Sudah lima bulan Jisoo ditahan. Setiap Jennie datang berkunjung Jisoo selalu menolak kunjungan putrinya. Alhasil anak itu menerobos masuk. Berlari ke ruangan sang ibu membuat petugas mengejar langkah si bocah ke dalam.
"Eomma, ini Nini. Buka pintunya Eomma" di dalam sana Jisoo menangis disudut ruangan. Ia terkejut mendengar suara Jennie diluar.
"Adek, ayo pulang. Ibumu tidak mau menemuimu" kata petugas.
"Tidak. Aku mau ketemu Eomma. Eomma buka pintunya" Jennie menggedor-gedor pintu ruangan Jisoo.
"Ayo, paman antar pulang. Tempat ini tidak baik untukmu" bujuk petugas lain yang tak sengaja melihat Jennie.
"Aku mau ketemu Eomma sebentar"
Karena tidak ada pilihan lain, dua petugas tersebut menyeret paksa Jennie keluar dari sana. Jennie menjerit histeris memanggil sang ibunda.
"Eomma~" isakan Jisoo semakin menjadi-jadi.
Jennie tidak boleh terus-terusan datang. Tempat ini berbahaya. Banyak pelaku kriminal disini. Jisoo tidak mau anaknya kenapa-kenapa meski hatinya menyimpan segudang rindu.
Kandungannya pun semakin tua. Sebentar lagi Jisoo akan melahirkan. Hanya tinggal menghitung hari. Kabarnya ia harus melahirkan dipenjara. Membayangkannya saja Jisoo tidak sanggup. Bayinya harus lahir ditempat terkutuk ini yang sekalipun tidak pernah masuk dalam list keinginannya.
"Maafin Eomma nak. Nini tidak boleh sering-sering datang. Setelah dedeknya lahir nanti baru Nini boleh kesini" gumam Jisoo mengusap perut besarnya.
Dan disisi lain, sikap Bohyun mulai berubah. Sering membentak bahkan tak jarang memukul Jennie demi membela istrinya. Nara saat ini sedang hamil empat bulan. Wanita itu mengaku Jennie sering berlari-larian di depannya hingga kadang nyaris menyenggolnya hingga terjatuh. Padahal semua itu tidak benar. Semua hanya bohongan belaka Nara agar Bohyun membenci anaknya.
"Appa sudah bilang jangan lari-larian dan menyusahkan Mommy mu. Dia sedang hamil. Kamu mau adik bayimu kenapa-kenapa" Bohyun memarahi Jennie di depan Nara. Disaksikan oleh maid yang diam-diam mengintip dibalik tembok.
"Tidak" jawab Jennie menundukkan kepala.
"SEKARANG MASUK KE KAMAR!" tubuh Jennie bergetar sehabis dipukuli dengan ranting kayu oleh Bohyun.
Sesampainya di kamar Jennie baru bisa menumpahkan emosinya. Ayah dan ibunya berubah tanpa sebab. Sejak malam festival itu hidupnya jadi berantakan. Jennie tidak mengerti apa kesalahannya. Mengapa dia diabaikan dan difitnah sekeji itu.
"Eomma, Appa jahat hiks hiks"
Setelah memarahi dan memukul anaknya siang itu, Bohyun tidak pernah lagi melihat Jennie disekitar rumah. Timbul secuil rasa khawatir di dadanya.
"Aku mau ngecek Jennie dulu" kata Bohyun.
"Kamu mau kemana sih. Temani aku unboxing belanjaan" ujar Nara menahan lengan berotot suaminya.
"Cuma sebentar Nara" tegas Bohyun membuat Nara menggeram.
Bohyun masuk ke kamar Jennie tanpa mengetuk pintu. Jennie yang sedang bermain dengan bonekanya di karpet terperanjat kaget tatkala pintunya di dobrak kasar. Jennie mulai ketakutan ketika Bohyun berjalan mendekat. Beringsut mundur ke belakang sampai tubuh mungilnya terpojok ditembok.
"M-maaf Appa. Aku janji akan membereskannya nanti" cicit Jennie. Bohyun dapat lihat tubuh mungilnya menggigil ketakutan.
Karena Jennie hanya memakai singlet dan celana pendek, Bohyun bisa lihat memar yang ia buat di sekujur tubuh sang anak. Hatinya mencelos. Timbul rasa bersalah di dada. Tidak seharusnya ia memukul putrinya seperti itu.
"Kenapa tidak pernah main diluar. Appa pikir kamu kenapa-kenapa" tanya Bohyun lemah lembut supaya Jennie tidak takut.
"Aku takut membuat Appa marah. Maaf" bahkan untuk menatap matanya saja anak itu tidak bisa. Jennie takut dengan dirinya.
"Yeoubo" suara Nara datang bergabung.
Karena tak hati-hati, kakinya tak sengaja menginjak mainan Jennie membuat wanita itu mengaduh sakit.
"Sialan! Siapa yang menaruh mainan disini" saat melihat Jennie menunduk di sudut tembok. Amarahnya mendidih. Entah mengapa ia sangat membenci anak itu.
"Dasar anak tidak berguna bisanya cuma nyusahin orang. Mati aja sana kalau nggak ikut ibumu itu ke penjara. Dasar anak pembunuh!" cerocos Nara menendang-nendang tubuh mungil Jennie.
Jennie melindungi kepalanya. Nara menginjak-injak dada dan perutnya secara membabi buta. Bohyun segera menarik tubuh istrinya menjauh dari Jennie.
"Hentikan Nara! Apa yang kamu lakukan?!"
"Wae, kamu berani bentak aku demi anak sialan ini"
"Kau tidak berhak menyakiti putriku!"
"Lantas kemarin kau tidak menyakitinya" Bohyun terdiam seribu bahasa ketika Nara membalikkan keadaan.
Sementara Jennie terbaring lemas ditempatnya. Luka kemarin saja belum sembuh kini luka baru datang lagi. Nara seperti iblis berwajah malaikat dimatanya. Ia takut setiap bertatap muka dengannya. Mereka berdua sama-sama menyeramkan.
Bohyun menyeret tangan Nara keluar dari kamar putrinya. Meninggalkan Jennie bersama luka. Tangan Jennie meraih boneka beruang coklat yang tergeletak disebelahnya kemudian dipeluk. Membayangkan dirinya sedang memeluk Jisoo.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
After That Day ✓
FanfictionSetelah hari itu, malam festival yang seharusnya dipenuhi tawa bahagia berubah menjadi malapetaka dalam sekejap. - BLACKPINK -