6. Sebuah Tantangan

158 9 0
                                    

“Mama udah siap?”

Arina dan Arini kompak bersebelahan menggandeng Arum dengan manja. Mereka akan berangkat ke sebuah gedung yang sudah disewa Mas Dirga untuk merayakan jabatan barunya, yang dulu adalah jabatan Arum sendiri. Ironi dalam sebuah penghianatan.

“Papa udah cerita, kalo Mama rela ngasih jabatan Mama atas nama cinta. Oh so sweet!”

Arum menatap ke arah Arina sebentar lalu ke Arini yang terlihat sungguhan happy, berbanding terbalik dengan mamanya ini, pura-pura bahagia. Dulu iya bahagia, tapi setelah tahu Mas Dirga selingkuh, hati Arum seakan sudah hancur lebur hingga berkeping-keping. Begitu sulit untuk memungut ribuan serpihan luka yang diberikan oleh Mas Dirga.

Sekarang Mas Dirga berbohong mengenai perpindahan jabatan direktur yang jatuh kepadanya. Dia tega mengatakan itu tentang pengorbanan cinta. Padahal Arum tidak pernah sudi sekalipun Mas Dirga adalah suaminya. Sementara dengan Arum sendiri perpindahan jabatan itu Mas Dirga bilang terjadi secara kebetulan. Di saat Arum yakin, bahwa dia dipecat karena selingkuhan Mas Dirga. Menjadi direktur adalah impian Arum, lalu tiba-tiba harus rela meletakkannya demi cinta? Bagi Arum itu terlalu naif.

“Udah, yuk, kita berangkat!” ajak Arini begitu semangat.

“Kalian duluan aja masuk mobil, Mama ngecek bentaran,” kata Arum melepaskan gandengan mereka.

“Oke, Ma! Jangan lama-lama!” Arini mencium pipi Arum sebelum melangkah ke depan diikuti kakaknya.

Saat mereka tak kelihatan lagi, Arum akhirnya goyah. Seraya sebelah tangan berpegangan dengan meja, Arum seperti wanita pada umumnya, yang sungguh tidak kuat untuk menghadapi ujian penghianatan. Terlalu berat untuk diterima hati, sekalipun dia bisa mematahkan leher seseorang.

Tak lama ini, Arum mendapatkan bukti foto perselingkuhan antara Mas Dirga dengan seorang anak CEO. Seorang perempuan yang masih sangat muda, kelihatan baru lulus SMA, memiliki kaki jenjang. Sempurna.

Lalu belum lama ini juga, Arum mendapatkan informasi mengenai adanya rumor negatif soal Mas Dirga. Delapan tahun yang lalu ...

Itu bukan waktu yang sebentar, Mas. Sebenarnya sejak kapan kamu ada main mata dengan wanita lain di belakang aku? Sakit, Mas. Benar-benar sakit.

Seruan Arina dan Arini dari dalam mobil membuat Arum tersadar. “Iyaa! Ini Mama udah selesai ngecek rumah, aman semua! Aduh, kalian ini nggak sabaran banget!”

Arum ke sana setelah betul-betul memperbaiki ekspresi wajahnya. Untuk saat ini, Arum tidak mau merusak kebahagiaan mereka. Meski dia merasa kepura-puraannya takkan bertahan lama.

Maafin Mama, Nak ...

Arum pun menyetir sementara Arina dan Arini terlihat sudah tidak sabar untuk segera sampai ke tempat acara Mas Dirga. Arum tersenyum sengsara. Sepanjang perjalanan, dia lebih banyak melamun. Bayangan Mas Dirga dan gadis ja-lang itu, jujur saja, selalu ada di benaknya. Arum membayangkan apa yang mereka perbuat saat di belakangnya. Bergandengan tangan, berpelukan, berciuman hingga bercinta. Hal-hal yang sama persis Mas Dirga lakukan terhadap tubuh dan jiwa milik Arum.

Betapa sakitnya hati Arum embayangkan itu semua.

***

“Arum!” Mas Dirga mendekati Arum seraya membantu turun dari mobil. “Aku pikir kamu nggak bakalan datang! Muah! Ayo, ayo, masuk! Ajak—Arina, Arini, kalian temenin Mama ke dalam, ya? Papa duluan, mau ngurus persiapan acaranya!” Mas Dirga mengedipkan mata ke arah mereka.

“Siap, Pa!” balas Arina dan Arini seraya mengacungkan jempol dengan kompak.

Cuma segitu aja, Mas? Abis itu kamu langsung masuk duluan? Nggak bisa jauh-jauh dari selingkuhan kamu, ya?

Aruma : Ketika Dipecat Karena Selingkuhan Suami (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang