Chapter 15: Waniand.

8 1 0
                                    

Chapter 15: Waniand.

"The wane of the moon."

___________

Bulan sabit terlihat samar-samar di langit Jakarta sore ini. Meski kabut polusi cukup menyesakkan, namun satelit bumi itu nampak cukup menonjol. Menunjukkan keindahannya pada warga Jakarta yang peluh akan kemacetan dan polusi setiap harinya. Memamerkan jika bulan adalah tempat yang indah yang tak bisa dikunjungi oleh sembarang manusia, sebuah tempat istimewa yang selalu dipandang manusia tiap kali merana.

Menghabiskan waktu bersama Hilmi untuk belanja dapur serta menata beberapa belanjaan pada rak dapur sudah selesai kemarin malam. Meski rasanya sangat canggung karena sama-sama baru saling mengenal namun karena selera musik mereka sama, membuat mereka bisa menghapus kecanggungan secara perlahan. Halwa juga merasa mempunyai teman baru di kota asing yang baru saja menerimanya untuk melanjutkan hidup.

Tak cukup kemarin, sore ini, Hilmi kembali menawarkan dirinya untuk menemani Halwa belanja kebutuhan lainnya. Seperti pakaian dan lainya. Sebenarnya, Halwa ingin mengajak Javin tapi sekali lagi, Hilmi mengambil langkah lebih dulu dan seperti biasa, ia tak bisa menolak tawaran Hilmi.

"Ini beneran gak mau ditemenin belanja bajunya," tanya Hilmi sembari memeluk laptop dengan headphone yang melingkar di lehernya.

Halwa mengangguk, "Mau sendiri aja, soalnya bakal cukup lama. Mas Hilmi santai aja di kafe sambil nugas nanti biar aku susul kalo udah selesai belanja," terang Halwa pada Hilmi dan pria itu hanya bisa mengangguk pasrah.

Mereka berpisah, Hilmi memasuki kafe sedangkan Halwa melanjutkan perjalanannya untuk menuju eskalator.

Pergi ke Jakarta yang rencananya hanya sebentar kemudian kembali pulang ke Surabaya. Nyatanya, ia lebih memilih untuk menetap di Jakarta dan ia enggan untuk kembali ke Surabaya. Tanah kelahirannya itu tak pernah sekali pun ia benci, ia hanya membenci kenangan buruk yang tercipta di sana. Kenangan buruk yang hampir merenggut nyawanya dan ia trauma akan hal itu.

Kini, ia ingin memulai kehidupan barunya di Jakarta dan pergi menjauh dari sumber rasa sakit dan trauma itu.

"Ada yang bisa di bantu Kak," tanya pegawai toko padanya. Mungkin ia terlihat melamun jadi pegawai toko tersebut menghampirinya dan menawarkan bantuan.

"Saya mau model seperti ini satu set dengan warna yang berbeda. Putih, hitam, merah, merah muda dan biru. Masing-masing warna, empat pasang. Ukurannya sama dengan ini, ya," ucap Halwa pada pegawai toko tersebut sembari menunjukkan pakaian dalam satu set yang ia pilih.

"Baik Kak, di tunggu ya——dan ada yang di bantu lagi." Pegawai toko tersebut menawarkan bantuan lagi padanya.

Halwa mengalihkan pandangannya pada sederet piyama tidur berbahan satin yang berjajar rapi. "Saya pilih piyama dulu. Nanti kalo butuh bantuan, saya panggil Kakak," jawab Halwa sembari tersenyum.

"Baik Kak. Kalo begitu, pesanan Kakak yang barusan, saya siapkan," pamit pegawai toko tersebut sembari membawa pakaian dalam yang Halwa pesan barusan sebagai contoh.

Saat pergi ke Jakarta, ia hanya membawa empat potong pakaian dan tak membawa semua makeup-nya. Jadi, ia akan belanja pakaian secukupnya untuk sementara ini. Ia juga sudah memesan makeup secara daring dan tinggal menunggu makeup tersebut sampai di apartemennya. Untuk skincare, ia tak terlalu maniak jadi kemarin sudah membeli secara daring juga.

Ia sudah mendapatkan semua yang ia butuhkan, kini ia berada di toko pakaian pria. Ia ingin membelikan Hilmi sebuah kaos yang nyaman karena ia melihat, Hilmi sering mengenakan kaos saat pergi bersamanya. Tak hanya itu, ia juga membelikan jaket denim untuk Hilmi. Saat memilih pakaian untuk Hilmi, ia sedikit kesulitan akan ukuran tubuh Hilmi. Jadi, ia melihat foto Hilmi di Instagram dan mengukurnya secara imajinatif.

DreeblissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang