Dila melirik jam dinding kamarnya. Masih pukul 5.30 pagi. Dila menengok ke arah pintu kamar yang terbuka sedikit. Masih sepi.Rencananya sih Sabtu pagi ini ia akan pulang ke Mojokerto. Itu yang kini rutin dilakukan Dila sejak hampir empat bulan ini. Setelah ia diterima menjadi tenaga pengajar di sebuah madrasah Aliyah yang berada di Jombang. Sebuah madrasah Aliyah yang juga berada di lingkungan sebuah pondok pesantren.
. Awalnya Dila berniat pulang pergi saja saat mengajar. Tidak perlu kos. Itu pernah ia lakoni di bulan pertama mengajar. Tapi Dila merasa sangat lelah harus berangkat sangat pagi dan sampai rumah menjelang Maghrib bahkan tak jarang isya'. Itu juga ia mengendarai motor sendiri. Jika ia naik kendaraan umum, bisa dibayangkan semakin lama saja ia berada di jalan."Bapak sarankan kamu kos aja lho Dil. Meski nggak jauh tapi bapak itu kasian liat kamu capek begitu" itu saran dari bapaknya saat melihat Dila sering terlihat kelelahan.
Dila pikir saran bapaknya ada benarnya. Jarak kota Jombang dan Mojokerto memang tak jauh kalau ditinjau dari sisi geografis. Dua kota itu bertetangga. Tapi untuk menuju ke tempat ia mengajar, masih harus masuk ke dalam. Karena madrasah Aliyah itu berada di sebuah kecamatan dan bukan di tengah kota Jombang.Beruntung Dila yang sempat bercerita ke sesama teman guru langsung mendapat respon. Dila diajak untuk tinggal satu kos dengan Bu Nova. Iya, rekan guru bernama Bu Nova ini sejak awal memang dekat dengan nya. Mungkin karena usia mereka hampir sepantaran. Usia Bu Nova satu tahu lebih tua dari nya. Dan keduanya juga sama-sama belum menikah. Hanya saja Nova ini lebih dulu mengajar di madrasah Aliyah tersebut. Hampir setahun Nova mengajar pelajaran Biologi di madrasah. Ya bisa dibilang masih baru juga.
Apapun itu Dila mensyukuri apapun saat ini. Bukankah jika kita bersyukur maka Allah akan menambah nikmat pada hambanNya. Karena bersyukur pasti membuat bahagia. Dan tak perlu menunggu bahagia dulu agar bisa bersyukur. Karena sejatinya sebuah kebahagiaan itu diawali dengan rasa kesyukuran yang tak pernah henti dimaknai dalam hati juga lisan.
Setidaknya keinginannya untuk bisa mengamalkan ilmunya sebagai seorang guru kini telah tercapai. Dan keinginan lainnya yaitu mendapatkan tempat mengajar yang tak jauh dari rumahnya pun telah terpenuhi. Meski tak dekat hingga bisa pulang pergi seperti sekolah tempat mengajar Dina, tapi Dila tetap senang bisa mengajar di madrasah Aliyah tersebut.
"Kemana mbak Nova ini?" Gumam Dila kembali menoleh ke arah pintu.
Pasalnya Nova sejak kemarin bilang hendak nebeng naik motor sampai ke terminal. Nova juga mau pulang ke rumah orang tua nya di Madiun. Tadi katanya mau membeli sesuatu untuk dibawa pulang ke rumah. Ya sudah, Dila pun menunggu saja.
Dila pun memasukkan dompet dan beberapa barang bawaannya. Tak banyak yang ia bawa. Karena terkadang ia pulang ke Mojokerto bukan satu Minggu sekali di akhir pekan. Kapan pun ingin Dila pasti pulang. Jadi ia tak terlalu membawa banyak pakaian nya.
Dila mengecek lagi isi tasnya. Ketika ia melihat sebuah notes kecil di dalam tas nya. Seingat Dila itu notes yang selalu dibawa olehnya. Isinya bisa macam-macam. Ya semacam buku diary. Tapi Dila tak mengkhususkan diri untuk menulis isi hatinya di sana. Selayaknya sebuah buku diary pada umumnya.
"Harga telur hari ini 19000..." Nah kan. Buku diary tersebut bukan sepenuhnya berisi curahan hati. Ada harga telur segala . Tahun berapa ini harga telur masih 19.000. Kapan hari Dila beli telur di warung Bu Darsih yang ada di pojok gang ini sudah mencapai 25.000.
"Hari ini harus bangun tahajud gak boleh tidak...."
