dengan erat. Dalam setiap langkah, ketika hatinya goyah, ia membaca kutipan itu berkali-kali. Meyakinkan hati dan dirinya sendiri akan segala usahanya selama ini pasti akan terwujud. Mimpinya terlalu berharga untuk di buang begitu saja.

Mimpinya untuk menjadi seorang psikolog boleh pupus tapi mimpinya untuk menjadi wanita karir yang sukses, tak boleh pupus. Terlebih, mimpinya untuk membangun keluarga yang penuh kasih dan kehangatan di dalamnya, tak boleh sirna. Ia sudah banyak melalui rasa sakit berbagai fase dan hidupnya hampir sekarat. Sekarang, ia telah tumbuh menjadi perempuan yang anggun dengan masa depan cerah.

Semua itu, tak luput dari usahanya untuk mencapai semua mimpinya, bertahan dengan luka dan tumbuh berdampingan dengan trauma. Hatinya tak menyusut, begitu lapang dan menerima semuanya dengan lapang. Membuang hal buruk di masa lalu dan fokus untuk kehidupan saat ini demi masa depan indah.

Ia bahagia karena telah menemukan kehidupan yang sebenernya hidup. Kehidupan yang membuatnya merasa di hargai dan di cintai dengan layak. Ia bersyukur akan kehidupan indah yang ia rasakan saat ini dan ia akan merawat apa yang telah Tuhan beri dengan sangat baik. Menjaga dan memprioritaskan kebahagiaannya dan cintanya.

Halwa tersenyum menatap punggung Hilmi, pria yang Tuhan kirim untuk hidupnya. Sosok yang membantunya untuk keluar dari lubang penderitaan selama ini. Do'a yang ia agunggkan selama ini telah menjadi nyata dan ia sangat bersyukur atas semua anugerah yang telah Tuhan berikan kepadanya. Ia juga berterima kasih atas kehadiran ko Freddie dan ci Ellisa yang telah membantunya untuk menemukan jalan keluar. Serta Laura yang memahaminya dan menjaganya selama ini.

"Susu dan makan malam untuk ibu hamil sudah siap, mari di makan cintaku." Hilmi membawa satu nampan berisi susu uht dan lengkap dengan makanan empat sehat lima sempurna. Meletakkan nampan itu di atas meja kemudian duduk di sebelah Halwa sembari mencium kening Halwa.

"Terima kasih ayah sudah menyiapkan makan malam untuk kita," ucap Halwa sembari mencium balik pipi Hilmi.

Hilmi tersenyum dan mengelus perut Halwa yang mulai membesar karena sudah memasuki usia kandungan lima bulan. Waktu benar-benar tak terasa dan berlalu begitu cepat. Cinta yang begitu indah itu kini telah tumbuh menjadi bayi yang terus berkembang tiap harinya. "Adek baik-baik ya di dalam perut bunda dan jangan bikin bunda kecapean. Kasihan bunda kalo kecapean," bisik Hilmi pada perut Halwa dan ia sangat yakin jika anak dalam kandungan istrinya sudah bisa mendengar.

"Sekarang kita makan dulu. Ayah udah masak ikan salmon dan asparagus sama susu. Biar kamu tumbuh sehat dan pintar. Ini tuh baik buat kamu dan bunda."

"Ayah akan selalu mengusahakan yang terbaik untuk bunda dan adek. Jadi, adek harus baik sama bunda dan gak boleh rewel, ya."

Halwa sangat sensitif akhir-akhir ini dan air matanya menetes haru. Ia tak hanya menikah dengan seseorang yang layak untuk menjadi seorang suami. Melainkan sangat layak untuk menjadi seorang ayah juga. Suaminya itu benar-benar mempersiapkan semuanya dengan sangat baik. Selalu ada dan sigap untuk dirinya dan juga anaknya. Memberikan yang terbaik untuk keluarga kecil mereka.

Jemari Hilmi menghapus air mata Halwa lalu memberikan sebuah kecupan kecil berulang kali pada wajah ayu istrinya tersebut. "Bunda kamu akhir-akhir ini emosional banget, dek," ledek Hilmi pada Halwa dan Halwa hanya membalasnya dengan pukulan pelan pada lengan Hilmi.

DreeblissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang