15. Titik Terendah Jennie

517 93 8
                                    

Mendekati hari H, Jennie semakin semangat mencari uang diberbagai tempat. Uang tabungannya telah terkumpul banyak. Cukup membeli rumah baru di kota lain. Soal Bohyun, Jennie serahkan pada sang ibu.

"Chaeng, Lisa. Ingat ini baik-baik ya. kalau Eomma pulang nanti, sebelum pergi ambilah uang yang Unnie simpan di dalam semak-semak depan rumah kemarin. Kalian ingatkan tempatnya" ujar Jennie panjang lebar membuat anak kembar itu kebingungan.

"Ne, lalu?"

"Uang disana cukup untuk membeli rumah ditempat baru"

"Kenapa tidak Unnie saja yang bilang. Kan Unnie yang menyimpannya" kata Lisa membuat Jennie terdiam beberapa saat.

"Unnie harus pergi ke suatu tempat"

"Apa Unnie tidak akan ikut kami. Unnie mau pergi kemana" rengek Chaeyoung menarik-narik lengan hoodie sang kakak.

Jennie tidak menjawab. Gadis pemilik gummy smile itu hanya tersenyum teduh kemudian menarik tangan adik-adiknya untuk didekap.

"Kemanapun nanti Unnie pergi itu adalah tempat terindah yang selama ini Unnie inginkan"

"Chaeng ikut"

"Lili juga" ujar mereka sahut-sahutan membuat Jennie terkekeh kecil.

"Tidak bisa. Kalian harus menemani Eomma" tolak Jennie halus. Ada sebuah rahasia ia sembunyikan dari Chaelisa. Entah apa itu Jennie tidak mau memberitahunya.

"Dan ini nanti kasih ke Eomma ya. Jangan dibaca" peringat Jennie memberikan buku diary miliknya pada Lisa.

"Kita akan bahagia dan berkumpul lagi bersama Eomma dan Appa tidak bisa lagi mengganggu kita" ucap Jennie bersama seutas senyuman dibibir cerinya.

Nara risih melihat Jennie berada di rumah jam segini alih-alih keluar mencari uang. Sejak kakinya pincang pendapatan Jennie berkurang. Tanpa mereka berdua ketahui Jennie menyimpan sebagian besar uangnya ditempat tersembunyi.

"Yaa! Apa kau tidak bekerja. Cari uang sana bukan duduk santai aja di rumah" ujar Nara menarik atensi Jennie yang sedang menonton tv.

"Kalau mau uang cari aja sendiri. Ngapain nyuruh-nyuruh orang"

"Kamu tuh tinggal disini menumpang! Seenggaknya tau diri dong"

"Apa uang yang yang selama ini ku kasih masih kurang? Lagian aku tidak tinggal gratis disini. Aku menyetor semua hasil kerja kerasku pada kalian" jawab Jennie membuat Nara semakin geram. Anak ini sekarang suka menjawab ucapannya.

"Yeoubo lihat anakmu ini" adu Nara menunjuk Jennie sementara yang ditunjuk bersikap acuh tak acuh.

"Pergilah bekerja atau jangan harap bisa pulang kesini" ancam Bohyun.

"Apa yang Appa bisa selain mengancamku. Kepala keluarga disini kan Appa, bukan aku"

"Jangan membantah atau aku akan membunuhmu"

"Dari dulu pun aku sudah mati ditanganmu" Jennie tidak pernah merasa hidup sepuluh tahun belakangan ini. Mental dan fisiknya telah lama mati. Dan penyebabnya adalah ayah kandungnya sendiri.

"Cepat pergi atau adikmu ku lukai" Bohyun tau titik kelemahannya berada dimana. Mau tak mau, suka tak suka Jennie berganjak meninggalkan rumah. Berdebat dengan ayah tidak ada gunanya. Bohyun memiliki seribu cara licik untuk mengalahkannya.

"Eomma, aku tidak kuat lagi" lirih Jennie disepanjang trotoar jalan.

Pikiran Jennie buntu. Tidak tau kemana hendak mengadu. Sepuluh tahun ini cukup menjadi mimpi buruk disepanjang hidupnya. Jennie mau semua penderitaan ini berakhir.

Ayahnya yang lembut berubah kejam semenjak menikah bersama wanita iblis itu. Jennie tidak mengerti mengapa Bohyun sangat menyayangi Nara walau Nara hanya bisa menghabiskan uang. Ia tetap membela istrinya saat Nara terang-terangan mencuri uang perusahaan dan menyebabkan perusahaanya bangkrut.

Karena tubuhnya sudah sangat lemas, Jennie pulang dengan uang seadanya. Bohyun marah besar namun ia tidak peduli. Dengan fisik cacatnya, apa yang bisa ia lakukan. Berjalan saja ia kesulitan.

"Aku mohon tolong lihat aku sebagai anakmu sekali saja Appa" mohon Jennie duduk bersimpuh di kaki sang ayah yang memegang tongkat bisbol.

Bohyun memandang Jennie tanpa belas kasihan. Luka-luka yang ia ciptakan ditubuh Jennie sama sekali tidak membuatnya menyesal.

"Aku capek Appa. Aku udah sebisa mungkin bertahan untuk tetap hidup. Aku capek hiks" ujar Jennie diakhiri isakan kecil. Bohyun berlalu begitu saja meninggalkan Jennie disana. Ia tidak suka melihat perempuan menangis di depannya.

Selama ini Jennie hanya mampu memendam luka-lukanya tetapi sekarang ia sudah berada dititik terendahnya.

Dibalik kaca jendela kamar, Jennie merenung seorang diri. Membiarkan pikiran berjalan jauh dari mansion.

"Apa keputusanku ini tidak akan menyakiti siapapun, termasuk Eomma?" monolog Jennie bertanya kepada dirinya sendiri.

Gadis itu keluar dari kamarnya menuju kamar si kembar di kamar sebelah. Adik-adiknya sudah tertidur pulas. Jennie mencondongkan tubuhnya untuk mencium kening si kembar.

"Unnie, mianhae. Kalian harus tetap hidup menemani Eomma. Lanjutkan tugas Unnie hum" bisik Jennie meneteskan air mata.

Sehabis dari kamar Chaelisa, Jennie kembali ke kamarnya. Tekadnya sudah bulat. Gadis itu membuka kaca jendela kamar dan berdiri diatasnya.

"Eomma, maafkan aku"

Brugh













Tbc



Sorry gaes. Lama gak update karena di tempatku lagi ada gangguan listrik dan itu berdampak ke jaringan jadi baru sekarang bisa update lagi.



After That Day ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang