14. Apa Salahku Appa

423 86 10
                                    

Akibat perbuatan Jisoo, anak-anak ikut kena karmanya. Chaelisa sering diejek anak pembunuh oleh teman-teman sekolah dan mereka tidak berani melakukan pembelaan. Chaelisa hanya mampu diam. kalau macam-macam mereka bisa terancam dikeluarkan dari sekolah.

Seperti janjinya semalam, Jennie menjemput si kembar di sekolah dan menitipkannya pada suami bibi Seo dan anaknya di rumah. Menyembunyikan sementara mereka disana dari jangkuan Bohyun.

"Dimana adik-adikmu"

"Untuk apa lagi Appa mencarinya?!" jawab Jennie menantang ucapan sang ayah.

"Belum puas kakimu ku buat patah hum, mau ku patahkan yang sebelahnya lagi" ancam Bohyun tak membuat Jennie gentar. Luka-luka itu mengajarkannya menjadi kuat.

"Bagian tubuhku mana lagi yang mau Appa rusak? Apa Appa sedikitpun tak mengasihaniku. Aku anakmu Appa. kenapa menyiksaku sekejam ini. Kesalahan apa yang telah ku perbuat hingga apa sebenci itu kepadaku" tutur Jennie panjang lebar berhasil mempengaruhi Bohyun.

Pria paruh baya itu terdiam merenungi perbuatannya. Jauh dalam lubuk hatinya, Bohyun merasa bersalah. Jennie tidak salah begitupula dengan Jisoo. Emosi sesaatnya membuat ia tak mampu mengendalikan amarah. Ia tertekan oleh Nara namun melampiaskannya kepada anak-anak.

"Salahku apa Appa? APA?!" jerit Jennie berderai air mata. Lamunan Bohyun tersentak. Dirinya spontan melarikan pandangan ke lantai marmer saat tak sengaja bertatap mata dengan wajah penuh luka sang anak.

"Dulu kita sangat bahagia. Menghabiskan banyak waktu bersama sambil tertawa namun kejadian satu malam itu merubah semuanya. Ibuku dipenjara dan ayahku berubah" ada rasa sakit menjalar didada Bohyun mendengar itu. Ia tidak menyangkalnya.

"Appa merusakku demi uang. Kehormatan yang selama ini ku jaga apa jual seolah diriku adalah barang murahan yang bisa dipakai oleh sembarangan orang. Appa, jika sudah begini apakah aku masih layak hidup. Laki-laki mana nanti yang mau menikahiku saat tau kalau aku tidak lagi perawan. Laki-laki mana yang harus ku percaya saat cinta pertamaku sendiri adalah luka terbesar dalam hidupku. Laki-laki mana Appa?!" tangis Jennie bercucuran.

Bohyun melengos pergi begitu saja meninggalkan rumah tanpa mengatakan apapun. Maid yang sejak tadi menguping dibalik lemari dapur tak sadar meneteskan air mata. Setelah puas menumpahkan emosinya, Jennie berdiri susah payah. Ia harus pergi bekerja. Adik-adiknya harus tetap makan dan sekolah. Dengan kondisinya sekarang tak memungkinkan Jennie bekerja berat. Kendati demikian, mendapatkan pekerjaan saat ini sangat sulit. Jennie terpaksa menjadi kuli panggul di pasar Seoul demi mendapatkan pundi-pundi uang.

Bersama kakinya yang pincang, Jennie menenteng satu kantong plastik berisi dua potong mandu sebagai menu makan siang. Jennie sengaja berhemat untuk menabung. Uang itu akan dia berikan pada Jisoo untuk kebutuhan mereka nanti. Setiap pulang bekerja, ia selalu menyempatkan diri melewati penjara.

"Maaf Eomma. Aku tidak mau Eomma tau kalau putrimu ini telah banyak berubah" gumam Jennie menatap bangunan tua tersebut kemudian melanjutkan perjalanan.

Di dalam kamar, Jennie duduk di meja belajar menuliskan apapun yang ia alami dalam buku diary. Hanya buku temannya bercerita dikala ia tidak memiliki sandaran.

"Apa anakmu tidak bekerja lagi di bar?" Nara bertanya. Menyimpan kepalanya di dada kotak telanjang sang suami yang kini melamun.

"Mereka tidak menerima gadis pincang" jawab Bohyun menghela napas berulang kali.

"Dasar tidak berguna" dengus Nara. Sumber uangnya tidak dapat digunakan lagi.

"Lakukan sesuatu Yeoubo. Kamu mau hidup kita semakin miskin" desak Nara.

"Aku sedang berpikir Nara! Kenapa kau tidak meminta bantuan kepada orangtuamu agar aku bisa memulai perusahaan lagi" ujar Bohyun.

"Mereka tidak mau. Appa bilang itu urusan kita dan dia tidak mau ikut campur"

"Bilang saja ayahmu itu pelit" ketus Bohyun membalikkan badan memunggungi Nara.

"Ck, anakmu itu saja yang tidak berguna. Siapa yang menyuruhnya pincang" gerutunya membuat telinga Bohyun berdengung. Di otak Nara hanya ada uang dan uang.

"Bagaimana kalau kita suruh saja dia mencuri"

"Dengan keadaannya begitu ia akan mudah tertangkap" ucap Bohyun mematahkan saran konyol Nara.

"Lalu jika semuanya tidak bisa, apa rencanamu. Kita jual saja ginjalnya satu lagi"

"Dan dia mati" sambung Bohyun.

Diumur 12 tahun, mereka membawa Jennie ke rumah sakit untuk diambil ginjalnya. Bohyun bilang mereka tidak memiliki uang lagi dan berjanji akan memberinya setengah dari uang itu untuk biaya pengobatan si kembar di rumah sakit karena demam tinggi. Bohyun memang membayar biayanya tetapi sisa uangnya ia ambil untuk berfoya-foya.

"Anak itu kan sudah tidak berguna lagi. Jadi untuk apa dipertahankan. Ia cacat dan sudah tidak perawan. Menurutmu siapa orang yang bakal mau sama dia nantinya" ujar Nara tertawa mengejek.

"Sudahlah, aku mengantuk. Bicara denganmu tak pernah ada habisnya" sebal Bohyun menarik selimut sampai setinggi dada.











Tbc

After That Day ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang