Part 31

244 3 0
                                    

"Ahh kau tahu? Tadi sangat menyenangkan. Devian memohon kepadaku untuk datang ke rumahnya."

"Lalu?"

"Aku sudah bisa menebaknya. Dia ingin menjebakku. Mencari informasi tentang dirimu. Sepertinya dia memang sudah tahu kalau kau memang bekerja sama denganku. Hanya saja, dia belum mendapatkan cukup bukti. Kemudian aku memasukkan obat bius yang sudah ku beli sebelumnya. Aku masukan saja ke dalam gelas yang ada di atas nakas di samping ranjangnya. Dan saat dia tak sadarkan diri, aku memulai aksiku. Ya, meskipun sempat mencicipi sedikit bibir manisnya."

"Kurasa semuanya sudah cukup, Chel. Kau menyakiti Esther terlalu jauh. Apa kau sudah puas?" Tanya seorang pria dengan tatapan penuh sesal dan amarah.

Wanita yang kini berada di hadapannya hanya mengedikkan bahu tanpa berkomentar. Kemudian menuju ke meja bar dan mengambil buah anggur yang sudah tersedia.

"Sudah ku bilang jangan sampai membuatnya menangis, Chel." Ujar Ricky dengan geram.

"Mana bisa bodoh. Kau pikir memisahkan dua insan yang saling mencintai salah satunya tidak akan ada yang tersakiti, hah? Coba lah gunakan otakmu itu!" jawab Rachel.

"Kau bisa melakukan cara lain." Ricky terus menatap Rachel dengan tatapan menyesal.

"Apa? Jelaskan padaku sekarang!"
Ricky hanya diam kemudian memalingkan wajahnya.

"Ayo! Apa? Ada? Oh, atau maksudmu kita harus diam hingga takdir memisahkan mereka?" Rachel mengangkat sebelah alisnya.

"Chel, kumohon. Aku tidak sanggup melihatnya seperti itu."

"Lalu bagaimana hah?"

"Aku mundur, aku tidak ingin meneruskan ini. Aku akan berjuang dengan caraku sendiri."

"Hah? Apa? Haha. Dengarkan Rick, memisahkan manusia yang saling mencintai dengan cara terbaik pun akan tetap membuat salah satu atau keduanya patah hati. Tidak kah kau berpikir? " Rachel tertawa meremehkan.

"I'm serious, Chel. Mulai saat ini, jangan bawa-bawa namaku dalam rencanamu. Aku permisi." Ricky meninggalkan Rachel yang berdiri mematung.

"Heh dengar, kau ikut andil dalam semuanya. Jangan harap kau bisa lepas begitu saja, Rick. Dan apa kau lupa? Aku bahkan mengetahui siapa kau sebenarnya."

Seketika Ricky menghentikan langkahnya, lalu menoleh kembali ke arah Rachel. "Aku tidak peduli, Chel." Ricky kembali melangkahkan kakinya menuju pintu.

'Dasar bodoh!' gerutu Rachel dalam hatinya.

*****

Ricky terus mengingat perkataan Rachel kemarin. Terus terang, Ricky sangat mengkhawatirkan jika Rachel dengan tiba-tiba membongkar identitasnya kepada Esther. Ricky sudah berencana untuk mengatakan hal ini. Mengatakan bahwa sebenarnya Ricky bukan pria biasa yang bekerja menjadi pelayan di sebuah cafe dan tidak memiliki apa-apa.

Ricky terus memandang wanita yang kini tertidur di sampingnya dengan menghadap kepadanya. Ricky mengelus pelan pipi wanita yang begitu dicintainya. Ia melihat memar yang sudah agak memudar di ujung bibir wanita itu. Perlahan ia mendekat, semakin mendekat dan menghapus jarak diantara mereka.

Cup

Satu kecupan lolos dari bibir Ricky. Benda kenyal dan tipis itu masih menempel di bibir manis Esther. Ricky menikmati setiap detik yang sangat berarti bagi dirinya ini. Ia tak ingin melepaskan, ia perlahan mulai melumatnya, mengecapnya, menikmati sensasi yang kini mulai menjalar di sekujur tubuhnya dan berpusat dibagian kepemilikan Ricky. Jantun Ricky berdetak kencang seperti habis lari marathon.

"Sshh eeemhh..." satu erangan lolos dari mulut Esther. Ricky begitu menikmatinya, menikmati desahan yang baru kali ini ia dengar dari wanita pujannya. Memang tak ada balasan dari bibir Esther, namun erangan yang baru saja Ricky dengar, membuatnya semakin yakin untuk terus menjelajahi seluruh sudut benda tebal dan basah itu.

DEVIAN & ESTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang