02. Surat Cerai

751 85 12
                                    

Dengan bukti dan kesaksian saksi mata Jisoo dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara tanpa jaminan bebas bersyarat atas pembunuhan terhadap pria berumur 35 tahun Jung Haein atas tuntutan dari keluarga korban. Selama di ruang interogasi, Jisoo tidak banyak menyangkal tuduhan yang artinya ia membenarkan dirinya sebagai si pelaku.

Selesai sidang diputuskan, Jisoo dibawa ke sel tahanan. Pakaiannya pun telah diganti ke pakaian tahanan. Dalam satu ruangan tersebut ada tiga orang wanita paruh baya yang juga merupakan tahanan.

"Sampai kapan kau akan terus berdiri disana" sarkas ahjumma berambut pendek sebahu kepada Jisoo.

Jisoo membeku ditempat memegang kotak berisi perlengkapan mandi dan sebagainya. Takut-takut Jisoo menyimpan barangnya ditempat yang telah disediakan kemudian duduk bergabung menyapa mereka.

"Annyeonghaseyo"

"Apa kau anak baru?"

"Ne"

"Tahanan 0310" ucap ahjumma lain melihat nomor dibaju Jisoo. Warna papan namanya putih yang berarti penjahat umum.

"Kejahatan apa yang telah kau lakukan"

"Pembunuhan" jawab Jisoo.

Ketiga wanita paruh baya itu tampak sedikit terkejut namun setelahnya bereaksi normal. Siapa sangka, wajah polos dan ayu Jisoo ternyata adalah seorang pembunuh.

"Siapa yang telah kau bunuh"

"Mantan pacarku. Dia ingin membunuh suamiku dan aku tidak memiliki cara lain selain membunuhnya" mereka mengangguk paham kemudian menegakkan duduk. Tiba-tiba mengulurkan tangan kepada Jisoo.

"Kenalkan. Aku Han Sohee"

"Aku Hwang Minyoung"

"Dan aku Min Yejin"

Jisoo membalas satu-satu uluran tangan mereka. Ternyata apa yang ia pikirkan tentang penjara tidak seburuk itu. Orang-orang disini ramah meski pernah melakukan kejahatan.

Sementara di rumah sakit, Bohyun sudah lebih mendingan. Ia diperbolehkan pulang setelah infusnya habis. Jennie sendiri banyak melamun. Tiap menit terus melihat pintu menunggu Jisoo datang.

"Eomma kok belum datang-datang" lirihnya mulai putus asa. Apa ibunya itu membohonginya.

"Appa. Eomma dimana" Bohyun terdiam. Bagaimana caranya ia menjelaskan pada Jennie. Dari berita yang ia baca, Jisoo dijatuhi sepuluh tahun penjara.

"Eomma, Eomma pasti akan pulang" jawab Bohyun tak membuat perasaan Jennie tenang.

"Kalian membohongiku ya" cicit Jennie berlinang air mata. Setiap bertanya, selalu itu jawaban yang dia dapatkan.

Matanya sampai memutih menunggu kepulangan Jisoo dari balik kaca jendela rumah sakit. Tidak ada tanda-tanda ibunya itu akan pulang. Jennie menangis. Harapannya pupus.

Sore harinya saat Bohyun hendak pulang, sang ibu yakni Eomma Bohyun datang menjemput sang anak.

"Eomma gimana keadaan Jisoo?" Tanya Bohyun.

"Nggak usah kamu pikirkan lagi wanita itu. Gara-gara dia kamu hampir mati" ketus Eomma Bohyun membuatnya mengerutkan kening.

"Maksudnya?"

"Laki-laki itu mantan pacarnya. Dia ingin membunuhmu supaya bisa balik lagi sama Jisoo" akhirnya Bohyun mulai paham mengapa Haein terus mengoceh kalau mereka akan kembali bersama setelah berhasil membunuhnya.

Bohyun selama ini tidak pernah bertanya apapun soal masa lalu Jisoo. Baginya itu hanya masa lalu sementara ia kini adalah masa depannya. Jisoo adalah miliknya.

"Kamu ceraikan saja dia. Eomma punya cewek cantik yang cocok untuk kamu"

"Tapi Jisoo gimana Eomma. Dia sedang mengandung anakku"

"Ck, nama perempuan itu sudah kotor. Kau mau mencoreng nama baik keluarga dengan mempertahankannya. Dulu Eomma kan udah bilang kalau dia bukan perempuan baik-baik. Kamunya aja yang keras kepala" ujar Eomma Bohyun panjang lebar.

Keraguan mulai mempengaruhi keyakinan Bohyun. Jika dipikir lagi, tidak ada salahnya menerima tawaran sang ibu. Jisoo dipenjara untuk waktu yang lama. Dia tidak mau kesepian.

"Baiklah, Eomma atur saja"

"Eomma sudah mengurus surat perceraian kalian. Kamu tinggal duduk manis saja" senyum licik Ahn Eunyong.

Jennie hanya menyimak dibelakang. Tidak paham apa yang mereka bicarakan. yang Jennie tangkap hanya nama ibunya.

Bohyun dibawa pulang untuk istirahat. Jennie duduk disebelah kasur kosong menemani sang ayah tidur tanpa mengatakan apapun. Bocah lima tahun itu melamun. Berpikir kemana ibunya pergi selama ini. Apa dia baik-baik saja.

Keesokan harinya Jisoo menerima surat dari petugas. Dia bilang itu dari pengadilan agama. Perasaan Jisoo mulai gundah. Pergi duduk membacanya dilantai. Saat dibaca, mata Jisoo melotot sempurna. Surat cerai dari Bohyun. Jisoo lantas meminta izin untuk menghubungi suaminya pada petugas.

"Halo" suara berat Bohyun menyapa diseberang sana.

"Oppa, ini aku Jisoo. Aku baru saja menerima surat cerai darimu. Ini maksudnya apa Oppa. Kenapa kamu tiba-tiba menceraikanku"

"Maaf Ji. Aku takut berhubungan lagi sama kamu. Aku nyaris kehilangan nyawa gara-gara mantan kamu. Entah berapa banyak lagi mantan kamu yang ingin membunuhku. Jadi aku mutusin buat kita pisah"

Jisoo speechless. Dadanya mendadak sesak disusul buliran-buliran kristal jatuh dari kelopak mata. Dia rela mengotori tangannya demi melindungi Bohyun namun Bohyun membalasnya dengan perpisahan menyakitkan. Alasannya sungguh kekanak-kanakan.

"Kamu yakin Oppa. Kamu tidak memikirkan anak kita dan kandunganku" Jisoo berujar kecewa.

"Kamu tenang saja. Aku akan menjaga Jennie. Jalani saja hukumanmu. setelah keluar nanti ambil kembali anakmu"

Tut

Bohyun mematikan sambungan. Jisoo sempat terhuyung. Pandangannya kosong bercampur luka. Nasibnya ibarat sudah jatuh ketiban tangga pula. Kembali ke dalam kamar, Jisoo dengan ragu menandatangani surat cerai tersebut.

Ia menguatkan hati. Menarik napas dalam-dalam dan merilekskan pikiran. Bohyun membuang dirinya tanpa kasihan. Jisoo terima lapang dada. Seterusnya ia hanya akan memikirkan Jennie dan bayinya. Jisoo pastikan mereka tidak akan kekurangan kasih sayang sedikitpun.

"Nini maaf nak. Eomma ibu terburuk untuk kalian" lirihnya kemudian menangis terisak-isak seorang diri.










Tbc

After That Day ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang