10. Merubah Persepsi

736 176 48
                                    


      "Mal...."

     "Iya umik"

    "Umik kok pingin les bahasa inggris ya"

     Ucapan umi Sa'diah nyaris membuat Kemal yang sedang menikmati teh hangat tersedak.

      "Les bahasa inggris, Mik?" Kemal mengulang ucapan umi nya tadi.

     "Iya. Umik pingin bisa pinter bahasa inggris. Cas cis cus wes wos gitu lho Mal"

     Kemal berdehem sejenak. Permintaan apalagi ini. Tiba-tiba sang umi minta les bahasa inggris. Nggak mungkin kan kalau uminya ini mau ikut tes masuk perguruan tinggi? Atau mau mendaftar jadi pramugari atau pegawai bank yang katanya harus pinter bahasa inggris.

     "Kamu kok liatin umik kayak gitu seh Mal. Kenopo? Kayak nggak percaya gitu"

     "Umi kenapa tiba-tiba minta les bahasa inggris? Umi kan sudah pinter baca kitab bahasa arab. Lagian umik kan sudah...." Kemal tak jadi melanjutkan kalimatnya. Tapi umi Sa'diah tahu kata apa yang mau diucapkannya putra pertamanya itu.

     "Sudah tua?..." Tebakan umi yang tepat membuat Kemal mengusap tengkuknya.

     "Umik itu sering denger di  mana itu ...eng....ah apa itu lho yang aplikasi isinya banyak orang joget-joget nya...."

     "Tik tok mik?"

     "Lha iya tek tok..."

     "Tik tok mik...."

     "Iya pokoknya itu. .. "

     "Iya iya. Umik sering denger apa?" Duh kudu sabar menghadapi umi Sa'diah yang justru gaul dan tak buta medsos meski sudah uzur.

     "Gini nih kalimat nya Mal....tua itu pasti menjadi tetap muda itu pilihan. Gitu Mal...." jawab umi Sa'diah kenes. Memang mirip remaja.

      "Memang umik mau les dimana?"

     "Cariin guru privat buat ngelesi umik dong Mal"

     Kemal menatap umi nya yang duduk di seberang nya. Seperti biasa, pagi ini sang umi menemaninya sarapan sebelum berangkat ke sekolah.

      "Umik kenapa kok tiba-tiba pingin pinter bahasa inggris?"

     "Ya nggak papa Mal. Umik kan juga sering diajak umi Salamah ke kajian atau ketemu tamu yang sowan ke pondok. Ada beberapa yang dari luar negeri lho Mal" umi Sa'diah masih memberi jawaban.

     Kemal menghela napas. Ya memang tak ada yang salah sih orang ingin belajar. Usia tak menjadi masalah. Hanya saja Kemal merasa uminya ini tak pernah ada ketertarikan untuk belajar lagi. Terutama bahasa inggris. Kalau yang dikatakan umi nya tadi sering diajak umi Salamah ke kajian dan ada tamu yang sowan dari luar negeri sangat jarang. Kalaupun ada, kebanyakan dari Mesir atau Arab. Abi Salman memang memiliki banyak kenalan dari sana. Apalagi umi Salamah dan Abi Salman ini sama-sama punya keturunan arab. Tapi mereka lebih banyak memakai bahasa arab untuk bicara bukan bahasa inggris.

      "Ya nanti Kemal sendiri aja ya yang jadi guru les buat umik" jawab Kemal akhirnya. Ia sudah menyelesaikan sarapannya.

     "Eh nggak mau umik kalau les sama kamu. Kamu nggak sabaran ngajarin umik nanti. Lagian kamu mana ada waktu..." Kemal hampir saja ingin menepuk keningnya. Tapi ia tahan. Tak sopan di depan umik nya. Pagi-pagi umi nya sudah rewel begini.

      "Terus umik maunya sama siapa?"

     "Di madrasah kamu kan pasti ada guru bahasa inggris Mal"

     Kemal menatap umi nya sembari berpikir. Tak mungkin ia mengganggu jam mengajar para guru untuk memberi les ke umi nya.

     "Coba Carikan guru bahasa Inggris di madrasah kamu yang perempuan tapi. Yang masih muda, yang sabar ngajar umi, yang cantik gitu...." Imbuh umi Sa'diah lagi.

DILA'S LOVE (Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang