20 : Lupa

12 3 0
                                    

Jemi
kamar nomer 3, vip
ruangan bunga raya
rs yang sama kayak punya renjani kemarin

Kirana
apa njir
random banget magrib-magrib wa beginian

Jemi
just in case lo mau jenguk theo

Kirana
hah
emang dia kenapa

Jemi
tau tuh, coba tanya wkwkwk
tapi lagi nggak pegang hp sih
apel, melon, jus jambu

Kirana
apalagi

Jemi
just in case lo mau jenguk dia

Kirana
nggak ada yang mau jenguk dia, males, dah malem

Boleh saja aku beberapa menit yang lalu mengetikkan balasan seperti itu, tetapi kini tanganku malah sudah membawa buah-buahan yang tadi sudah diberi tahu Jemi.

Malam ini hujan mengguyur dengan derasnya, membuatku mau tidak mau menggunakan gocar untuk sampai menuju supermarket dan rumah sakit.

Suasan rumah sakit begitu dingin dan mencekam, padahal pukul setengah tujuh. Aku kemudian mempercepat langkahku untuk berjalan menuju ruangan yang Jemi maksud.

Tidak ada jawaban saat aku mengetuk pintu yang dimaksud Jemi. Tetapi saat aku memberanikan diri untuk membukanya, benar, ada Theo disana, sendirian. Wajahnya tampak pucat, matanya terpejam.

"Kok cepet banget Jem lo beli satenya?" begitu ia membuka mata, Theo malah terkejut saat melihatku. "Kirana?? ngapain lo disini?"

Aku masuk kemudian memasang ekspresi sedih. "Seharusnya gue yang nanya kenapa lo disini, jangan-jangan gara-gara makan mie punyaku tadi siang ya?" aku mendudukan diri di kursi samping tempat tidurnya.

Theo juga ikut begerak untuk duduk di ranjangnya. "Lo dikasih tahu siapa gue disini?"

Aku mengendikkan bahu. "Feeling?"

"Pret." Theo tertawa kemudian melirik kantong kresek yang aku bawa. "Bawa apa tuh?"

Tangan Theo bergerak mengambil kresek tersebut, kemudian melihat ke dalamnya. "Apel, melon, dan jus jambu? kok lo bisa tahu buah kesukaan gue? dari Jemi, ya? soalnya cuma dia— selain papa dan mama yang tahu buah kesukaan gue itu apaan."

"Iya. Eh tapi serius, lo kenapa?"

"Lambung. Tapi udah nggak apa-apa kok, nanti udah balik. Cuma infus sebentar doang ini." katanya sambil memakan apel yang aku bawakan. "Thanks."

Aku menatapnya lamat-lamat. "Sakit banget ya sampe diinfus segala?"

"Nggak banget-banget, lah. Biasa aja. Buktinya nanti langsung dibolehin pulang." ia menyodorkan apel kepadaku. "Mau nggak?"

"Enggak. Lo jadinya nggak belajar buat uas besok doang?"

Theo tertawa. "Besok matkul apasih? Pak Janu, ya? gampang lah, dikarang mah bisa."

"Maaf ya."

"Maaf kenapa?"

"Gara-gara gue lo jadi masuk rumah sakit."

Tatapan Theo melunak, ia menatapku dengan tatapan lembut miliknya. "Hey, gue disini juga salah gue sendiri. Nggak apa-apa, Na, sumpah. Kan yang nawarin diri gue, bukan elo."

"But still...."

"Dibilang nggak apa-apa. Pulang gih, belajar buat uas sana." katanya.

Jawabanku persis dengan jawabannya tadi. "Pak Janu, ya? gampang lah, dikarang mah bisa." kemudian kami tertawa.

Aksara dan Yogyakarta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang