Dila baru saja keluar dari kamar mandi. Guyuran air membuat badannya makin terasa segar. Dila mengusap rambut sebahunya dengan handuk. Tadi ia baru keramas. Sebenarnya ada hair dryer milik Nova. Tapi entah kenapa Dila malas memakai alat yang bisa membuat rambut basah bisa kering lebih cepat. Dila merasa lebih nyaman mengeringkan rambutnya dengan kipas angin saja."Baru selesai mandi Dil..." Suara Nova terdengar dari arah pintu kamar kos. Dila menoleh. Melihat Nova masuk dengan kantong plastik di tangan.
"Nasi di magic jar tinggal seuprit. Ini tadi sekalian aku beliin nasi pecel di Bu Jum sana..." Ujar Nova sembari meletakkan bungkusan yang ternyata berisi nasi pecel."Totalan ya mbak..." Sahut Dila masih duduk di depan kipas angin untuk mengeringkan rambutnya.
"Beres. Nasi pecel plus biaya jastip harus dihitung" jawab Nova dengan tawa kecilnya. Dan segera melangkah masuk ke kamar mandi setelah mengambil handuk di rak.
Dila cuma tersenyum melihat ke arah kamar mandi yang sudah kembali tertutup rapat. Kemudian beralih menatap bungkusan yang pagi ini akan menjadi sarapan mereka berdua. Nasi pecel. Menu makanan yang disukai sejuta umat ketika pagi hari begini. Meski kalau ditanya, Dila agak bosan dengan menu makanan tersebut. Kadang Dila berpikir, dirinya saja bosan, apalagi Nova ya yang lahir dan besar di Madiun. Kota yang terkenal dengan pecelnya. Pecel Madiun itu menjadi ikon tersendiri kota yang berada di sebelah barat dari Jawa Timur itu.
"Kalau bayi lain mungkin konsumsinya ASI. Tapi kalau aku sejak bayi menunya udah nasi pecel...." Gurau Nova waktu memperkenalkan diri berasal darimana.
Dila sendiri sih sebetulnya bukan tipe orang yang pemilih dalam hal makanan. Asal halal, bersih dan menyehatkan, Dila mau saja. Meski sebagai gadis masa kini, Dila juga tak asing dengan makanan semacam ramen, sushi, samyang atau menu yang sedang viral seiring dengan makin populernya drama Korea di negeri ini.
Intinya Dila berusaha selalu mensyukuri setiap momen dan limpahan rezeki yang telah ia terima dari Allah. Bukan tentang banyak sedikitnya. Tapi tentang keberkahan yang ada di dalamnya. Termasuk bertemu dengan teman seperti Nova. Setidaknya ia merasa tak kesepian dan punya teman yang bisa saling membantu juga tempat saling bercerita.
"Lha kok cuma diliatin aja tuh nasi nya" suara Nova terdengar seiring bunyi pintu kamar mandi terbuka. Kamar kos mereka memang tak terlalu besar, tapi ada kamar mandi dalam yang membuat privasi mereka lebih terjaga.
"Nungguin mbak Nova. Nggak enak makan sendirian..." Sahut Dila kini mengeluarkan dua bungkus pecel dari dalam plastik.Tak lebih dari sepuluh menit, Dila dan Nova pun sudah berada di jalan. Berboncengan menuju madrasah tempat mereka berdua mengajar. Jarak tempat kos mereka dengan madrasah bisa dibilang tak terlalu jauh, tapi juga tak terlalu dekat. Karena sejak awal Nova memilih tempat kos di luar area pondok pesantren.
Sebelum ada Dila, Nova naik angkutan umum untuk bisa sampai ke pondok. Nova pernah jatuh dari motor katanya. Itu yang membuat gadis yang katanya sudah punya calon suami itu sedikit trauma. Keluarganya pun melarangnya naik motor.
"Mampir beli bensin kesiangan nggak ya mbak. Kemarin lupa isi" ujar Dila dari balik helmnya.
Nova melirik jam di tangannya sebelum menjawab.
"Nggak sepertinya. Asal nggak antri..." Jawab Nova sedikit keras. Bersaing dengan keramaian jalan yang padat di pagi hari begini.
"Eh biar Dila yang bayar mbak. Ngapain dibayar" cegah Dila ketika Nova langsung mengangsurkan uang ke petugas SPBU saat Dila masih membuka tangki bensin motor nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DILA'S LOVE (Short Story)
SpiritualDila yang dulu sangat manja. Dila yang dulu suka ceroboh. Dila yang dulu selalu minta perlindungan dari kakaknya atas setiap kesalahan yang diperbuat. Dila yang dulu hanyalah gadis remaja yang biasa saja, kini tumbuh menjadi gadis dewasa yang juga p...