“Belanjanya banyak banget, Jeng Arum?”
Di pasar pagi itu Arum bertemu dengan salah satu tetangganya. Bukan tetangga dekat, beda puluhan rumah. Arum agak heran melihatnya, karena sikap yang tidak biasanya. Seingat Arum, Bu Gani orangnya suka judes. Mungkin saja sudah berubah. Entah karena apa, Arum tidak tahu, yang penting alhamdulillah.
“Biasalah ibu-ibu, Jeng,” kata Arum membalas kehangatan Bu Gani.
Bu Gani menepuk bahu Arum seraya tertawa. “Nasib kalau jadi ibu-ibu, ya, Jeng!”
“Oh ya, Jeng belanja apa aja?” tanya Arum basa-basi. Dijawab syukur, tidak dijawab pun tak masalah.
“Oh, saya kebetulan nggak belanja banyak hari ini. Cuma belanja bahan yang kelupaan.” Bu Gani mengangkat kantong kresek putih. Dapat dilihat beberapa bahan rempah-rempah, salah satunya kunyit.
“Jeng udah mau pulang?” tanya Bu Gani.
“Oh, belum, Jeng. Ini masih ada yang harus dibeli. Maklum saya kedatangan mertua.”
“Nggak apa-apa, Arum. Menjadi direktur itu kan impian kamu. Asalkan kamu senang dan Dirga juga senang, terus kalian bahagia, Ibuk juga ikut bahagia, Nak.”
“Lho? Buk Rina dateng ke rumah? Dia tinggal lagi di rumah Ajeng?” Ekspresi Bu Gani sedikit kaget. Arum melihat ada ketidaksukaan di sinar matanya.
Setahu Arum, Bu Gani memang tidak suka dengan Ibuk. Mungkin perasaan itu masih sama, hanya pada Arum saja berubahnya. Entah karena apa.
“Oh, gituuu ...”
“Iya, Jeng!” Arum menepuk bahunya sedikit keras, sengaja membuat Bu Gani latah. Arum tahu kebiasaan umumnya dari orang-orang.
“Ih, Jeng ini, haha!” Bu Gani tertawa, tidak marah sama sekali. Ternyata betulan sudah berubah.
“Sebenarnya saya udah mau pulang, tapi saya temenin Jeng belanja, boleh?”
“Nggak usahlah, Jeng. Saya takut ngerepotin.”
“Ah, nggak ngerepotin kok, Jeng! Mari, mari! Jeng Arum mau belanja apa lagi?”
Arum berhenti di tempat buah langganannya. “Pepayanya, Mbak Devi.”
“Silakan, silakan, Bu Direktur, dipilih! Pepayanya masih segar semua!” Mbak Devi selalu senang dengan kehadiran Arum. Dan Arum pun suka beli buah-buahan di sini. Orangnya masih muda dan cantik, sampai Arum pangling sendiri.
Entah kenapa ketika melihat Mbak Devi, Arum betulan melihat ketulusan. Sejak dikhianati oleh orang-orang terdekatnya, Arum menjadi parno tanpa pernah dia bayangkan. Dulu Arum pernah mengalami hal serupa. Sehingga Arum selalu saja menginterogasi orang-orang melalui matanya. Apakah ada niat jahat atau tidaknya.
Arum bisa sampai segitunya tentu bukan tanpa alasan. Mas Dirga, dialah penyebab dari keparnoan Arum saat ini. Seseorang yang dirinya beri kepercayaan tapi begitu tega menghianatinya.
Arum takut hal serupa dia rasakan terhadap Ibuk. Arum berpikir selamanya akan merasa nyaman dengan Mas Dirga. Tapi, nyatanya Mas Dirga membuat Arum kecewa.
Pantaskah Arum mempertahankan keyakinannya dan bersikap seolah semua baik-baik saja?
“Oh ya, Bu Direktur kok nggak sama Ririn?” tanya Mbak Devi. “Malah sama nih makhluk?” bisiknya tanpa dapat didengar Bu Gani.
“Ehem, bisikin apa itu?” Bu Gani mendelik tidak suka pada Mbak Devi.
Kalau ini tak perlu dengar dari orang-orang, karena Arum pernah melihat secara langsung pertengkaran mulut mereka. Waktu itu Bu Gani menuduh Mbak Devi menggoda suaminya saat Bu Gani dan sang suami belanja bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aruma : Ketika Dipecat Karena Selingkuhan Suami (END)
Ficción GeneralArum atau Aruma berpikir telah bahagia dengan keluarga yang dia miliki. Tapi ternyata tidak, saat suaminya kedapatan bersama orang tak dikenal seusai mereka melakukan foto keluarga. Arum dihantui rasa curiga, karena mencium bau parfum wanita dari tu...