Hukum 4 Arshaka

388 37 0
                                    

"Kamar ini kedap suara lho, Rosela."

"Arshaka..." Suara Sela bergetar hebat. Dia benar-benar pucat sekarang. Shaka memandangi cewek itu lamat-lamat. Tubuhnya kecil, tapi setiap kali bertemu Sela, dia tak pernah melihatnya memakai pakaian lain selain kaos oblong longgar yang ujungnya bahkan bisa sampai ke paha. Celananya juga gembel banget, kebanyakan longgar dan panjang. Padahal Shaka pikir, cuaca disini bikin gerah kalau memakai celana panjang.

Tapi entah bagaimana, Sela keliatan lucu dimata Shaka. Gembelnya udah kayak orang-orangan sawah. Tapi lucu. Paham nggak sih?

"Ka..."

Shaka akhirnya tertawa terbahak-bahak. Entah sejak kapan, mengerjai cewek ini jadi hobinya Shaka. Sela tuh ekspresif banget dan mimik wajahnya selalu jujur. Kalau dibibir bilangnya A, ya wajahnya juga selaras.

Melihat reaksi Sela yang panik saat memasuki kamarnya, Shaka tebak, pergaulan Sela terjaga. Sebagai anak rantau, Shaka bisa paham kalau pergaulan sekarang udah bebas banget dan bukan hal aneh lagi kalau cewek dan cowok memasuki kamar yang sama. Bahkan di kota tempat dia mengabdi sebagai mahasiswa dulu pun, LQBT bukan hal yang tabu lagi.

Untuk alasan yang satu ini, entah bagaimana, Shaka merasa senang.

"Nggak, gue becanda doang." Shaka melempar kunci kamarnya kepada Sela. "Sana, buka."

Sela masih membatu dengan kunci yang mendatar di kedua telapak tangannya. Kelihatan syok berat. Sedangkan Shaka memilih berbaring di atas kasur sambil mendesah pelan.

"Sebenarnya, gue mau tanya lo satu hal."

Sela memandang Shaka takut-takut.

"... apa Ranisa berhasil pulang? Apa Sam berhasil selamatin dia?" Karena semalam, Shaka diam-diam begadang demi menamatkan membaca pdf yang tak sengaja dia temui lima hari yang lalu.

Sela berkedip beberapa saat, memproses perkataan Shaka barusan sebelum dia berteriak panik, "Lo baca pdf gue?!"

"Habisnya penasaran, sih. File yang lo bikin kebanyakan di password. Gue bobol lah, takutnya lo nyimpen yang aneh-aneh, taunya cuma novel picisan."

"Picisan gitu gue mikirnya pake otak lho ya!" Sela meraih laptop miliknya yang tergeletak di atas meja belajar Shaka. Jujur, ketimbang marah, dia malah merasa malu sekarang. Sela sadar diri kok kalau novel yang dia garap tak ada yang bermutu satu pun. Oleh sebab itu, Sela takut kalau pdf-nya dibaca oleh orang-orang yang dia kenal.

Untung yang Shaka baca bukan yang genre smut.

Saat akan meraih kenop pintu, sebuah lengan menahan pergerakannya dari belakang.

"Kok udah mau pergi?"

Panas tubuh Shaka terasa dibalik punggung Sela. Saat berbalik, bisa Shaka dengar napas Sela yang tercekat. Posisinya yang mengungkung Sela membuat cewek itu terlihat benar-benar kecil dan kerdil.

Padahal aslinya Sela termasuk cewek dengan tinggi tubuh yang lumayan.

"Bayaran gue mana?" Shaka menadahkan tangan. Mata Sela memandang Shaka dengan binar bulat, membuat Shaka kepikiran untuk menggoda cewek dengan smile line tipis itu lebih lama.

"... ini dibayar?"

Rasanya Shaka mau tertawa lagi. Polos banget muka Sela. "Iyalah, lo pikir?"

"Be--berapa?"

"Karena barang yang di beli lumayan banyak dan setelah mengkalkulasi biaya reparasi," Shaka, dengan wajah menunduk, ia menatap mata Sela lurus-lurus. Gadis itu tak berkedip sama sekali saat manik matanya bertemu pandang dengan Shaka dalam jarak kurang dari 30 cm. Juga tidak menoleh. "Kayaknya lumayan mahal, deh."

Law Of ArshakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang