18. Tanpa Terasa

159 8 0
                                    

“Nggak, Arum!”

Mereka berdua kembali bertengkar, tapi sepakat untuk menjaga volume suara masing-masing. Karena Arum sudah terlalu malu bila sampai didengar orang di luar. Apalagi yang Arum lakukan saat itu. Sebegitu frustasinya.

“Aku nggak mau cerai!” Mas Dirga merobek surat cerai yang mesti ditanda-tangani, dia sebagai tergugat.

Arum hanya menyaksikan dengan amarah yang tertahan. Tapi bukan karena Mas Dirga merobek surat itu. Sama sekali bukan masalah besar. Mas Dirga robek dan tanda tangan atau tidak, perceraian akan tetap berlanjut. Ardian membantu mengajukan gugatan dengan memberikan file-file online yang tersimpan di drive e-mail Arum. Tanpa harus pulang ke rumah untuk mengambil berkas yang diperlukan, gugatan cerai Arum sudah terdaftar di pengadilan.

“Dia hamil, Mas!” Arum memberi penekanan. “Kita bisa saja memperbaiki masalah, tapi dia hamil! Kamu pikir aku rela dan ikhlas kalau ke depannya ada madu di antara kita?”

Arum menggunakannya sebagai alasan agar Mas Dirga tidak lagi keras kepala. Arum ingin membungkamnya sekarang, tanpa perlu lagi bertele-tele atau berakting demi sebuah bukti.

Selingkuhannya hamil. Itu sudah lebih dari cukup.

“Dia nggak hamil! Aku udah denger dari Anya! Pokoknya aku nggak mau cerai dari kamu!”

Arum kembali tertawa lagi dengan ekpresi wajah memilukan seperti akhir-akhir ini. Hati Arum sungguh sakit sekali. Lantas, kalau anak itu nggak hamil, aku mau memaafkan kamu, Mas?

No ...

Karena Arum bukanlah tipe wanita yang rela dimadu. Disakiti sedikit saja, Arum pasti akan membalas. Kehidupan semasa kecil membuat segalanya menjadi keras dan tegas.

Apalagi dengan rasa sakit luar biasa yang diterima dari mereka. Arum berpikir sudah berada di titik kebahagiaannya. Titik di mana Arum telah resmi berhenti untuk merasakan sakit.

Aku terlalu naif. Lupa bahwa dunia tak selalu baik-baik saja.

“Pembicaraan selesai. Jangan pancing kemarahan aku lebih dari ini, Mas. Kamu selingkuh, titik.”

Mas Dirga akhirnya tak berkutik saat Arum mencengkeram kerah bajunya. Tatapan benci begitu menusuk. Dan tatapan sayang yang begitu mendalam.

Arum melepaskannya perlahan lalu melangkah ke dalam kamar mandi seraya menangis tertahan. Sementara tiba-tiba ada panggilan dari Sekar yang mengusik sedihnya.

“Kita udah nggak sengaja ketemu tadi, tapi apa kamu tahu saya lagi sedih saat ini? Jangan menelepon ...”

“Tunggu, Bu Arum, jangan ditutup! Ini penting!”

Arum tetap mematikannya.

“Arum ...” Mas Dirga memanggil di luar sana, terdengar merana.

Akan tetapi Arum sudah tidak peduli. Karena Arum sudah terlanjur sedih yang teramat pilu.

***

“Bermain golf adalah salah satu cara untuk mengurangi rasa frustasi kamu, Arum. Sebagai psikiater kamu, saya menyarankan untuk mencobanya. Melihat hijaunya dunia dari kejauhan.”

Arum berterima kasih atas obat beserta saran-saran yang diberikan oleh psikiater pribadinya. Tanpa sepengetahuan semua orang, Arum mendatangi psikiater. Stres yang jelas ada ketika dia dipecat karena selingkuhan suaminya. Dipecat dari pekerjaan impian dan yang terlibat adalah suami Arum sendiri. Bagaimana rasanya? Arum seperti mau gi-la. Menahan amarah dan segalanya dan tetap berlagak seperti Arum yang biasanya.

Arum teramat menyayangi mereka dari dulu bahkan sampai sekarang. Arum tak dapat menyangkal hubungan mereka yang terjalin sejak lama takkan bisa terlupakan. Walau kini Arum sangat membenci mereka.

Aruma : Ketika Dipecat Karena Selingkuhan Suami (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang