Part 4

46.3K 1.6K 24
                                    

Esther sedang asik melantunkan sebuah lagu kesukaannya yang diputar di cafe itu sambil melap beberapa meja dan merapihkannya sebelum banyak pelanggan yang mengunjungi cafenya.

When you say I'm just a friend to you
'Cause friends don't do the things we do
Everybody knows you love me too
Tryna be careful with the words I use
I say it 'cause I'm dying to
I'm so much more than just a friend to you

Lagu itu terlontar sempurna dari mulutnya. Esther terlalu menikmati lagu itu hingga dirinya tidak menyadari bahwa ada sosok yang memperhatikannya. Pria itu menatap Esther dari atas sampai ke bawah. Mengagumi betapa indahnya wanita yang ada dihadapannya, lekukannya pas sesuai tempatnya. Dan ditambah ia menggunakan rok sepuluh sentimeter diatas lutut, membuat orang lain leluasa melihat betapa indahnya kaki itu. Rambutnya yang dikuncir ekor kuda, dengan nyata menampakkan anak rambut di tengkuknya yang sedikit berantakan karena tidak terbawa oleh ikatannya, menampilkan leher jenjangnya. Membuat Devian ingin segera menghujami leher indah nan putih itu dengan ciuman. Devian asik menjadikan Esther sebagai objek fantasi liarnya.

Devian sadar, ia harus menghentikan sebelum bagian bawahnya tegangnya. Ia akui, memandang Esther saja sudah membuat dia on. "Seharusnya pelanggan itu di sapa dengan baik oleh pegawainya" Devian mendaratkan bokongnya dengan sempurna disebuah kursi.

Esther terhentak saat ia mendengar suara bariton itu. "Maaf tuan, saya tidak tahu. Mau pesan apa?" Tanya Esther bertanya dengan sopan.

"Tidak perlu seformal itu Esther, bukankah kau adalah partner se- mmpphhh" Esther seketika membekap mulut itu dengan tangan kecil dan mulusnya. Ia tidak lagi memikirkan norma kesopanan dan istilah pembeli adalah raja. Baginya, Devian bukanlah raja.

"Ssssttt jangan bicarakan ini disini. Bagaimana jika ada yang mendengar?" Esther berbicara dengan sangat pelan sekali dan nyaris tidak terdengar. Kecuali oleh Devian, karena ia berbicara tepat di telinganya. Hal itu membuat dirinya merasakan setruman yang menggelenyar ditubuhnya. Bayangkan saja, seorang wanita yang yang hanya berbicara ditelinganya dan tidak ada maksud untuk membuatnya terangsang, malah mampu membangkitkan benda tersebut.

Perlahan Esther melepaskan tangannya lalu duduk di hadapan Devian. "Apa maumu?" Tanya Esther dengan kesal.

"Bukan kah sudah jelas, Esther sayang?" Devian tersenyum menyeramkan. "Lagi pula, kau tidak akan bisa membayarnya. Karena aku menginginkan uang itu kembali dalam waktu satu tahun. Kau akan membayar menggunakan apa?" Devian melipat tanganya di dadanya.

Esther terdiam, bingung harus bagaimana. Berurusan dengan Devian ternyata lebih rumit, pikirnya. Ia sibuk dengan pikirannya sendiri. Berkali-kali ia menggigit bibir bawahnya. Membuat Devian semakin terangsang. 'Astaga wanita ini selalu berhasil membuatku on' batin Devian bersuara.

"Bagaimana Esther? Kau tetap membayar hutangmu kepadaku sebesar lima ratus juta dalam waktu satu tahun, ATAU" Devian menekankan kata atau ditengah kalimat. "Atau kau menjadi partner sexku dan tinggal bersamaku? Dan kau, segala kebutuhan mu akan aku penuhi?"

"Akan aku usahakan, aku tidak akan menyerah semudah itu." Esther berdiri segera. Tak lupa ia bertanya kepada Devian untuk menu apa yang akan dipesan. Dan seperti biasa, dia memesan Latte.

Ternyata gadisnya ini tetap pada pendiriannya. Dasar keras kepala 'Silahkan saja kau menghindariku Esther, tapi ingat. Aku adalah seorang Devian Carrington. Aku tidak akan menyerah semudah itu. Akan kulakukan segala cara agar kau menyerahkan dirimu atas kemauanmu sendiri'

*****

Terjadi sebuah keributan di Cafe Lily. Esther, telah membuat sebuah kesalahan. Ia tidak sengaja mengotori kemeja seorang pelanggan dengan kopi yang dipesannya. Esther tersandung, dan kopi itu sukses terjun bebas dan membasahi kemeja putih.

DEVIAN & ESTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang