Satu minggu sudah berlalu, aku dan Kak Aksa sudah baik-baik saja, malahan terlampau baik-baik saja. Kami setiap hari hangout berdua. Hanya untuk berkeliling Jogja dan sekitarnya.
Aku baru menyadari bahwa Kak Aksa adalah tipe orang yang memberikan semua jenis love language di dunia kepada orang-orangnya disekitarnya, termasuk aku.
Act of service?
Kak Aksa selalu memastikan aku nahwa aku tidak pegal begitu aku berboncengan dengannya memakai sepeda. Dia juga orang yang selalu memperhatikan hal-hal kecil. Seperti bahwa aku tidak suka kopi, aku tidak suka matcha, aku suka manis, dan semua hal-hal yang tampak remeh— dia ingat semuanya.Giving gifts?
Ah, tentang hal ini. Kak Aksa dalam beberapa minggu terakhir selalu memberikanku coklat batangan yang tidak sengaja aku katakan bahwa aku menyukai coklat merek tersebut ketika kami di salah satu supermarket. Dan dia selalu membawakannya setiap kami bertemu.Apalagi? Words of affirmartion?
Agaknya aku tidak perlau menjelaskan panjang lebar tentang hal ini. Kak Aksa selalu memberikan kalimat afeksi yang begitu baik ketika aku memang sedang murung.Physical touch?
Sebenarnya dia tidak terlalu parah untuk hal ini. Tetapi baru aku sadari kalau Kak Aksa suka sekali mengusap kepalaku, menggandeng tanganku ketika di keramaian, pun juga memberikan pelukan hangat begitu kami berpisah.Seperti sore ini. Ia memelukku singkat kemudian tersenyum. "Makasih, ya, teman."
Aku tertawa. Ya, teman. Pada akhirnya Kak Aksa juga memperlakukanku selayaknya seorang teman. Teman spesial katanya.
Tetapi kini aku yang merasakan hal aneh. Rasa itu muncul lagi. Rasa ingin memiliki. Tapi melihat bagaimana wajah Kak Aksa dengan senyuman indahnya, tidak bisa kupungkiri kalau aku juga merasa tidak pantas.
"Masuk, gih. Udah malem. " Kak Aksa mendorong pelan bahuku. "Seminggu lagi gue ulang tahun loh." katanya.
"Siapa?"
"Gue."
"Yang nanya."
Langsung saja Kak Aksa memcubit hidungku pelan. "Ngeselin banget. Gue pulang dulu, ya." pamitnya.
Aku mengangguk kemudian menguruhnya untuk hati-hati saat pulang. Dan begitu Kak Aksa sudah tak terlihat lagi, aku memilih untuk masuk.
Pikiranku masih tertuju pada perasaan tadi. Perasaan yang muncul kembali. Langsung saja dengan cepat aku membuka laptop di kamarku, kemudian mencari sesuatu.
Sebuah file berjudul 'Aksara dan Yogyakarta'
Sejujurnya sejak pertama kali merasa suka dengan Kak Aksa, aku menulis segala sesuatu yang aku lakukan dengannya disini. Pertemuan pertama di malioboro, voli, pergi ke gramedia, pameran seni, pantai, semuanya ada disini. Yang sayangnya aku juga tidak tahu akan berakhir bagaimana nantinya.
Kembali lagi aku memikirkan ucapan Anjani minggu lalu, perihal bahwa hanya aku yang tahu perasaanku sendiri.
Tapi kalau boleh jujur, memang masih ada sedikit rasa untuk memiliki Kak Aksa. Ya, hanya sedikit. Yang sayangnya sekarang itu lebih mendominasi.
Baru saja aku ingin beranjak untuk bersih-bersih, ada pesan masuk. Dari Kak Hardian.
Kak Hardian
na
di kosan nggak?Kirana
iya
kenapa kakKak Hardian
aksa dah pulang?Kirana
udah
belum lama
emang kenapa?Kak Hardian
gue kesana ya
ada yang perlu gue omonginKirana
ada apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara dan Yogyakarta
Fanfiction[kim namjoon lokal story] Kak Aksa, seperti katamu dulu, mengabadikan seseorang di dalam lagu itu sebuah hal yang biasa, yang luar biasa itu ketika mengabadikan seseorang menjadi sebuah tulisan-menjadi sebuah buku. Karena berarti orang itu istimewa...