11. Mesin Penghasil Uang

460 82 14
                                    

Hari itu menjadi kunjungan terakhir Jennie ke tempat Jisoo. Waktu demi waktu berlalu sesuai ketetapannya. Jennie masih menjadi tulang punggung untuk Chaelisa dan ia terpaksa berhenti sekolah. Padahal hanya tinggal sedikit lagi. Ujian akhir sekolah sudah di depan mata dan dia tidak mengikutinya. Jennie gagal menamatkan pendidikannya di jenjang SMP.

Sekarang ia terpaksa menjadi tulang punggung keluarga setelah perusahaan Bohyun bangkrut satu bulan yang lalu. Bohyun menjual putri sulungnya untuk disetubuhi pria-pria tua kaya disetiap malam di rumah bordil. Jennie dipaksa memakai baju seksi dan berdandan seperti orang dewasa.

"Aku tidak mau Appa!"

"Kau melawanku? Kau pikir siapa yang selama ini membiayai hidupmu?! Aku kan. Ibumu yang pembunuh itu hanya bisa menumpangkan anaknya padaku dan kau berani menantang ucapanku!" marah Bohyun dengan tangan memegang tongkat bisbol.

Semenjak menikah dengan Nara, Bohyun berubah total. Awal-awalnya pria itu masih baik dan menyayanginya namun kini berubah sangat membencinya. Perusahaanya bangkrut karena istrinya sendiri yang mencuri semua saldo rekening perusahaan tetapi ia melampiaskan kesalahan Nara kepadanya. beralasan kalau Nara terpaksa mencuri demi menghidupi mereka semua.

"Kenapa harus aku yang Appa jadikan boneka. Sampai kapan lagi aku harus hidup dibawah penyiksaan kalian" jerit Jennie frustasi.

"Kalau bukan kamu siapa lagi? atau kau mau adikmu menggantikan tempatmu. Aku sih tidak masalah" smirk Bohyun melirik Chaelisa yang berdiam diri ketakutan ditempatnya.

"Jangan pernah sentuh mereka! Cukup aku yang kau rusak!"

"Kalau kau tidak mau, sekarang pergilah bekerja dan dapatkan banyak uang!" teriak Bohyun menunjuk pintu luar menggunakan tongkat bisbol ditangannya.

Jennie menghapus air matanya. Bedak make up di wajahnya yang luntur tak ia hiraukan. Selagi bukan adik-adiknya yang lelaki itu sentuh ia rela tubuhnya dirusak oleh lelaki yang bukan suaminya.

"Unnie mau kemana. Jangan tinggalin kami. Kami takut" ujar Lisa menahan tangan sang kakak yang melewati tubuh mereka.

"Kalian tidur dulu hum. Unnie mau cari uang yang banyak"

"Aku mau tidur sama Unnie" rengek Chaeyoung memeluk lengan Jennie.

Si kembar tidak pernah menganggap Bohyun sebagai ayah. Bahkan ia memanggilnya dengan sebutan ahjussi walau mereka tau dia adalah ayahnya. Dan Nara, dimata Chaelisa perempuan itu adalah jelmaan iblis dari api neraka. Chaeyoung dan Lisa sering mendapatinya memukuli Jennie hingga tak berdaya tanpa alasan yang jelas.

"Cepat Jennie!" teriakan Bohyun mengejutkan kakak beradik itu.

"Unnie tidak bisa. Nanti setelah pulang Unnie akan menemani kalian. Unnie janji" bujuk Jennie menyimpan kedua tangannya dipipi masing-masing sang adik.

"Tapi aku takut"

"Kalian kunci saja pintu kamarnya eoh. Unnie punya kunci cadangan" Chaelisa terpaksa mengangguk melepaskan sang kakak pergi bekerja ditengah malam.

Orang yang memesannya hari ini sudah menunggu dari tadi di kamar. Jennie menarik napas dalam. Ia tidak ingat sudah berapa pria tua ia layani dalam semalam.

"Kamu kemana saja"

"Maaf, tadi ada masalah sedikit di rumah" ujar Jennie gugup.

Lelaki seumuran ayahnya itu tersenyum mesum ke arahnya. Menggendong tubuhnya layaknya karung beras menuju kasur. Jennie hanya dapat memejamkan mata ketika tangan lelaki itu mulai bergerak melepas seluruh bajunya. Malam itu Jennie hanya dapat menangis. Ia masih kecil namun sudah kehilangan mahkota yang selama ini dia jaga.

"Eomma mianhae. Anakmu ini sudah terlalu kotor"

Dipenjara, Jisoo menjalani hukumannya dengan baik. Tidak sabar menunggu hari dibebaskan. Bulan depan Jisoo sudah bisa berkumpul lagi bersama anak-anak dan hidup bahagia di kampung halamannya, Jeju.

Sedikit menyesal telah melarang Jennie datang, sebab putri sulungnya itu tidak pernah lagi mengirim surat. Terakhir sepuluh tahun lalu. Saat Jennie dan Chaelisa datang berkunjung.

"Kenapa wajahmu sangat cerah hari ini ku lihat"

"Bulan depan aku sudah bebas Unnie. Aku bisa bertemu anak-anakku lagi" ungkap Jisoo bersama seutas senyuman manis.

"Kalau aku lebih baik tinggal disini. Bebas pun anak-anakku tidak akan datang menyambutku" ujar Yejin membuat suasana menjadi hening.

"Ah, maksudku aku senang bisa bebas tapi disini lebih seru karena ada banyak teman" Yejin buru-buru memperbaiki ucapannya saat melihat raut sendu diwajah mereka.

"Seru apanya. Makanan disini tidak enak, ruangannya sempit dan tidur cuma beralaskan karpet saja. Aku yang sudah tua ini sering pegal-pegal" timpal Minyoung mengatakan keluh kesahnya.

"Majayo. Kalau kita bebas kita bisa melakukan apa saja diluar. Membeli makanan enak dan melakukan hal-hal yang menyenangkan" sahut Sohee berkomentar.

Jisoo tersenyum mendengar ucapan mereka. Semua orang disini pasti ingin bebas dan berkumpul lagi bersama keluarga tercinta. Andaikan Jisoo tau jika putrinya selama ini disiksa akan seperti apa perasaanya.

Usai mendapatkan bayaran atas jasa yang ia lakukan, Jennie meminum obat pil di dalam sebuah botol. Obat tersebut adalah penghambat kehamilan. Bohyun sengaja memberikannya agar Jennie dapat ia gunakan terus sebagai mesin penghasil uang.

Sebelum masuk ke rumah, Jennie pergi ke taman belakang dekat semak-semak. Menggali tanah disana dan menyimpan sebagian uang untuk tabungan Chaeyoung dan Lisa bersekolah. Sementara untuk uang makan, Jennie menggunakan uang dari hasil pekerjaannya sebagai pengantar makanan.

Di depan sofa, Bohyun dan Nara duduk santai menunggunya pulang untuk merampas hasil kerja kerasnya.

"Kemarikan seluruh uangmu" tanpa perlawanan, Jennie melempar tasnya dan disambut baik oleh Bohyun.

"Kenapa cuma segini"

"Mana ku tau. Cuma segitu yang dia berikan padaku" jawab Jennie.

"Kau menyembunyikannya?" Nara mengecek seluruh kantong disaku Jennie untuk memastikan kalau gadis itu tidak menyembunyikan uang dibalik tubuhnya.

"Sudah ku bilang tidak! Sudahlah aku mau tidur" ujar Jennie beranjak pergi meninggalkan pasangan itu disana.
















Tbc

After That Day ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang