Ramai sorak-sorai bertebaran diudara. Ada sebuah festival di pusat kota Seoul bernama Seoul lantern festival atau festival lentera Seoul yang diadakan setiap musim dingin di Korea Selatan yang menampilkan ratusan lampion. Festival ini bertujuan untuk menceritakan sejarah Korea dari era dinasti Joseon sampai era modern.
Festival yang diadakan malam hari ini terlihat sangat cantik saat ratusan lampion menghiasi aliran sungai Cheonggycheon. Memberikan kesan romantis di Seoul. Festival unik ini menjadi salah satu favorit wisatawan mancanegara dan warga domestik. Cuaca yang dingin tidak menjadi penghalang semangat mereka menyaksikan ratusan lampion diterbangkan.
Contohnya keluarga kecil Ahn Bohyun dan Kim Jisoo yang menikmati festival bersama putri sulung mereka yang baru berusia lima tahun dan satu lagi masih didalam perut. Jisoo saat ini sedang hamil empat bulan. Awalnya sang suami yakni Bohyun sempat menolak ajakan istrinya dengan beralasan cuaca dingin tidak baik bagi kesehatannya dan calon bayinya. Namun berkat rayuan dan bujukan maut Jisoo, Bohyun akhirnya setuju.
"Nini-ya, lihat lampionnya terbang" tunjuk Jisoo keatas langit.
Nini atau yang bernama lengkap Ahn Jennie itu terpukau. Banyaknya lampion yang terbang menciptakan keindahan dilangit malam. Orang-orang juga tampak bersemangat menyaksikan.
"Eomma kenapa lampionnya diterbangkan terus nanti lampionnya pergi kemana" Jennie bertanya kritis. Anak-anak memiliki jiwa penasaran yang tinggi atas apa yang mereka saksikan.
"Itu bermakna sebagai simbol untuk mencari pencerahan dan kebijaksanaan dalam kehidupan" Jennie menatap sang ibu mencoba mencerna penjelasan Jisoo yang tidak sampai ke otaknya.
"Maksudnya Eomma?" Jisoo tidak menjawab. Wanita itu hanya tersenyum seraya mengacak gemas rambut putrinya.
"Sayang, aku beli minum dulu ya" ucap Bohyun meminta izin pada sang istri.
"Ne Oppa"
"Appa ikut" Jennie sudah merentangkan tangan. Si paling lengket sama Appanya.
"No, Nini harus disini menemani Eomma" tolak Bohyun halus seraya menggerakkan jari ke kanan dan kiri.
Bibir cerinya mengerucut. Cemberut sebab tak diajak. Bohyun mencubit gemas pipinya sebentar dan berganjak membeli minum di sekitar area.
Sementara Bohyun membeli minuman, Jisoo mengajak Jennie membeli cemilan hangat. Ada pedagang hooteok di seberang sungai.
"Otte, Nini suka?"
"Emm enak Eomma" angguk Jennie. Pipi gembulnya bergerak-gerak setiap sang empu mengunyah. Dan hal tersebut memberikan kesan lucu bagi siapapun yang melihat.
Usai jajan, mereka kembali ke tempat tadi. Kasihan Bohyun kesulitan nanti mencari. Bertepatan mereka sampai, Bohyun pun tiba membawa dua botol air mineral.
"Appa minta air"
"Nah" Bohyun menyodorkan botol yang sudah ia bukakan tutupnya.
"Habis ini kita pulang ya, ini udah malam banget" kata Bohyun. Jisoo dan Jennie kompak mengangguk.
Semakin tinggi malam, cuacanya semakin dingin. Jaket tebal yang mereka pakai tak mampu menghangatkan tubuh. Akan tetapi saat hendak berjalan pulang, ada keributan terjadi di depan. Seorang pria memakai jaket hitam membawa sebilah pisau tajam.
Pria itu mendekat ke arah mereka. Tiba-tiba menusuk perut Bohyun membuat orang-orang menjerit ketakutan dan membubarkan diri. Sementara Jisoo terkejut mendapati pria tersebut dulunya merupakan mantan kekasihnya.
"Yak Haein apa yang kau lakukan!" jerit Jisoo. Memegang kedua lengan Bohyun yang kesakitan memegang perutnya.
"Akan ku lenyapkan dia agar kita bisa bersama" ujar Haein. Tatapan matanya kesetanan ingin membunuh Bohyun.
"Sudah ku bilang, kita nggak bisa kembali lagi"
Haein seolah tuli. Menarik jaket Bohyun ke tempat sepi dan memukulinya secara brutal. Jisoo menjerit meminta bantuan tetapi tidak ada sesiapapun yang datang. sedangkan Jennie ketakutan melihat insiden mengerikan tersebut.
"Haein hentikan!" teriakannya bak angin lalu bagi Haein. Dia tetap membabi buta menyerang Bohyun.
Jisoo tidak bisa hanya menonton. Suaminya dalam bahaya. dia harus melakukan sesuatu. Mencari benda sekitar yang sekiranya bisa digunakan sebagai senjata untuk menyerang. Ada sebuah batu berukuran besar. Jisoo mengambilnya dan mengendap-endap di belakang memukul keras kepala Haein.
Haein berhasil ia lumpuhkan namun pria itu masih sadarkan diri. Terlihat bersusah payah bangkit lagi. Jisoo lantas memukul berkali-kali kepalanya hingga tengkorak kepalanya pecah. Haein meninggal ditempat dan diwaktu bersamaan polisi datang ke lokasi.
Ada dua pria terluka. Ketika dicek, Haein meninggal. Karena Jisoo masih memegang batunya, ia lantas di tangkap sebagai tersangka pembunuhan. Satu petugas lagi menghubungi ambulance untuk membawa Bohyun ke rumah sakit.
"Anda kami tangkap atas kasus pembunuhan. Silahkan jelaskan semuanya saat di kantor" ucap petugas memborgol kedua tangan Jisoo dibelakang.
Jisoo tidak memberontak. Ia hanya diam pasrah. Setidaknya Bohyun selamat.
"Paman, paman mau bawa kemana Eomma Nini" ujar Jennie yang masih polos melihat sang ibu diseret ke dalam mobil.
"Tunggu sebentar pak" kata Jisoo. Polisi tersebut mundur, memberi mereka kesempatan untuk berbicara.
"Nini temani Appa ya. Eomma akan secepatnya menyusul kalian" ucap Jisoo menyunggingkan seutas senyum. Membelai lembut pipi sang anak yang berkaca-kaca.
"Tidak. Nini mau ikut Eomma"
"Eomma akan kembali. Nini nurut ya. Anak Eomma kan pintar"
"Janji ya. Eomma harus segera kembali" kata Jennie mengacungkan kelingkingnya.
"Iya, Eomma janji nak" kata Jisoo.
Jisoo dibawa ke dalam mobil polisi. Jennie mengejarnya dari belakang dan Jisoo melihatnya dari kaca spion. Air matanya pun menetes mewakili perasaan. Jisoo takut tidak bisa memenuhi janjinya kepada Jennie. Apalagi pelanggaran yang telah dia lakukan berat. Ia bisa dihukum puluhan tahun dipenjara.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
After That Day ✓
FanfictionSetelah hari itu, malam festival yang seharusnya dipenuhi tawa bahagia berubah menjadi malapetaka dalam sekejap. - BLACKPINK -