Siang ini sambil menunggu pergantian jam kuliah Aku, Anjani, dan Senja memutuskan untuk menunggu di kantin sambil mengisi perut yang sudah kercongongan sejak pagi tadi. Aku tidak dapat makan dengan tenang seperti biasa, karena kabar bahwa aku pergi ke Gramedia bersama Kak Aksa sudah sampai ke telinga Anjani.
"Lo kok bisa sama si Kak Aksa, sih?" Senja yang bertanya pertama.
"Ya... bisa."
Anjani juga mulai bertanya. "Bentar deh, lo kenal sama Kak Aksa dari kapan?"
Maka setelahnya aku menceritakan bagaimana pertemuan pertama ku dengan Kak Aksa, termasuk pada bagian aku memberikan payung kepada anak kucing, juga sampai pada saat Kak Aksa mengantarkanku hingga di depan Kost.
"Kalau gue jadi elo, sih, udah fall in love at the first sight sama Kak Aksa." kata Anjani sambil tertawa geli.
Memang.
Aku sudah jatuh.
Setelah menelan nasi goreng di mulutnya, Anjani kembali berucap. "Gue kemarin nggak sengaja ketemu Kak Hardian di cafe tenggara. Terus dia ngenalin gue anjir. Gini katanya, ‘Ini yang pernah minta foto sama gue pas habis voli itu, ya?’ malu banget please???"
"Makannya gue ogah nemenin lu minta foto! Kayak... itu cuma seorang Hardian seleb lucu doang..."
Maka seperti sumbu yang disulut oleh api, Anjani berbicara dengan intonasi yang menggebu-gebu. "Heh! kalau Kak Aksa lo itu gue katain orang pinter yang suka tebar pesona gimana? terima nggak lu?!"
Senja tertawa kemudian menggeleng. "Nggak cuma gue, sih. Satu tongkrongan Kak Aksa bakalan ngegruduk lo!"
Anjani menghembuskan napasnya kasar. "Kenapa orang-orang bisa disayang segitu besarnya, ya? Ya gue juga disayang banget sama emak bapak gue, sih. Tapi kenapa Kak Aksa kebagian porsi yang seluas samudera."
"Apa yang lo tanam, itu yang elo petik, Jani." ujar Senja.
"Gue juga menanam kebaikan, kok?"
Senja tertawa ringan. "Nggak sebanyak Kak Aksa kali??"
"Iya tuh, nggak sebanyak si Aksa."
Kami bertiga sontak menoleh begitu suara serak dan berat ikut menimbrung.
Kak Hardian pelakunya.
"Gue duduk disini boleh nggak?? mau ikut ngomongin Aksa juga." Kak Hardian menatap Anjani. "Eh, kamu yang ngajak foto itu, kan?"
Senja dan Aku sontak bertatapan dan tertawa tanpa suara.
"Iya, duduk aja, Kak." Anjani mempersilahkan Kak Hardian untuk duduk disampingnya.
"Makasih. Si Aksa lagi ada urusan jadinya gue ditinggal." ujarnya sambil meminum kopi yang sepertinya sempat ia beli tadi.
Dengan rasa penasaran, aku bertanya kepada Kak Hardian. "Temen Kak Hardian cuma Kak Aksa doang?"
"Enggak, sih. Tapi kalau sama Aksa tuh enak, diayomi banget gue. Ngobrolnya juga nyambung banget." ia menambahkan. "Udah gini."
Telunjuk tangan Kak Hardian saling bertaut— mengikat.
"Klop banget gue sama Aksa, mah!"
Mata Kak Hardian memandangi kami satu persatu. "Ini nama kalian siapa aja? kecuali yang ngajak foto gue, ya. Gue mah udah hapal namanya dia."
"Siapa coba?" Anjani bertanya.
"Renjani, kan?"
"Anjani!"
"Nyerempet dikit, nggak apa-apa." lau Kak Hardian menatap Senja. "Ini namanya siapa?"
"Senja."
"Satunya?" Kak Hardian menatapku, tapi setelahnya ia berucap. "Bentar, lo siapa? kayaknya gue pernah liat elo, tapi dimana ya??
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara dan Yogyakarta
Fanfiction[kim namjoon lokal story] Kak Aksa, seperti katamu dulu, mengabadikan seseorang di dalam lagu itu sebuah hal yang biasa, yang luar biasa itu ketika mengabadikan seseorang menjadi sebuah tulisan-menjadi sebuah buku. Karena berarti orang itu istimewa...