Chapter 33: Alamort.
"Half dead of exhaustion."
_______
Seminggu ini Javin kehilangan semangat dan hanya produktif saat berada di rumah sakit karena bentuk dari profesionalitas. Menjadi seorang dokter di tuntut untuk terus teliti dan fokus pada pekerjaannya. Jika tidak, akan membahayakan nyawa pasien dan menimbulkan kesalahan fatal. Energinya hanya untuk pasien dan saat jam pulang datang, energinya telah habis. Padahal, biasanya ia melakukan kegiatan produktif lainnya setelah bekerja, seminggu ini ia memilih pulang dan tidur.
Ia tak ada energi lagi karena ia lelah akan perasaannya sendiri yang tak kunjung usai.
Namun sore ini, selepas pulang dari rumah sakit, ia memilih untuk menemui Hilmi dan Halwa. Ada hal penting yang akan ia tanyakan pada kawannya itu, perihal pernikahan siri. Jujur, ia sangat terpukul akan hal itu karena cintanya benar-benar pupus. Ia juga ingin marah karena pernikahan siri itu. Ia takut, takut Halwa dipandang buruk oleh orang lain karena pernikahan siri itu. Tapi, ia tak bisa memaki Hilmi akan keputusan itu karena itu bukan keinginan Hilmi mau pun Halwa, melainkan keluarga Halwa.
Mungkin, itu cara yang tepat untuk melindungi Halwa dari ayah-nya. Ia sudah mendengar cerita itu dan hatinya benar-benar hancur. Ia merasa bersalah karena tak melakukan apa pun untuk melindungi Halwa. Padahal, ia bisa mencari tau itu semua dulu tapi kenapa memilih untuk diam. Ia memukul dadanya karena rasanya begitu sesak saat mengingat cerita Hilmi akan kondisi Halwa. Bahkan, ia tak bisa datang ke Surabaya untuk menjenguk Halwa karena jadwal yang begitu padat.
"Sorry, baru datang," sapa Hilmi yang baru saja duduk di kursi yang berhadapan dengan Javin.
Javin hanya mengangguk lalu mencari keberadaan Halwa. "Halwa, gak ikut?" Ia murung karena perempuan yang ia cintai itu tak datang.
"Kayaknya udah di jalan sih dan bentar lagi nyampe. Soalnya tadi ada syuting produk," tenang Hilmi sembari tersenyum.
Javin mengangguk lega karena ia masih bisa bertemu dengan Halwa namun dengan status yang berbeda. Rasanya begitu sesak saat harus menerima fakta bahwa Halwa telah menikah dengan Hilmi. Seharusnya, ia yang berada di posisi Hilmi namun ia terlalu pengecut untuk Halwa. Dan ia juga tak seperti Hilmi yang selalu memprioritaskan Halwa dalam hidupnya. Ia berbeda dan ia memang tak layak untuk Halwa.
"Gue tau, gue udah jelasin ke lo soal pernikahan kita. Itu satu-satunya cara biar gue bisa lindungin Halwa dan bawa dia pergi jauh dari ayah-nya." Kali kedua Javin mendengar penjelasan barusan dan rasanya tetap sama, sakit.
Jika ia berada di posisi Hilmi, ia pasti akan melakukan hal yang sama. Tapi tetap saja, ia tak bisa menerima fakta akan sebuah pernikahan siri. Pernikahan yang tak tercatat secara sah di akte negara. Pernikahan yang merugikan pihak perempuan dan Javin tidak setuju dengan pernikahan siri. Bagi Javin, perempuan sangat mulia dan tak bisa diperlakukan seperti itu.
Sekali lagi ia meyakinkan hati dan pikirannya jika ini semua demi kebaikan Halwa dan keselamatan perempuan itu. Ia akan mencoba untuk menerima kenyataan ini dengan perlahan. Bersamaan dengan menerima fakta bahwa, perasaannya pada Halwa harus di sudahi.
"Lo tenang aja, gue gak akan sentuh Halwa selagi kita belum nikah secara resmi. Gue udah komitmen soal itu dan kita gak tidur satu ranjang. Halwa tidur sama Hana dan kita tinggal di rumah bunda biar semuanya aman."
Mendengar penjelasan Hilmi barusan membuat Javin merasa lega karena apa yang ia takutkan tak akan terjadi. Ia tersenyum tulus karena komitmen Hilmi barusan. Ia akan memegang komitmen itu dan akan mengawasi Hilmi dari jauh. "Cepat urus pernikahan resmi kalian. Gue gak mau Halwa dipandang buruk sama orang lain karena menikah siri," tegas Javin dengan rahang tegas yang semakin terlihat seperti pahatan seni tiga dimensi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreeblissa
RomanceDalam masa patah hati setelah putus dengan kekasihnya yang selingkuh, Hilmi mencurahkan semua kisah masa lalunya itu dalam tiap bait lirik lagu yang ia buat. Hingga pada suatu kesempatan, ia membaca sebuah fanfiction yang mampu membuatnya jatuh cint...