8 : Pantai dan kehidupan

31 2 0
                                    

Kak Aksa
Ke pantai mau nggak

Kirana
?????
Baru juga kemarin ke pameran seni???

Kak Aksa
Ya emang kenapa???

Kirana
Sama siapa aja??

Kak Aksa
Berdua

Kirana
Doang?

Kak Aksa
Doang

Kirana
Oke deh, jam berapa?
K

ak Aksa
4 ya

Kirana
Pake Gocar?? wkwkwkwk

Kak Aksa
Iye, diem ah

"Kamu lebih suka main ke pantai apa ke gunung?" tanya Kak Aksa begitu sore ini kami tiba di pantai yang cukup sepi.

"Kak, this is my first time pergi ke pantai." kataku sambil tertawa- menertawakan keadaan.

"Beneran?"

Aku mengangguk dan kemudian mendudukan diri di pesisir pantai. "Beneran. Aku tinggal di panti, if i have to remind you. Jadi, jarang banget keluar buat main."

Kak Aksa juga ikut duduk dan menumpukan tubuhnya pada kedua tangan di belakangnya, matanga memandang hamparan air di hadapan kami.

"Dulu kamu kalau main kemana?"

"Ke puncak mungkin? itu pun cuma 2 kali. Sisanya ya aku habisin di panti. Kuliah ini semuanya kayak baru buat aku. Aku sama anak panti yang lain nggak punya cerita banyak buat dibagiin, kayak... kan kita cuma di situ-situ aja."

"So, everything you did in here is your first time?"

Aku mengangguk dan tertawa ringan. "Iya, tapi nggak semuanya. Tapi sometime juga main kok sama temen-temen SMA. Walaupun nggak jauh-jauh dari cafe atau cuma festival."

"Kalau Kak Aksa, lebih suka gunung atau pantai??"

"Gunung. Tapi sekarang udah nggak bisa lagi naik gunung."

Keningku mengernyit, bingung. "Kenapa nggak bisa?"

"Ya... nggak bisa aja? nggak ada temennya juga."

Pikiranku kembali melayang ke minggu yang lalu, perihal cuci darah. Apakah alasan Kak Aksa tidak bisa mendaki gunung lagi karena penyakit yang di deritanya?

"Kak." panggilku.

Kak Aksa menjawab. Tetapi aku yang kini malah diam, bingung. Menimang apakah aku harus bertanya atau tidak usah.

Tetapi karena rasa penasaranku lebih besar, akhirnya aku memutuskan untuk bertanya kepadanya.

"Kakak inget nggak pas kita pergi ke pameran seni, kakak ngobrol sama ibu-ibu?"

Kulihat kedua alis Kak Aksa bertaut, sepertinya ia sedang mengingat-ingat.

"Oh inget, kenapa?"

"Ngobrol apa sama ibu itu?"

"Dia cuma ngomong kalau lukisan anaknya bagus. Habis itu... yaudah. Dia cuma nyeritain anaknya aja, terus pergi."

Aku mengangguk dan bernapas lega, berarti bukan Kak Aksa.

"Kenapa emangnya?" tanya Kak Aksa yang membuatku menggelengkan kepala.

"Nggak apa-apa, kepo aja."

Kemudian kami diam, menikmati hembusan angin dan pemandangan mata hari yang hampir terbenam. Kak Aksa kini bersenandung dengan pelan, tetapi suara indahnya masih aku bisa dengarkan dengan begitu jelas.

Aksara dan Yogyakarta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang