13 : Wait, love?

11 1 0
                                    

Tempat ke 5 : Siomay Pak Panjul

"Lo mau pulang atau mau nongkrong dulu, Na?" Senja bertanya kepadaku saat kami keluar kelas. Anjani tidak ada karena sedang sakit.

"Gue mau nunggu Kak Aksa dulu."

Senja tersenyum sambil menggodaku. "Jadi beneran sama Aksa, nih??"

"I don't know. Lo mau langsung pulang?"

"Iya nih. Duluan, ya." kemudian Senja berjalan pergi.

Aku memilih untuk duduk di depan kelas sambil melihat yang lain keluar kelas satu persatu.

Semalam memang Kak Aksa mengajakku untuk membeli siomay di tempat Pak Panjul, tetapi aku harus menunggu sejenak karena kelas Kak Aksa baru akan selesai sekitar 20 menit lagi.

"Heh Kiranul! Kok nggak pulang?" Jemi bertanya saat ia keluar dari kelas. Ada Theo di sampingnya.

"Lagi nunggu katingnya yang ok itu." Ujar Theo sambil mendudukkan diri di sampingku.

Jemi tertawa ringan. "Lo kenapa malah duduk disitu njir? ayo balik."

"Duluan sana, gue mau ngobrol dulu sama Kirana."

"Cih, yaudah. Duluan, ya. Mau pacaran." Jemi berlalu dengan tawa yang menguar.

"Gimana sama si Aksa Aksa itu? nggak bertepuk sebelah tangan?" Theo bertanya sambil tangannya membuka permen yupi gummy bear yang dibawanya.

Aku terkekeh ringan. "Seorang Theo ternyata makannya yupi gummy bear, ya?"

"Maksud dari seorang Theo tuh yang gimana, ya, Na??" ia menggerutu. "Lo dari dulu mikirnya kayak seolah-olah gue tuh manusia yang nggak pernah melakukan sesuatu yang bias dilakukan oleh manusia."

Rentetan ucapan Theo malah membuatku tergelak. "Apasih lo, lucu."

"Mau??" ia menawarkan yupinya kepadaku.

"Enggak."

"Yaudah." Theo kemudian berbicara dengan mulut yang masih penuh akan permen tadi— karena ia makan langsung semuanya. "Jadi gimana sama si Aksa?"

Aku menyamankan dudukku lalu mulai berbicara. "Long short story, intinya dia mengutarakan perasaannya. Tapi bukan langsung ngajak pacaran ya. Dia bilang kalau mau kenal aku lebih jauh, terus... ya... yaudah..."

"Apasih lu nggak jelas."

"Iya tau, gue juga bingung ceritanya gimana!"

Theo tergelak. "Itu sama aja kalau dia belum ngasih lo kepastian, Kiranul! ah elah, kok lo dudul banget sih jadi orang."

Aku memutar bola mata malas. "Gini ya, gue kasih tahu. He said that dia kagum sama gue, terus dia mau kenal gue lebih jauh, dan dengan perkenalan itu dia harap bisa jadi rasa suka, sayang or love di kemudian hari."

"Alay."

"Lo mending enyah, deh."

Lagi-lagi Theo tergelak. "Terus gimana? lo mau?"

"Ya... mau..."

"Tapi lo nggak berpikiran kalau dia udah suka sama lo, kan, Na?"

Sejujurnya aku sudah berpikiran seperi itu. Tapi aku malah menjawab pertanyaan Theo dengan kebohongan. "Belum."

"Bagus. Karena nggak ada yang tahu, dalam perjalanan kalian saling mengenal, kita nggak pernah tahu siapa yang bakalan mengutarakan rasa duluan," Theo berdeham. "Mengutarakan rasa ini bukan tentang suka, ya. Jangan percaya diri dulu. Siapa tau perasaan yang mau diutarakan itu perasaan yang bukan suka? melainkan apa ya... nggak cocok. Paham nggak?"

Aksara dan Yogyakarta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang