Devian berjalan sambil membenarkan kacamata hitamnya. Ia bermaksud untuk mendatangi Davin dan menanyakan perihal perkembangan perusahaan miliknya yang akhir-akhir ini di pegang oleh Davin. Devian terlalu sibuk menyelesaikan masalahnya dengan Esther. Padahal awalnya Devian seorang workaholic yang selalu menomor satukan pekerjaannya. Tapi saat ini, sepertinya Esther mampu merubah posisinya menjadi nomor satu di hidup Devian.
Devian berjalan dengan gagahnya meskipun menggunakan pakaian santai tanpa jas formal seperti biasa saat ia datang ke kantor. Kaos polo hitam dan celana levis selutut membuat dirinya terlihat lebih muda. Devian berjalan dan mengabaikan beberapa sapaan dari para karyawan di kantor Davin.
Devian sampai di depan pintu ruangan Davin, tanpa pikir panjang Devian segera memutar kenop pintunya tanpa mengetuk sama sekali.
"Ada apa?" Tanya Davin dengan ketus.
"Maafkan perlakuanku kemarin, Vin. Aku lepas kendali." Devian masih berdiri di ambang pintu dan masih memegang kenop pintunya. Tangan kirinya melepas kacamata yang masih bertengger di hidung mancungnya."Nyawa istrimu hampir saja melayang oleh suaminya sendiri." Davin menghela nafas berat.
"Sudah ku bilang, trauma mu itu harus segera kau bicarakan dengan ahlinya. Jika kau terus seperti ini, lepas kendali dan tempramen akan ku pastikan kau menyesal seumur hidupmu nanti."
"Aku hanya perlu mengendalikan emosiku, Vin. Traumaku itu bukan sebuah penyakit serius." Bantah Devian, dan ia masih berdiri dengan posisi yang sama.
"Ya ya ya, terserah kau saja. Masuklah, berdiri di ambang pintu hanya membuatmu terlihat bodoh." Devian menyadari bahwa dirinya benar-benar terlihat seperti orang bodoh.
Devian menutup pintu dan segera berjalan menuju sofa panjang berwarna hitam.
"Apa yang membuatmu kemari, kak Dev?" Davin berjalan mengambil sebotol sampanye dan dua gelas yang disimpan di bagian samping meja kerjanya.
"Bagaimana perusahaanku?" Tanya Devian to the point.
"Sejauh ini masih bisa ku atasi. Tidak ada masalah yang membuatmu rugi ratusan milyar." Davin mendaratkan bokongnya di atas sofa di depan Devian. Ia menuangkan minuman kesukaannya.
"Kau urus perusahaanku dengan baik. Aku yakin kau bisa melakukannya, dan Edison pun akan ikut membantu."
"Memangnya ada apa?"
"Aku ingin menyelesaikan masalah Rachel."
"Apa dia berulah?"
"Selalu, Vin. Aku sedang menyusun rencana." Saat itu lah Devian menceritakan rencananya. Davin menyimak dengan sangat serius. Sepertinya, Davin ikut geram dengan sikap Rachel yang semakin brutal.
"Jadi, kau berpura-pura mencintai Rachel?" Tanya Davin.
"Ya, aku terpaksa melakukan ini. Aku hanya ingin membuktikan kepada Esther bahwa sahabatnya itu hanyalah seonggok sampah busuk yang tidak berguna sama sekali." Jelas Devian. "Aku juga sudah menelpon Edison, untuk membatalkan rencanaku memutus perihal kerja sama dengan A.W Group."
"Kenapa kau batalkan?" Tanya Davin dengan penasaran.
"Davin, jika kau berbicara denganku jangan hanya mengandalkan mulutmu untuk menimpali setiap perkataanku. Gunakan juga otakmu itu bodoh." Devian mencaci adiknya.
Benar-benar pria bermulut pedas."Dengar, Vin. Jika aku segera memutuskan kerja sama dengan A.W Group, maka aku akan gagal mendapatkan informasi dari Rachel. Karena ia pasti akan sangat marah dan melakukan hal gila lainnya. Kau paham?" Tanya Devian sambil sedikit membungkukkan badannya dan sedikit memajukan wajahnya ke depan wajah Davin.
"Ya aku paham. Oh ya aku sud..."
"Yasudah, aku akan segera pergi menemui Rachel. Kuharap kau bisa mengurus perusahaanku dengan baik." Devian memotong pembicaraan Davin dan langsung berdiri kemudian memasang kembali kacamatanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVIAN & ESTHER
RomanceWARNING 21+ TAMAT Jangan coba-coba membaca kalau belum cukup umur. Tapi kalau penasaran, terserah hehe. I love you guys don't forget, vote and comment ❤ Follow ig: @arashka16 Aku sudah berkomitmen untuk tidak memiliki hubungan serius dengan perempua...