Dila membuka halaman lainnya. Isi notes ini ternyata random banget. Nggak jelas. Suka-suka dirinya mau menulis apa. Tak urung Dila tersenyum sendiri. Seingat nya ini ia tulis saat awal menjadi mahasiswa S2. Dila merasa harus punya resolusi ibadah di kala jenjang pendidikan nya lebih tinggi. Dila hanya berpikir kalau semakin tinggi ilmu dan jenjang pendidikan yang ia tempuh, selayaknya ibadah sunahnya juga makin bertambah. Dila sendiri tak tahu apakah ada teori semacam itu. Hanya saja ia pikir kalau hidup itu harus terus balance. Mencari keduniawian tapi sisi ruhiyah jangan sampai tertinggal. Agar hidup ini tak lupa daratan.
Kriteria calon suami idaman;
1. Seiman
2. Bertakwa
3. Jujur
4. 3 An... tampan, mapan, rupawan
5. Tidak berkumis
6. Jangan lebih muda alias brondong
Kalau ada tambahan nanti menyusul.Dila lagi-lagi tersenyum sendiri membaca tulisan yang ia sendiri lupa kapan ia menulis nya. Karena setiap ia menulis di lembaran-lembaran notesnya itu ia tak pernah menuliskan tanggalnya. Asal ia ingin ya ia tulis.
Dila membaca lagi apa yang baru ia baca. Kriteria calon suami idaman versi dirinya. Memang ada ya kloningan lelaki seperti Angga, kakak iparnya? Tampan, mapan dan rupawan. Dila terkekeh sendiri. Kalau ada sih ia mau antri....
Tapi nyatanya lelaki bernama Airlangga Putra Pratama itu ya hanya satu si dunia ini. Dan sudah menjadi suami buat kakaknya. Dan Dila sungguh bersyukur sang kakak tersayangnya mendapatkan seorang suami paket komplit seperti Angga. Meski Dila pernah mendengar bagaimana masa lalu Angga. Tapi bukankah manusia itu tak ditentukan pada masa lalunya?Karena masa lalu yang buruk bisa terhapus dengan taubat dan merubah masa depan yang lebih baik.
Ah sudahlah. Di mana ada lelaki yang memenuhi kriteria yang ia tulis sendiri itu? Dila mengendikan bahu. Bisa dimana saja. Atau tidak ada dimana-mana. Dila tersenyum sembari menutup notesnya.
"Dila, sudah siap?" Sebuah suara tepat terdengar saat Dila memasukkan notes kesayangan nya itu ke dalam tas.
"Hemmz udah dong mbak. Jalan pagi gini lebih enak. Aku juga bisa lebih lama di rumah. Kangen sama keponakan ku" sahut Dila langsung berdiri dari duduknya.
"Oke. Ayok. Maaf ya tadi nunggu Bu Lastri dari pasar. Aku pesan jenang kelapa muda buat ibuku. Katanya enak. Ya mau tabawakan banyak ini..."
"Iya nggak papa mbak. Ya gitu harusnya ya mbak. Apa yang disenangi orangtua sebisa mungkin dibawakan ya"
"Iya. Katanya membahagiakan orangtua itu bikin rezeki lancar. Terus enteng jodoh heheh...."
Dila ikut terkekeh mendengar jawaban Nova. Iyain aja. Intinya berbakti pada orang tua alias birul walidain merupakan kewajiban dalam agama.
"Ayo wes mbak kita berangkat ya..." Ajak Dila pada Nova dan berjalan keluar dari kamar kos mereka.
"Enteng jodoh....." Dila masih meringis sendiri mengingat ucapan Nova tadi. Semoga ya ia enteng jodohnya. Pokoknya yang tampan, mapan dan rupawan.....
💐💐💐💐💐💐💐💐💐
3 Februari 2024
Hai-hai.....
Lagi nggak sadar nulis ini. Padahal masih banyak cerita bergantungan kayak jemuran....Ini side story dari cerita Andai Kau Tahu....
InsyaAllah dinamai side story bukan spin off karena part nya tidak akan banyak. Mungkin tak lebih dari 10 part saja....
Semoga aja lancar nulisnya. Mengingat berita Mayang-Arya dan Dewa-Anggun di Karyakarsa juga akan segera berakhir...
See u next InsyaAllah...
KAMU SEDANG MEMBACA
DILA'S LOVE (Short Story)
SpiritualDila yang dulu sangat manja. Dila yang dulu suka ceroboh. Dila yang dulu selalu minta perlindungan dari kakaknya atas setiap kesalahan yang diperbuat. Dila yang dulu hanyalah gadis remaja yang biasa saja, kini tumbuh menjadi gadis dewasa yang juga p...