Part 9

56.5K 1.7K 5
                                    

Seperti biasa ya, vote sebelum baca 💝😘

*****
P

agi harinya Esther bangun lebih awal. Ia benar-benar merasakan pegal di seluruh tubuhnya. Ia tersenyum getir melihat sosok Devian yang sedang tertidur dengan damai di sampingnya.

"Ingin rasanya kubunuh kau saat ini juga." Ucap Esther dengan lirih lalu berlalu menuju kamar mandi.

Esther serang berendam air hangat di dalam bathub. Pikirannya berkecamuk menjadi satu. Ia benar-benar tidak tahu harus bersikap seperti apa. Apakah ia harus menerima semuanya?

Ya, tak ada cara lain. Esther harus bisa menerima takdirnya dan berdamai dengan semua yang sudah terjadi.

Esther menyesap kopi nya yang sudah ia racik dengan tangan cantiknya. Segelas kopi hitam dengan kadar manis yang mungkin hanya sekitar sepuluh persen. Kopi itu lebih dominan rasa pahit dibandingkan rasa manis. Namun rasanya benar-benar nikmat.

Esther meminumnya secara perlahan sambil duduk di sebuah gazebo yang ada di taman belakang rumah Devian. Gazebo itu terbuat dari kayu dan dilengkapi dengan kursi berbahan kayu pula dan di cat dengan warna cokelat keemasan.

"Esther!" Devian berteriak mencari Esther. Esther menengok ke arah suara tadi.

"Ya Dev, aku di taman." Esther balik mengeraskan suaranya lalu menyimpan kembali gelasnya ke atas meja.

"Kau disini rupanya. Aku akan segera pergi ke perusahaan. Kau jangan kemana-mana. Jika ingin pergi ke suatu tempat kau bisa memanggil Edison. Dia akan mengantarmu." Devian mengecup kening Esther. Esther hanya tersenyum kecil sambil menganggukkan kepalanya.

Esther tidak mengerti, kenapa seketika perasaan dirinya mulai menghangat? Mulai tidak keberatan dengan segala tindakan kecil namun membuatnya selalu merasa menjadi wanita yang begitu di cintai oleh Devian.

Rasanya ini terlalu cepat. Terlalu cepat untuk merasakan nyaman dan cinta kepada Devian.
Apalagi setelah percintaannya yang kasar semalam.

'Kau jangan bodoh Esther. Tubuhmu hanya dimanfaatkan olehnya.' Ucap iblis dalam hati Esther.

Hari ini Esther berencana ingin pergi ke Cafe Lily dan bertemu dengan Ricky. Esther bersiap-siap di dalam walk in closet nya. Ia meminta kepada seorang pelayan bernama Indi untuk memilihkan sebuah dress yang simple untuk ia gunakan hari ini.

"Bagaimana kalau yang ini nona?" Tanya pelayan cantik itu. For God Sake! Pelayan itu sangat cantik. Esther bahkan heran, kenapa semua pelayan disini memiliki paras yang benar-benar cantik dan memiliki tubuh yang, astaga seperti gitar Spanyol!

"Apakah tidak terlalu mewah? Atau aneh?" Esther memperhatikan dress yang tingginya selutut dengan lengan pendek berwarna peach di lengkapi dengan batu swarovski di bagian pinggangnya.

"Ini cantik nona. Cocok untuk Anda. Anda akan semakin cantik." Pelayan itu memuji. Esther memiringkan kepala sambil mengerutkan alisnya.

"Baik, akan ku coba." Tanpa pikir panjang Esther langsung memakainya. "Pilihan mu tepat. Terimakasih. Sekarang kau boleh keluar."

"Baik nona, permisi." Pelayan itu sedikit membungkukkan badannya sebelum berlalu meninggalkan Esther.

Esther duduk di kursi yang sepasang dengan meja rias yang ada di dalam walk in closet nya. Di satu sisi Esther bahagia, karena akhirnya ia bisa merasakan kehidupan yang selama ini benar-benar ia inginkan. Ia tidak sabar ingin segera menceritakan hal ini kepada sahabatnya, ia merindukannya.

Esther beranjak dari duduknya, lalu berjalan untuk mengambil sebuah tas selempang berbentuk kotak berwarna putih tulang yang tersampir di kursi kamar. Lalu berjalan keluar menuruni anak tangga untuk segera menemui Edison.

DEVIAN & ESTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang