19. Panggilan Sayang Mereka

163 8 0
                                    

“Om jangan mau dikadalin sama dia!”

Tak sengaja di parkiran, Arum menemukan pasangan yang sebentar lagi akan menjadi pasutri itu. Di sudut yang berbeda tanpa mereka ketahui, dapat Arum dengar pembicaraan empat mata. Tidak seperti saat di depan umum atau jika ada Arum dan yang lain, itulah pertama kalinya Arum mendengar panggilan om untuk Mas Dirga. Dari selingkuhannya yang telah membuat kebahagiaan Arum berantakan.

“Gadis kecil Om, jangan ngambek, dong,” kata Mas Dirga membelai rambut gadis yang kini dicintainya dan dipilihnya daripada Arum, istri sahnya saat itu.

Gadis kecil Om ...

Arum merasa benar-benar muntah sekarang. Kemudian dia mengambil kain lap di tas, menahan muntahan dari mulutnya. Dia melihat kain lap putih itu, dan langsung lega. Karena hanya sedikit ludahnya saja. Arum tak mau membuang makanannya sia-sia hanya karena omongan menjijikkan dari Mas Dirga.

Hanya saja Arum berpikir bahwa apa benar Mas Dirga seorang pe-dofil, atau itu sekadar panggilan mesra mereka saja ...

“Sudahlah, buat apa aku mengurusinya,” gumam Arum, jengah.

Seharusnya begitu karena Mas Dirga sudah bukan urusan Arum lagi. Mereka sudah bercerai dan tidak peduli alasan Mas Dirga mau memberikan hak asuh Arini padanya.

“Aku pergi sa—“

“Om bener-bener kasihan sama dia, Sayang. Jangan ngambek, dong, plis.”

Arum tidak jadi berjalan ke tempat Ardian menunggu di mobil. Mas Dirga kasihan padanya? Kasihan karena apa, dan apakah itu yang jadi alasan dia mau memberikan hak asuh Arini?

“Terus Om itu nggak dikadalin, Anya. Arum itu emang lagi sakit, delusinya makin parah. Kan kamu sendiri yang bilang nggak mau dia sampai gi-la. Iya, kan?”

“Cup, cup. Udah ya, nanti Om kasih itu deh, he, he ...”

Arum langsung pergi dari sana sebelum omongan-omongan dewasa kelewat vulgar keluar dari mulut Mas Dirga. “Aku bener-benar nggak nyangka, Mas. Apanya yang semuanya karena aku? Bullsh-it.”

Tak pernah terpikirkan oleh Arum lelaki yang dicintai sepenuh hati menjadi seperti sekarang. Arum jelas tidak mempercayai alasan tak masuk akal darinya, sampai menjadi lelaki abnormal seperti yang dia lihat.

Mencintai perempuan yang cukup umur itu memang bukanlah hal terlarang bagi seorang pria. Bahkan itu adalah hal normal. Tapi cara Mas Dirga memperlakukan selingkuhannya yang membuat abnormal di matanya. Panggilan sayang di antara mereka berdua sungguhan ...

“Geez,” umpatnya.

Lagi pula anak Pak Hermawan itu bukan perempuan mungil bahkan lebih tinggi dari Arum. Dia tak tahu apa hanya sekadar perbedaan umur mencolok yang membuat Mas Dirga memanggilnya begitu.

“Mas Dirga ... Rahasia apa yang belum aku ketahui dari ka—“

Arum berhenti saat sekilas menoleh ke belakang. Dia memastikan penglihatannya dan betapa tidak percaya begitu melihat mobil Mas Dirga yang bergoyang di tempat. Tidak lagi terhalang rimbunnya pohon.

“Apa mereka udah gi-la?”

***

“Bu Arum baik-baik aja?” tanya Ardian saat mobilnya melaju sedang, membelah kerumunan kota.

“Oh, berhentilah, Ardian!” Arum tertawa lalu menoyor kepala kekasihnya itu. “Lama-lama buat aku takut, lho ...”

Arum tak melanjutkan omongannya, kepikiran sendiri.

“Aku berbeda dengan suami kamu, Sayang,” kata Ardian dengan tegas, membuat Arum tersadar. “Ini soal kebiasaan dan rasa hormat yang besar terhadap Bu Arum. Meskipun kita sekarang adalah sepasang kekasih, rasa hormat itu takkan pernah hilang. Saya mengagumi Ibu saat saya masih duduk di bangku SMP. Saat itu Ibu sudah menjadi direktur dan jadi pembicaraan di keluarga saya. Ibu itu seorang idola, dengan kemampuan sendiri, berhasil menaklukkan dunia kerja. Bahkan Edo juga mendengarnya, tapi saya tidak yakin dia mengerti. Soalnya dia sudah sibuk jadi anak nakal dan suka bikin keonaran ...”

Aruma : Ketika Dipecat Karena Selingkuhan Suami (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang