36. Kekecewaan, Sakit Hati dan Rasa Bersalah

177 8 3
                                    

“Kita berdamai saja, tidak bisa?”

Dengan mudah Arum menghindar sekaligus menyerang, sampai Anya Pelakor terdesak di pohon rindang. Arum mendekap tubuh gadis yang telah membuat dirinya dipecat itu. Dulu, dia adalah selingkuhan suaminya. Gadis yang jauh lebih muda dari Arum sendiri.

Sejak kepergian dan kata-kata terakhir Sekar, Arum sudah mengikhlaskan dan berdamai. Tetapi mereka tetap saja mencari masalah, datang jauh-jauh dari kota ke Pelita Ayu. Hingga kejadian penamparan oleh mantan suami Arum terhadap Arini, anak kandungnya sendiri. Arum jelas tak dapat menerimanya.

Orang yang paling mencolok mencari masalah sebenarnya adalah gadis ini. Arum berpikir kalau hal tersebut disebabkan oleh Pak Hermawan. Arum mengira kalau Anya Pelakor terpengaruh sifat ayahnya, yang Arum tahu seperti apa. Karena itulah Arum datang pada Bu Maya untuk yang kedua kalinya dalam beberapa bulan ini. Pada pertemuan kedua, Arum berbicara untuk menyingkirkan Pak Hermawan, biang kerok sebenarnya.

“A-ampun, Bu. Pak Hermawan yang menyuruh kami.”

Akan tetapi Arum coba mengingat kalau Pak Hermawan tidak sebo-doh dan senekat ini. Tanpa orang suruhan dan semacamnya. Anya Pelakor datang sendirian dengan sebilah pisau dapur, yang Arum tidak tahu itu dapat diskon atau tidak.

Karena itulah Arum mencoba sedekat seperti sekarang, mencoba menemukan jawaban. Apa masalah kamu sebenarnya, gadis cantik ...

Sebelah tangan Arum menggerayangi kening Anya Pelakor. Sementara tatapan mereka bertemu, dipaksa Arum. Setiap gadis itu mengalihkan pandangan, Arum kembali membawanya ke tempat semula.

“M-mau apa lo? L-lepasin g-gue. Ica gob-lok, kok lo bengong? Tulungin!”

“Kamu diam di tempat,” kata Arum. Hanya kalimat singkat, tapi sudah cukup membuat si wanita berambut pirang membeku.

“Saya ulangi. Kita berdamai saja, tidak bisa?”

“S-setelah semua yang lo lakuin sama gue?”

Arum merengut lalu berkilat. “Apa? Apa? Coba bicara yang jelas. Apa yang telah saya lakukan sama kamu? Saya menjambak kamu? Saya minta maaf. Saya lemparin muka kamu dengan kacang panjang? Saya minta maaf. Atau memang hanya karena teguran budi pekerti dari oma kamu? Okay, saya minta maaf juga!”

Arum tertawa jengah, tidak percaya dengan apa yang dilakukannya. Dia meminta maaf pada orang yang sudah merusak rumah tangganya? Sempurna.

“Asal kamu tahu, Nak, seharusnya kamu berterima kasih sama oma kamu. Tanpa dia, kamu sudah jadi anak ya-tim sekarang ... saya serius.”

Semakin dalam Arum menatap mata Anya Pelakor, dengan kilatan kemarahan dan juga kebencian. “Dan kamu juga seharusnya bersyukur saat saya mengajak kamu berdamai. Karena itu saya lakukan demi Sekar Atmaja!”

Arum seperti orang yang kehabisan napas setelah meluapkan emosinya dalam kata. Sementara Anya Pelakor hanya bisa diam, lalu terasa tubuhnya yang melunak.

“Udah, ya, saya mau pulang. Cape.” Arum baru melepaskan dekapan penjara-nya. Karena Anya tetap saja diam, apalagi menjawab pertanyaan Arum yang tadi.

“Kamu harus pulang juga. Kasihan kandungan kamu. Terus jangan dipress begitu buat menyembunyikan kalau kamu lagi hamil. Saya tahu waktu kita ketemu itu, usia kandungan kamu sudah sekitar empat bulan. Lalu buku soal larangan ibu hamil agar tidak keguguran itu, kamu berniat sebaliknya, kan?”

Anya Pelakor masih diam, tapi tampak tertegun syok.

“Saya nggak tahu apa masalah kamu sebenarnya. Kamu dengan mantan suami saya ... Tapi ...”

Aruma : Ketika Dipecat Karena Selingkuhan Suami (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang