15. Tanya Alamat (2)

819 174 33
                                    


     "Semoga sedikit yang saya sampaikan ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua. Kurang lebih nya saya mohon maaf sebesar-besarnya. Billahi Taufik wal hidayah. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh...." Kemal menutup rangkaian tausiyah yang ia sampaikan di kajian rutin setiap ba'da Maghrib.  Kali ini ia menggantikan jadwal Abi Salman yang harus ke luar kota.

     Azan isya' langsung di lantunkan oleh salah satu santri yang bertugas sebagai muadzin malam ini. Para jamaah yang sejak usai manghrib tadi masih betah duduk mendengarkan kajian dari Kemal, gegas bersiap. Ada yang mengambil air wudhu lagi, ada juga yang langsung menunaikan sholat sunah dahulu karena wudhu nya masih ada.

     Setelah beberapa menit sempat dilantunkan pujian sholawat sembari menunggu para jamaah siap, Kemal meminta Daru segera maju.

     "Monggo diimami mas" Kemal membungkuk mempersilahkan Daru yang sejak tadi berada di deretan paling depan untuk maju.

    Andaru tersenyum menatap gaya sok formal dari Kemal.  Menganggap Kemal tak serius.

    "MasyaAllah Gus Kemal, aku jadi mau menghilang saja ini" ujar Daru menanggapi. Tentu saja ia menganggap Kemal hanya bercanda. Menyuruh nya menjadi imam shalat. Ya meski beberapa kali Kemal sering memberi kode tentang hal ini.

    "Mas Daru itu udah pantes jadi imam...."

    "Kamu kok kayak ibu aja bang. Ngujuk-ngujuk biar aku cepat jadi imam..."

    "Lha berarti ibu sepakat sama saya toh mas. Lha ayo Ndang dipraktekkan jadi imam..."

    "Sek toh bang, imam versinya Abang ini sama apa tidak sama imam versi nya ibu..."

     "Lha imam ada versi segala. Ya mas Daru ini kan bacaan nya sudah top, hapalan nya sudah tambah, sudah pantas kan mimpin sholat jamaah di masjid..."

    "Nah kan. Beda versi imam nya. Kalau imam yang versi ibu itu bukan karena bacaan sama hapalan bang, tapi karena umur yang sudah tua bang...."

     "Lhoalah maksudnya imam buat keluarga toh mas. Lha kalau itu sih kita sama mas, senasib...." Sahut Kemal membuat keduanya akhirnya terkekeh bersama.

     "Ayo mas. Ditunggu jamaah ini lho" teguran Kemal menyadarkan Daru dari mengingat obrolannya dengan Kemal waktu itu.

    "Sudah bang. Ayo dimulai. Daripada nyuruh aku maju" Daru menolak halus. Tetap bertahan di shaf terdepan. Meski memang ia merasa bacaan nya makin bagus dan hapalannya kini masuk 10 juz di bawah bimbingan langsung dari Abi Salman, tapi Daru tetap belum terlalu percaya diri menjadi imam sholat di masjid ini. Masih banyak santri yang lebih tinggi ilmunya dari dirinya. Terlalu minteri kalau ia jadi imam di masjid ini.

     "Suatu saat saya berharap mas Daru nggak nolak lagi kalau diminta berdiri disini ya" ujar Kemal serius.

    Tak ada jawaban dari Daru. Para jamaah juga sudah menunggu. Bukan waktunya untuk berdebat karena waktu sholat sudah masuk. Kemal pun kembali menjadi imam untuk sholat isya' kali ini.

     Usai sholat isya', Kemal masih sempat ngobrol sejenak dengan para jamaah. Masih sempat juga bicara dengan Daru. Meminta Daru tak lagi menolak bila diminta menjadi imam sholat. Tak perlu merasa insecure.

     "Mas Daru itu kan juga santri disini. Dibimbing langsung sama Abi Salman. Lha kenapa minder sama santri lain" itu yang dikatakan Kemal pada Daru. Meski belum lama 'nyantri' di pondok ini, tapi Daru bisa dikatakan punya kemampuan sama dengan santri lain dalam hal mengaji. Meski dalam hal membaca kitab atau berbahasa arab, Daru memang masih di tahap awal.

    "InsyaAllah bang. Ya wes. Nanti InsyaAllah kalau sudah yakin, aku pasti nggak nolak bang..."

     "Lha begitu toh mas. Masak mau nunggu jadi imam buat istri dulu baru mau" kali ini Kemal bercanda. Membuat Daru tersenyum lebar.

DILA'S LOVE (Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang