"It is umik...not et is" Dila membetulkan pelafalan yang barusan diucapkan."Ittis" perempuan itu berusaha membenarkan pelafalannya.
"Jangan disambung umik. Betul it is. Tapi pelafalannya jangan disambung apalagi ditekan di bagian t. Seharusnya it is"
"Oh begitu...."
"Iya umik. Coba umik lafalkan lagi..."
"It tis...." Perempuan sepuh itu masih berusaha dan tetap masih salah. Dila tetap tersenyum. Meski sudah hampir 30 menit mereka hanya belajar mengeja satu kata sederhana seperti itu.
"Umik bikin kesel ya nak Dila? Salah terus ya. Umik ini kok berasa baca Qur'an. Itu ada tasjid jadi bacanya ittis. Ada penekanan gitu lho..."
Dila menggeleng dengan senyum yang tak pernah surut. Menatap perempuan yang pernah ia temui beberapa waktu yang lalu. Perempuan yang mengingatkannya pada sosok almarhumah ibunya. Meski menurut perkiraan Dila, usia perempuan di hadapannya ini lebih tua beberapa tahun dari ibunya.
"Tidak apa umik. Ini hanya masalah pembiasaan saja. InsyaAllah kalau diulang ulang pasti bisa" sahut Dila sabar. Sama sekali tak menunjukkan sikap kesal apalagi tak suka.
"Iya ini. Lidah nya kok berasa kaku. Maklum ya nak, udah jompo. Umik aneh-aneh ya sudah usia segini masih minta diajarin ngomong inggris ya"
Dila lagi-lagi menggeleng. Kali ini diiringi tawa kecil. Perempuan yang memperkenalkan diri bernama umik Diah ini orangnya kenes. Dila pikir pasti di kala mudanya umi Diah ini adalah wanita yang banyak disukai lelaki. Selain karena cantik, terlihat dari gurat kecantikan yang masih terlihat di usianya sekarang, umi Diah ini orangnya ceria, lucu dan menyenangkan. Dila merasa banyak tertawa jika bertemu dengan perempuan paruh baya tersebut. Almarhumah ibunya dulu seingatnya juga seperti umi Diah begini. Ceria, suka bercanda dan membuat orang yang ada di dekatnya ikut merasakan suasana riang yang tercipta.
"Belajar itu kan katanya tidak mengenal usia umik. Kan ada peribahasa yang berbunyi tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat. Dila malah salut melihat semangat umik untuk belajar" ujar Dila tulus. Bukan sekedar memuji. Membuat umi Diah jadi tersipu.
"Duh senengnya umik dipuji lho"
"Kita lanjut lagi umik?" Ajakan Dila dijawab anggukan oleh umi Diah. Tapi baru saja Dila hendak membuka mulut, umi Diah berdiri dari duduknya.
"Umik kok kebelet ini nak Dila. Umik tak ke kamar mandi dulu ya" tanpa menunggu jawaban Dila, umi Diah langsung ngelonyor ke belakang.Dila tersenyum dengan gelengan pelan. Belakangan dirinya makin sibuk dengan beberapa amanah dari pihak sekolah. Dan kini makin dibuat sibuk karena umi Diah. Perempuan yang tiba-tiba saja meminta kepada dirinya agar bersedia mengajari bahasa inggris.
Awalnya Dila mendapat pesan WA dari seseorang yang memperkenalkan dirinya sebagai umi Diah. Masih ingat kan waktu notes Dila terjatuh saat ia akan rapat karena hendak mengambil ponsel yang baru saja bergetar karena ada notifikasi yang masuk. Itu adalah notifikasi dari umi Diah.
Assalamualaikum. Ini nomernya Bu Dila kan. Perkenalkan nama saya umi Diah....
Itu bunyi WA pertama kali dari umi Diah. Kalimat yang lebih mirip perkenalan ala sahabat pena jaman baheula. Awalnya Dila sempat bingung membaca pesan tersebut. Merasa tak mengenal perempuan bernama umi Diah. Tapi saat umi Diah kembali menuliskan pesan dan mengatakan kalau mereka bertemu di rumah Bu Marwah. Kemudian umi Diah pun menceritakan kalau dirinya adalah perempuan yang waktu itu kebingungan mencari sandalnya di rumah Bu Marwah, barulah Dila ingat. Dila masih belum lupa sosok perempuan yang sempat kebingungan mencari sandal di rumah Bu Marwah. Karena perempuan itu membuatnya teringat pada almarhumah ibunya. Waktu itu seingat Dila, ia hanya memanggil umi Diah dengan sebutan umi Diah pada dirinya sendiri. Umik. Iya hanya umik. Tanpa tahu namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DILA'S LOVE (Short Story)
روحانياتDila yang dulu sangat manja. Dila yang dulu suka ceroboh. Dila yang dulu selalu minta perlindungan dari kakaknya atas setiap kesalahan yang diperbuat. Dila yang dulu hanyalah gadis remaja yang biasa saja, kini tumbuh menjadi gadis dewasa yang juga p...