Gica & Zizu

722 97 0
                                    

Sesampai di lobby apartemen, zizi membuka kaca mobil dan melihat gisha tengah terduduk menunggu dirinya.

"Gicaaa! masuk sini"teriak zizi.

Begitu kencang suara yang dikeluarkan oleh zizi, selama ini vano memang tak pernah melarang apapun yang zizi lakukan termasuk memarahi dirinya. Namun kali ini suara zizi tak hanya membuat temannya saja yang mendengar namun sekitarnya juga ikut menoleh.

Vano menarik lembut lengan zizi sehingga ia menoleh ke arah vano. "Jangan kenceng-kenceng dong! liat tuh gak cuma sahabat kamu aja yang nengok tapi semuanya juga nengok ke kita, lagi juga nanti suara kamu sakit loh"omel vano memelototi zizi.

Zizi yang di pelototoin ia menarik tangannya untuk menutupi wajahnya sejenak. "Iyaa maaf!"lirih zizi tanpa menoleh ke arah vano.

Vano mengusap wajahnya, lalu menarik kepala zizi untuk bersandar ke bahunya. "I'ts ok, gapapa! tapi lain kali gak boleh begitu ya"timpal vano diangguki zizi.

Gisha dari arah luar membuka pintu mobil vano, melihat kemesraan zizi dan vano membuat gisha seolah pura-pura tak melihat apapun.

"Waduh!"ucap gisha membuat keduanya menoleh ke arah bangku belakang. "Gak liat kok! tenang aja, silahkan bermesraan lagi"timpal gisha membuat zizi dan vano tertawa.

Kini keempatnya sudah kembali melanjutkan perjalanan membawa gisha kerumah zizi. Gisha terdiam menyaksikan zizi, vano serta bas dalam pelukan zizi masih terlelap.

"Kayaknya nanyain soal ini nanti aja deh! rada gak enak juga"tahan gisha dalam hati.

Vano sesekali melihat kaca yang mengarah ke kursi belakang. "Sepenting itukah sahabatnya ini? kayaknya mereka juga udah deket kaya adek dan kakak deh"monolog vano dalam hati.

Sesampainya dirumah, zizi mengajak gisha untuk turun. "Yuk turun!"ajak zizi masih menggendong bas.

Vano membawa tas zizi keluar lebih dulu. Ketika zizi turun dari mobil bersamaan dengan gisha, tiba saja bas ikut terbangun.

"Loh anak mamah udah bangun ya? uluhh, pasti laper kan? yuk kita makan di dalem"ucap zizi pada bas.

Vano mengambil alih gendongan bas, membiarkan zizi bersama dengan gisha mendahuluinya. Seperti layaknya sahabat zizi menggandeng tangan gisha memasuki rumah.

Mata gisha dari awal turun mobil hingga berada di dalam rumah zizi, dengan lekat menelusuri tiap inci dari rumah tersebut. Gisha terlahir dari keluarga berkecukupan juga, namun selama ini ia memilih tinggal bersama nenek dan kakeknya di aceh daripada bersama kedua orang tuanya di Bali.

"Sumpah, gede banget rumah lo! inimah kayak istana zi. Rumah gue yang dibali kalah gedenya sama rumah lo ini"seru gisha.

Zizi mendengar itupun dengan cepat mengusap wajah gisha. "Halah! lebay, padahal mah gak beda jauh rumah ini sama rumah gue yang di Aceh kan!"

Gisha menggelengkan kepalanya. "Gak! mata lo picek anjir! mana ada? gedean rumah ini lah"timpal gisha.

Zizi memutar bola matanya. "Seterah lo dah!"zizi berlalu masuk ke dalam kamarnya diikuti oleh gisha.

Gisha duduk di tepi ranjang tidur zizi, melihat zizi membersihkan make up di wajahnya. "Jadi, gimana ceritanya?"tanya gisha pada zizi.

Zizi tak menoleh fokus menatap cermin di hadapannya. "Yaa.. intinya setelah gue balik ke jakarta lagi, papah nyuruh buat gue pegang perusahaan dan mamah juga minta bantuan gue buat jadi controlling + designer di butiknya"jawab zizi.

Namun bukan jawaban itu yang diharapkan oleh gisha. "Njir! bukan soal itu zi, tapi soal anak lo sama calon suami lo itu!"timpal gisha.

Zizi masih membersihkan wajahnya menggunakan tissue wajah menghadap ke arah gisha. "Gue gak sengaja malem itu nemuin bas di depan butik nyokap! kebetulan gue lagi nunggu vano juga sih karena mau keluar sebelum pulang, jadi yaudah karena gue yang nemuin bas dan disitu pun ada vano! akhirnya kita berdua tanggung jawab penuh soal bas, apalagi nyokap sama bokap gue dukung banget"jelas zizi.

Separuh HidupkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang