Di kota lain, hidup Bohyun dan Nara menderita. Mereka selalu bertengkar setiap harinya karena masalah ekonomi. Semenjak Jennie meninggal, mereka kehilangan sumber uangnya. Bohyun pun malas mencari kerja.
"Kamu kerja atau gimana kek, mau sampai kapan kita misin terus" omel Nara sejak tadi terus mengoceh. Wanita itu stress karena tidak bisa berfoya-foya dan menghambur-hamburkan uang lagi.
"Kenapa kamu tidak ikut cari kerja juga. Selalu ngandelin aku terus. Perusahaanku bangkrut kan gara-gara kamu juga" balas Bohyun yang sudah jenuh sama kelakuan Nara yang setiap hari mengeluh kepadanya.
"Yang kepala keluarga kan kamu. Kamu wajib menafkahi anak dan istrimu bukan malah sebaliknya"
"Aku butuh dana untuk mulai membangun perusahaan lagi. Mencari pekerjaan saat ini sangat susah. Lamaranku selalu ditolak"
"Kamu kan bisa minjam uangnya ke ayah kamu. Dia kan pengusaha juga. apa salahnya bekerja diperusahaanya" saran Nara yang tidak kepikiran selama ini olehnya.
"Besok akan ku tanya pada Appa" ucap Bohyun sedangkan Nara beranjak masuk ke kamar.
Mendekati hari H pernikahan, Jisoo ditemani Suho balik ke Seoul untuk mengunjungi makam Jennie. Meminta restu pada si sulungnya sebab sebentar lagi ia akan melepas status jandanya.
"Jennie-ya, mianhae. Eomma baru menemui sekarang. Eomma tidak bisa sering-sering datang menemuimu. Kota ini menyimpan banyak kenangan pahit bagi Eomma. Kamu mau kan maafin Eomma?" Perlahan-lahan air mata Jisoo turun sedikit demi sedikit dari bola mata sendunya.
"Eomma kesini mau ngenalin kamu sama seseorang. Paman disamping Eomma ini adalah calon ayah barumu. Namanya Kim Suho. Kami akan segera menikah. Nini pasti setuju kan. Eomma janji akan bahagia setelah ini seperti harapmu" Jisoo mengusap batu nisan bernama Ahn Jennie tersebut. Mendekatkan wajah kemudian mencium batunya. Luka dihati Jisoo sama seperti tanah kuburannya yang masih membasah.
Setiap memikirkan Jennie ataupun berkunjung ke makamnya, Jisoo selalu tidak dapat mengontrol emosinya. Tangan kanannya mencengkram gundukan tanah itu dan menangisinya. Penyesalan Jisoo tak berujung. Ia tidak bisa berhenti menyalahkan diri atas apa yang menimpa Jennie.
Suho lantas menarik tubuh rapuh Jisoo ke dalam dada bidangnya. Saking rapuhnya, saat dia memegang tangannya seolah-olah itu akan patah. Luka yang tidak ada obatnya adalah luka kehilangan orang dicintai.
Si kembar Chaeyoung dan Lisa hanya melamun menatap nanar gundukan tanah di depan. Air matanya telah mengering. hanya tinggal sesak yang bersemayam didada. Sosok kakak yang selama ini berperan sebagai ibu itu telah tiada. Sosok yang terlihat kuat diluar namun rapuh didalam. Jennie Unnie mereka memilih pergi duluan sebelum dipanggil lantaran tak sanggup lagi menahan kejamnya dunia. Bayang-bayang ketika mereka bersama melintas dikepala. Bahkan aroma tubuh Jennie yang harum masih tercium di hidung mereka.
"Unnie" suara Lisa dan Chaeyoung bergetar. Membayangi wajah teduh sang kakak, memancing si buliran bening itu untuk keluar.
"Unnie mianhae. Kami tidak bisa melindungi Unnie dari mereka" lirih Chaeyoung bercucuran air mata. Lisa sang kembaran lantas memeluk kakak kembarnya untuk saling menguatkan dan menangis bersama.
Hati Jisoo semakin teriris. Lekas ia hampiri buah hatinya dan melingkupi mereka dengan pelukan terhangat yang ia punya. Suho pun tak kuasa menahan air matanya. Mereka masih kecil untuk merasakan kehilangan.
Usai berpamitan pada Jennie, mereka balik ke Jeju. Jisoo tidak mau mengunjungi keluarganya untuk meminta restu karena mereka telah memutuskan hubungan dengannya. Satu-satunya keluarga Jisoo yang tersisa di Seoul hanyalah Jennie.
Tiba harinya. Hari ini adalah pernikahan Jisoo dan Suho. Pernikahan mereka diselenggarakan secara tertutup. Hanya keluarga yang diundang demi menjaga privasi Jisoo. Suho melakukannya lantaran tidak ingin orang lain bertanya-tanya tentang asal usul masa lalu istrinya yang kelam. Bersanding dengan Suho mengingatkan Jisoo dengan Bohyun. Mereka sama-sama pewaris tunggal dari pengusaha kaya raya. Jisoo berharap Suho tidak seperti Bohyun. Ia tidak mau pernikahan ini berakhir dengan bencana.
Selesai resepsi, pengantin baru tersebut duduk dibibir kasur dengan perasaan canggung. Kedua-duanya tidak berbicara apapun. Membiarkan dentingan jam mengisi kekosongan suasana. Ini malam pertama mereka dan mereka menghabiskannya dengan melamun.
"Jisoo-ya" Suho bersuara memecah keheningan malam. Jisoo menoleh ke arahnya. Dari jarak sedekat ini Jisoo bisa melihat wajah tampan suaminya.
"Ne?"
"Gantilah baju lalu tidur. Kamu pasti capek seharian duduk dipelaminan" ujar Suho pada akhirnya. Untuk Jisoo yang sudah berpengalaman, ia tau kalau suaminya itu menginginkan sesuatu.
"Ada sesuatu yang mengganggumu?"
"Anniyo" geleng Suho cepat.
"Lalu kenapa aku melihatmu seperti gelisah?"
"I-itu bolehkah kita menghabiskan malam pertama ini bersama?" Jisoo tersenyum tipis. Sudah dia duga.
Mereka menghabiskan malam pertama sebagai pengantin baru dengan penuh cinta. Suho telah terlanjur mencintai Jisoo sementara Jisoo masih ditahap belajar mencintainya. Bukan hal mudah untuk menata hati seperti semula. Jisoo bodoh saat mencintai seseorang. Dan ia tidak mau mengulangi kesalahan yang sama. Pernikahan ini tak lain hanyalah sebatas kebahagian anak-anak. Si kembar butuh ayah dan ia butuh pendamping sebagai sandaran lelah.
"Jisoo-ya. Aku mencintaimu" lirih Suho membelai wajah Jisoo penuh kasih sayang.
"Kamu yakin tidak akan menyesal menikahiku?" tanya Jisoo. Pertanyaan itu berulang kali ia ajukan kepada Suho.
"Sayang, aku yakin kau istri terbaik untukku dan ibu terbaik untuk anak-anakku"
"Berjanjilah untuk menyayangi si kembar seperti nyawamu sendiri. Saat aku tak bersama mereka jangan disakiti. Kau bisa melampiaskan kesalahan mereka padaku" mata Jisoo mulai berkaca-kaca.
"Sayang, aku mencintaimu dan pastinya aku menyayangi anakmu. Dia bukan hanya anakmu tetapi juga anakku. Tidak semua laki-laki itu brengsek seperti mantan suamimu dan tidak semua ayah tiri itu jahat. Kamu bisa percaya padaku" yakin Suho. Jisoo mencari kebohongan didalam matanya tetapi mata itu menunjukkan kesungguhan.
"Aku hanya takut kehilangan lagi" lekas Suho bawa tubuh Jisoo ke dalam dadanya. Ia paham perasaan Jisoo. Trauma itu seperti selamat dari kecelakaan tetapi cacat seumur hidup. Meskipun mustahil untuk sembuh, Suho akan berusaha mengobati lukanya.
"Maaf, seandainya kita bertemu lebih awal. Maka kamu tidak akan semenderita ini"
"Aku tidak menyesal menikahinya. Karena dengan begitu aku mendapatkan anak-anak yang kuat dan hebat" imbuh Jisoo menatap Suho. Suho mengangguk seraya tersenyum kecut.
"Terimakasih sudah menerima kami dalam hidupmu"
"Aku lebih beruntung memilikimu nyonya Kim"
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
After That Day ✓
أدب الهواةSetelah hari itu, malam festival yang seharusnya dipenuhi tawa bahagia berubah menjadi malapetaka dalam sekejap. - BLACKPINK -