Wajah berseri-seri Jisoo seketika berubah datar tatkala mendapati banyak orang di halaman rumahnya. Terdengar isak tangis dimana-mana. Jisoo yang baru dibebaskan kebingungan. Apa yang terjadi. Ia lantas menerobos kerumunan orang untuk masuk ke dalam.
Seketika lutut Jisoo melemas menemukan pigura putri sulungnya dikelilingi bunga berwarna putih. Orang-orang bersujud memberikan penghormatan kepadanya. disisi kanan ada Bohyun dan istrinya yang berwajah datar.
"Chaeng, Lili" panggil Jisoo. Si kembar menoleh ke belakang tatkala mendengar namanya dipanggil.
"Eomma" lirih mereka lari memeluk tubuh sang ibu yang memasang wajah linglung.
"Apa yang terjadi, dimana Unnie kalian?"
"Unnie hiks Unnie melompat dari jendela kamarnya Eomma hiks hiks" cerita Lisa sesegukan di dada sang ibu.
Jisoo melepaskan pelukan pada si kembar. pandangannya tertuju pada peti mati berwarna putih di depan sana. Jisoo jalan tertatih. Jantungnya mendadak berhenti bekerja begitu melihat wajah damai Jennie terbaring di dalamnya.
"Jennie-ya. Apa yang kamu lakukan disini. Ini bukan tempat tidur. Ayo bangun" ujar Jisoo menepuk-nepuk pelan pipi pucat Jennie. Jisoo menarik tangannya untuk bangun tetapi tangan itu terkulai lemas seolah tak bertenaga.
Jisoo pandang tangannya yang kosong. Wajah pucat Jennie mengembalikan kesadarannya bahwa putri sulungnya itu telah pergi meninggalkannya. Mulut Jisoo tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya bisa membeku menatap jasad putrinya.
"Jangan becanda gini. Eomma tau kamu pura-pura buat bikin surprise kan. Ayo bangun nak. Kita pulang, maaf membuatmu menunggu lama. Kita harus pergi sekarang juga" celotehan panjang Jisoo bak angin lalu. Raga itu tidak lagi dapat menjawab atau melakukan apapun.
Jisoo mengangkat setengah tubuh kaku Jennie. Mencoba memeluknya untuk menghangatkan daksa sedingin es itu. Barangkali putrinya kedinginan sebab disimpan terlalu lama di dalam sana.
"Wae, Eomma bilang padamu untuk menunggu" ucapnya mengusap pipi tirus Jennie.
"Maaf Bu, tolong tidurkan kembali jasadnya. Sebentar lagi akan dibawa ke pemakaman" tegur salah seorang pelayat yang sedari tadi memperhatikan aksi Jisoo.
"Jasad apa yang kau bilang. Putriku masih hidup. Bajingan ini pasti memaksanya tidur disana semalaman hingga putriku kedinginan" kata Jisoo menatap tajam Bohyun yang menatapnya dengan tatapan sulit diartikan.
"Anak ibu sudah meninggal. Dia bunuh diri dengan melompat dari jendela kamar" tubuh Jisoo terhuyung. Putrinya bunuh diri? Itu hal mustahil.
"Tidak mungkin. Dia sudah berjanji menungguku pulang" kukuh Jisoo belum bisa menerima kenyataan. Dibantu oleh pelayat lain, mereka menahan tubuh Jisoo dan menutup lagi petinya kemudian dibawa keluar.
"Yaa mau kalian bawa kemana anakku, kembalikan putriku!"
"Eomma" si kembar menangis memeluk pinggang sang ibu. Menahan pergerakan Jisoo dari mengejar orang-orang yang hendak menguburkan jasad Jennie di pemakaman.
Menangis. Hanya itu yang dapat Jisoo lakukan sekarang. Hatinya hancur sehancur hancurnya. Ia dekap Chaeyoung dan Lisa erat kemudian menangisinya.
"Unnie selama ini dipukuli dan ditendang hiks. dipaksa bekerja tengah malam dengan pakaian pendek. Mereka menyiksa Unnie Eomma, mereka sangat jahat" adu Chaeyoung menunjuk Bohyun dan Nara.
Mendengar aduan sang anak, Jisoo bangkit dari posisi menyedihkannya. Pergi menghadap mantan suaminya.
"Kau sudah janji padaku untuk menjaga mereka lantas mengapa ini bisa terjadi?! Apa yang kau lakukan selama ini pada putriku?!" tangan Jisoo mencengkram krah baju Bohyun dan menarik-nariknya. Dapat Bohyun lihat Jisoo sangat hancur sekarang.
"Anakmu yang tidak berguna itu bunuh diri sendiri kenapa kau menyalahkan suamiku" bela Nara.
"Diam kau! Aku tidak bicara denganmu" desis Jisoo menajamkan matanya.
"Apa yang kau lakukan pada anakku bajingan!" Bohyun bergeming. Jisoo memukul-mukul dada bidangnya guna menyalurkan rasa sakit yang ia terima.
"Brengsek! Aku rela menghabiskan sepuluh tahun waktuku dipenjara demi menyelamatkanmu tapi ini balasanmu" tangisan Jisoo mengisi ruangan sepi yang tengah berduka.
Pelayat yang masih tersisa turut merasakan sesaknya. Hati ibu mana yang tidak hancur saat putrinya pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.
"Aku lebih baik membiarkanmu mati jika tau kau akan seperti ini! Akan ku balas perbuatanmu sekalipun harus menodai tanganku lagi. Akan ku tunjukkan bagaimana rasa sakitnya" Jisoo meraih pisau di meja terdekat. Jalan mendekati putra semata wayang mereka untuk menikam dadanya.
"Yeoubo, hentikan wanita gila itu. Dia ingin membunuh putra kita" dengan cepat Bohyun menahan tangan Jisoo kemudian menepis kasar pisau ditangannya hingga terlempar jauh.
"Anakmu yang memilih mati Jisoo-ya bukan kami yang membunuhnya" ujar Bohyun guna menenangkan Jisoo.
Jisoo meraung sejadi-jadinya. Jennie tidak mungkin bunuh diri tanpa sebab. Jisoo kenal putri sulungnya. Jennie anak yang kuat dan tangguh. Ia tidak mungkin menyerah semudah itu.
"Anakku tidak mungkin menyerah semudah itu! Aku mengenalnya. Jennie ku pasti sangat menderita" racau Jisoo bercucuran air mata. Lekas si kembar lari melingkupi kedua sisi tubuh Jisoo untuk memberi pelukan.
"Mianhae Jisoo-ya" lirih Bohyun terselip nada penyesalan.
"Eomma, ayo kita pergi melihat Unnie" ucap Lisa.
Jisoo menyeka kasar air matanya. Menerima genggaman tangan mungil dari si kembar yang kini menjadi satu-satunya sumber kekuatannya. Selesai dari pemakaman, Jisoo mengemas barang-barangnya dan si kembar. Membawanya keluar dari rumah neraka ini. Bohyun hanya dapat memandang sendu punggung Jisoo yang membawa anak-anak pergi dari rumah.
Tbc
Yang kemaren mau Jennie metong udah ku kabulin ya😂
KAMU SEDANG MEMBACA
After That Day ✓
FanfictionSetelah hari itu, malam festival yang seharusnya dipenuhi tawa bahagia berubah menjadi malapetaka dalam sekejap. - BLACKPINK -