Iya. Perempuan itu adalah Vita. Putri Bu Marwah yang katanya paling cantik, paling pintar, paling baik dan paling lainnya. Itu kata Bu Marwah sendiri."Ya Allah Dil. Itu mulut apa tempat pembuangan sampah sih" cetus Nova ketika Dila baru saja selesai menceritakan apa yang ia alami hari Sabtu kemarin.
"Hus, kok tempat pembuangan sampah sih mbak""Lha ngomong kayak gitu. Masak nggak kenal nggak apa ngatain orang plonga plongo...duh aku aja yang cuma dengar cerita kamu geregetan Dil" Nova tak bisa menyembunyikan wajah kesalnya.
"Iya sih mbak. Aku kaget banget pas denger dia ngomong gitu. Kasar banget..."
"Terus kamu cuma diam aja Dil? Nggak kamu semprot balik tuh si Vitamin penambah darah. Bikin darah tinggi...."
Dila malah tersenyum geli mendengar Nova menyebar Vita dengan vitamin. Kemudian menggeleng santai.
"Nggak mbak. Malu ah. Banyak orang. Wong dia yang marah-marah aku yang malu. Lha kalau aku ikut marah duh....tambah banyak orang liatin mbak. Lagian ya sudahlah. Kalau aku marah kan nggak beda sama dia mbak" sahut Dila panjang lebar.
"Iya sih. Tapi ish....ngeselin banget. Pingin ku bejek aja kaya rujak" Nova mencebik sambil mencomot pisang goreng buat takjil puasa yang masih tersisa. Beberapa menit lalu mereka berdua baru selesai menunaikan sholat isya'. Hari belum terlalu larut. Tapi suasana kos sudah terasa sepi.
"Terus waktu ketemu di sekolah, dia masih melengos gitu? Nggak ngerasa malu atau gimana gitu pas tahu kalau kamu ternyata guru di sana?" Tanya Nova dengan mulut penuh pisang goreng.
"Eng....tetep sih mukanya jutek gimana gitu. Padahal cantik banget lho menurut ku si mbak Vita ini. Jadi insecure lho mbak kalau lihat muka nya yang mulus tanpa cela itu...."
"Halah. Muka polesan. Bikin muka cantik glowing tanpa cela tuh gampang. Banyak salon, skincare dan perawatan. Asal ada duitnya...." Nova menjeda kalimatnya untuk menelan suapan terakhir pisang goreng nya.
"Tapi yang susah tuh ya bikin hati cantik, akhlak nya glowing tanpa cela itu yang nggak ada gampang. Nggak ada salon atau skincare yang bisa dengan instan membuat hati cantik...." Lanjut Nova yang diangguki Dila.
Benar juga. Nyatanya sekarang banyak orang terutama perempuan lebih fokus merawat wajahnya biar cantik tak bercela agar semua orang kagum menatapnya. Tapi tak mempedulikan perawatan untuk hati dan akhlak nya. Hingga sering dijumpai perempuan cantik dengan gaya menawan tapi saat sudah bicara malah membuat ill feel karena ucapannya kasar bahkan menyakiti hati orang lain.
"Hehh...ya sudahlah Mbak. Ga baik ngomongin orang" Dila yang sudah berganti piyama dan siap tidur memilih naik ke atas tempat tidur.
"Ya bukan gitu Dil. Orang kayak gitu itu duh ...gimana ya, kudu dikasi pelajaran. Ngeselin" Nova masih diliputi rasa kesal. Ia malah ingin bertemu si Vita Vita itu.
"Kayaknya si Vita itu kenal baik ya mbak sama pak Kemal. Kemarin itu manggil pak Kemal dengan bang. Bukan pak kayak kita. Kesannya Deket banget kan... " Ujar Dila mengingat bagaimana Vita kemarin memanggil Kemal.
"Ya bisa jadi Dil. Kan katanya memang Bu Marwah itu dekat dengan orang dalam pondok. Dekat sama umik nya pak Kemal. Ya mungkin mereka sudah saling kenal sejak kecil malah..." Prediksi Nova tentang Kemal dan Vita.
"Eh. Terus kamu gak kasih tau dia gitu kalau kamu itu lulusan S2 bukan lulusan SMP?" Nova masih melanjutkan bahasan awal. Tadi Dila sempat cerita kalau Vita mengatainya lulusan. SMP.
"Ih enggaklah mbak. Ngapain. Buat apa juga kudu sebut-sebut gelar. Malah norak. Sama aja dong aku jadi suka pamer..."
"Iya juga sih. Atau mungkin pak Kemal yang kasih tau tuh. Ya biar nggak gaya somsek gitu. Baru juga pernah ke Paris duh gayanya udah kaya pernah keliling dunia" dumel Nova sekarang mulai membereskan meja belajar yang merangkap meja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DILA'S LOVE (Short Story)
SpiritualDila yang dulu sangat manja. Dila yang dulu suka ceroboh. Dila yang dulu selalu minta perlindungan dari kakaknya atas setiap kesalahan yang diperbuat. Dila yang dulu hanyalah gadis remaja yang biasa saja, kini tumbuh menjadi gadis dewasa yang juga p...