5 : Gramedia

22 3 0
                                    

Minggu pertama : Gramedia

"Kenapa tadi kita nggak pakai sepeda aja, Kak?" tanyaku kepada Kak Aksa yang kini tengah berjalan masuk menuju Gramedia.

Kak Aksa menggeleng. "Bahaya kalau berdua, apalagi kalau aku boncengin kamu, nanti kalau kamu jatuh gimana?"

"Bangun dong?"

"Ya kalau bisa bangun? kalau enggak?"

Aku diam, tidak merespon. Kami berdua pergi ke Gramedia menggunakan Gocar, padahal aku juga sudah menawarkan agar memakai motorku saja. Tetapi Kak Aksa menolak mentah-mentah.

"Mau beli buku apa, Kak?" tanyaku setelah sedari tadi membuntutinya.

"Komik."

"Widih, suka anime, ya?" tanyaku penasaran.

"Lumayan. Kamu suka juga nggak?"

Aku mengangguk dengan semangat. "Suka dong!"

"Apa coba kesukaanmu?"

"Doraemon."

Kemudian aku mendapat sentilan kecil di jidatku.

"Itu mah animasi anak-anak, bukan anime!" katanya sambil menelusuri setiap rak komik.

"Sama aja, sama-sama animasi jepang."

"Terserah." Kak Aksa menambahkan. "Kamu mirip itu tuh, ibunya Giant." ujarnya sambil tertawa ringan.

Langsung saja tanganku bergerak mencubit lengannya. "Enak aja! Aku tuh sizuka, tahu!"

"Sizuka apa suzuki?"

"Kak!"

Kak Aksa tertawa sambil mengaduh kesakitan karena aku tak berhenti mencubit lengannya.

Ternyata ia bisa menyebalkan juga ya.

Aku masih setia menemani Kak Aksa mencari komik yang ia cari-cari. Ke kanan, ke kiri, balik ke kanan lagi, kemudian ke kiri.

"Apasih Kak mondar mandir mulu." gerutuku yang membuat tawanya lagi-lagi menguar.

"Yaudah kamu duduk aja dulu, atau cari buku yang lain."

"Minat bacaku sekarang lagi rendah."

"Pantes."

"Pantes kenapa??"

"Enggak apa-apa, pantes aja."

Cih, menyebalkan sekali.

Seperti saran yang Kak Aksa berikan, pada akhirnya aku memilih untuk di duduk di salah satu bangku yang disediakan sambil memperhatikan Kak Aksa.

Langkah kaki Kak Aksa bergerak menuju rak-rak novel best seller. Tangannya bergerak mengambil satu persatu buku, membaca sinopsisnya, kemudian ia taruh lagi.

Sekitar 5 menit kemudian Kak Aksa berjalan menghampiriku dengan 4 buku komik di tangannya.

"Udah?" tanyaku.

Kak Aksa menggeleng. "Belum. Kamu kamu beli juga nggak?"

"Enggak. Kan aku udah bilang, minat baca-ku lagi rendah."

Lantas tangan Kak Aksa bergerak meraih tanganku— membuatku beranjak dan berjalan disampingnya.

Kak Aksa bercerita, tetapi telingaku terasa tidak berfungsi seperti biasa.

Karena yang hanya aku dengar hanyalah bunyi detak jantungku yang tak beraturan.

Sedari tadi aku berusaha untuk bersikap biasa saja, tapi sayangnya aku tidak bisa.

Aksara dan Yogyakarta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang