Pagi ini para tahanan disuruh berkumpul di lapangan untuk melaksanakan senam dan gotong royong membersihkan halaman penjara. Jisoo yang tengah hamil muda merasakan perutnya kram akibat terlalu banyak mengangkat benda berat.
"Sudah, biar aku saja. Kamu tidak boleh mengangkat berat-berat" ujar Sohee mengambil alih kantong plastik besar berisi sampah ditangan Jisoo.
"Gomawo Unnie" ucap Jisoo.
Ketiga wanita itu menjaganya dengan baik selama disini layaknya adik sendiri. Jisoo bersyukur ditempatkan dalam satu ruangan bersama mereka. Setidaknya dia tidak dikucilkan.
Ketika sedang istirahat ada kumpulan pria datang menyambangi mereka.
"Apa kau tahanan yang baru masuk itu?" tanyanya pada Jisoo.
"Terus kalian mau apa?!" Minyoung yang mewakili Jisoo. Diantara mereka wanita itu paling berani menghadapi siapapun orang yang mengganggu mereka.
"Aku tidak bicara padamu tapi padanya"
"Jangan ganggu dia. Dia sudah bersuami" ujar Sohee.
"Cuman kenalan doang kok. Galak amat sih"
"Nggak ada kenalan kenalan. Pergi sana sebelum kami panggil petugas" ancam Sohee membuat mereka pergi.
Ketika tiba waktunya makan siang, Jisoo sama sekali tidak berselera dengan makanan penjara yang hambar. Selama disini pun dia tidak pernah menghabiskan makanannya. Jisoo langsung teringat sama makanan yang dibawa Jennie kemarin. Semoga saja belum basi dan masih bisa dimakan.
Ada banyak sekali makanan Jennie bawakan. Dan untungnya masih aman. Diantara tumpukan makanan tersebut ia menemukan satu botol vitamin beserta notes kecil dibelakang botol berisi tulisan tangan Jennie 'Jangan lupa vitaminnya diminum, Eomma'
"Lihatlah, dia sudah pintar menulis" haru Jisoo merasa bangga. Jennie masih TK tetapi kecerdasan anak itu benar-benar gila. Sudah bisa membaca dan menulis dengan baik.
*****
"Anakmu ini tinggal bersama kita Oppa" bisik Nara melirik Jennie yang menunduk memakan makanannya.
"Ne. Ibunya dipenjara dan aku sudah berjanji menjaganya"
"Kenapa tidak kau berikan saja pada nenek dari ibunya. Kalian kan tidak punya hubungan lagi" ujar Nara terselip nada tidak terima Jennie ikut tinggal bersama mereka.
"Neneknya tidak mau. Dia udah mutusin hubungan sama Jisoo. Lagian anak ini tidak membuat masalah apapun Yeoubo" ujar Bohyun membela anaknya. Bagaimanapun Jennie adalah darah dagingnya.
"Tapi aku tidak mau bercampur sama orang asing. Kalau semisalnya kita punya anak nanti dan dia mencelakakannya gimana"
Nara terlalu berlebihan. Hanya karena Jisoo membuat satu kesalahan semua kebaikannya dilupakan. Jennie si anak kecil tidak tau apa-apa itu ikut terkena imbasnya.
"Dia masih kecil Yeoubo. Kamu gak boleh berpikiran buruk seperti itu"
"Kamu kok lebih bela dia daripada aku sih! Aku ini istri kamu!" bentak Nara menggebrak meja membuat Jennie terperanjat.
Kedua tangannya yang memegang sendok bergetar ketakutan. Trauma Jisoo membunuh Haein saja masih membayang dikepalanya. Nara beranjak pergi meninggalkan meja makan. Kepala Jennie tertunduk. Bohyun mengejar langkah istrinya usai melirik sekilas sang anak.
"Eomma, Nini takut"
Setiap hari Jennie dijemput dan diantar oleh supir keluarga. Untung ada para maid yang baik dan mau menjaganya. Mereka prihatin atas apa yang menimpa Jisoo dan menyayangkan sikap Bohyun yang tidak tau diri. Lebih mementingkan perasaan istrinya dibanding memperhatikan Jennie.
"Non, makan malam dulu yuk" Jennie menggeleng dibalik pintu.
Jennie lebih banyak mengunci diri di dalam kamar. Setiap keluar, ayah dan ibu tirinya selalu bertengkar gara-gara dirinya. Nara mau Jennie angkat kaki dari sini. Hanya boleh ada dia dan Bohyun serta calon bayi mereka nanti.
"Takut" cicitnya membuat maid tersebut iba.
"Kalau begitu ahjumma bawain makanannya kesini mau ya" bujuknya dan untungnya Jennie mau.
Beberapa menit kemudian si maid datang membawakan makanan. Ia tidak langsung pergi melainkan menunggu Jennie menghabiskan makanannya. Selesai makan Jennie meminum susu vanila yang dulu biasa Jisoo buatkan.
"Setelah ini non harus bobo siang ya"
"Ne bibi, terimakasih" ucap Jennie seraya mengukir senyum.
Bibi Seo kemudian pergi meninggalkan kamar Jennie. Membawa nampan berisi piring kotor Jennie tadi ke bawah.
"Makanan untuk siapa"
Sampai dibawah ia tak sengaja berpapasan dengan Bohyun dan Nara yang baru pulang dari mall.
"Non Jennie. Dia takut makan dibawah" ujar bibi itu membuat Bohyun tertohok. Mungkin putrinya trauma oleh pertengkaran mereka.
Bohyun lantas menyambangi kamar putrinya dan mendapati sang anak tertidur pulas. Jari-jemarinya bergerak menyisir rambut panjang Jennie yang menutupi sebagian muka. Menarik selimut sampai sebahu lalu mengecup kening Jennie. Dia harus cepat keluar sebelum Nara datang membuat keributan.
"Ngapain kamu disana" Nara berdiri di depan pintu kamar Jennie seraya berkacak pinggang.
"Ngelihat anakku lah apalagi"
"Sudah ku bilang. Jangan pedulikan anak pembunuh itu. Kamu harus fokus pada tujuan kita membuat baby Ahn. Kamu sendiri bilang ingin punya anak cowok jadi ayo" Nara menarik tangannya ke kamar.
"Siang buta begini?" Tanya Bohyun melongo.
"Ya apa salahnya. Pagi, siang dan malam kamu harus menggempurku supaya baby boy nya cepat jadi" yang namanya lelaki mana mau menolak berhubungan badan. Bohyun lantas bersorak gembira dan langsung menggendong istrinya ke kamar.
Ditempat lain, Jisoo menderita. Setiap hari hampir gila karena menghitung hari. Sepuluh tahun itu sangat lama. Jisoo tidak tahan tinggal lagi bersama anaknya. Jennie pasti kesepian. Entah kenapa dia merasa tidak bisa mempercayai Bohyun.
"Nini, sehat selalu ya nak"
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
After That Day ✓
FanfictionSetelah hari itu, malam festival yang seharusnya dipenuhi tawa bahagia berubah menjadi malapetaka dalam sekejap. - BLACKPINK -