Kabar bahwa Anjani di rawat di rumah sakit karena tipes sudah tersebar di grub kelas. Membuat beberapa orang merundingkan untuk menjenguk Anjani. Karena Anjani masih berada di rumah sakit, jadi yang lain memilih untuk menjenguk Anjani saat sudah diperbolehkan untuk pulang saja. Sedangkan aku dan Senja memilih untuk menjenguk di rumah sakit siang ini.
Sebenarnya bukan hanya aku dan Senja saja, melainkan ada Theo dan Jemi. Tetapi para lelaki itu memilih untuk menjenguk saudara Jemi— sekaligus tetangga mereka terlebih dahulu, yang secara kebetulan juga dirawat di rumah sakit yang sama.
"Ass— ASTAGHFIRULLAH." salam Senja terpotong karena kami melihat hal yang mengejutkan saat sampai di kamar inap Anjani.
"KAK HARDIAN BENERAN INI??" Senja berseru sambil mendekat memastikan.
Benar, ada Kak Hardian di kamar inap Anjani yang kini sedang menyuapkan makanan ke mulut Anjani.
"Kak Hardian, kena pelet apa lu sampai mau begini sama Anjani??" Senja bertanya masih dengan rasa terkejut miliknya.
Aku yang juga ikut terkejut memilih untuk mendudukkan diri di sofa dan memperhatikan percakapan mereka. Untung saja Anjani berada di ruang VIP, sehingga ia dapat bebas berteriak.
"Kalian pacaran, ya?" todongku.
Kak Hardian langsung menggeleng. "Enggak. Eh, belum."
Pipi Anjani bersemu merah, persis seperti responku pada Kak Aksa saat menjawab pertanyaan Pak Panjul bahwa aku belum menjadi cewe-nya.
Setelahnya Kak Hardian dan Anjani mulai menceritakan bagaimana mereka menjadi dekat. Ternyata Kak Hardian yang mendekati duluan. Katanya Anjani itu unik, lucu, aneh.
Tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan kasihku dan Kak Aksa. Perbedaannya hanya terhadap sikap. Kak Hardian tampak lues, berbeda dengan Kak Aksa yang menurutku cukup kaku.
"Nanti kalau jadian jangan lupa traktirnya." Senja bergurau.
Kak Hardian terkekeh dengan tangan yang masih sibuk menyuapkan makanan ke Anjani. "Sebenenrya status tuh kayaknya nggak penting-penting banget nggak, sih? selagi kita menjalaninya dengan nyaman, terus status buat apa?"
Senja yang baru duduk di sofa langsung berdiri lagi. "HEH, mulutnya tolong dijaga, ya!" Senja menatap Anjani. "Jani, jangan mau sama cowo yang modelan kayak gini. Enak aja bilang status buat apa,"
Kini Senja menatap Kak Hardian. "Gimana kalau Kak Hardian lihat Anjani sama cowo lain, terus Kak Hardian bilang kalau Kakak cemburu, tapi si Anjani jawab 'Emang kita ada hubungan apa', ENAK???"
Aku dan Anjani tertawa melihat bagaimana ekspresi menggebu-gebu milik Senja saat bercerita.
"Ya... enggak..." Kak Hardian berdeham. "Yaudah, sih, kok lu ngurusin amat hidup gue??"
"Gue kagak ngurusin hidup lu ya titisan buaya! Anjani itu is my friend! my soulmate! my beloved friend! my entire universe! jangan disakitin!"
Kak Hardian memasang ekspresi aneh, kemudian menatap Anjani dengan telunjuk kanan yang menunjuk Senja. "Kok kamu punya temen aneh kayak gini, sih?"
Belum sempat Senja melayangkan protes, pintu terbuka. Theo dan Jemi datang sambil menenteng 2 keranjang sayur.
"ASSALAMUALAIKUM!" suara Theo menggelegar di satu ruangan.
"Waalaikumsalam."
Melihat barang bawaan Theo membuatku tertawa. "LU NGAPAIN BAWA SAYUR, NJIR??"
"Orang sakit itu makannya sayur!" Theo berjalan melewatiku kemudian menyalami Anjani. "Ini sayur seger dari warung neneknya si Jemi. Semoga bermanfaat dan ge-we-es."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara dan Yogyakarta
Fanfiction[kim namjoon lokal story] Kak Aksa, seperti katamu dulu, mengabadikan seseorang di dalam lagu itu sebuah hal yang biasa, yang luar biasa itu ketika mengabadikan seseorang menjadi sebuah tulisan-menjadi sebuah buku. Karena berarti orang itu istimewa...