"Ya Allah, Kayla! Lucu banget kamu ponakanku ku!!!"
Kayla, anak Mia yang sudah berumur 4 tahun itu mencium tangan Sela dengan pipi gembul yang menggembung sempurna. Sela gak tahan, dia jongkok buat menguyel-uyel pipi Kayla dan menciuminya dengan sayang.
Pengen yang begini satu. Tapi gak mau wleo wleo, gak mau melahirkan juga. Tapi gak anak adopsi juga. Bisa gak?
"Aku titip Kay ya, La. Hari ini belanjaan banyak banget. Takutnya sampe malam. Mau titip di tempat neneknya, beliau lagi ada acara di rumah. Jadi segan," Mia tampak sungkan. "Tolong, ya? Maaf ngerepotin."
"Ih gak apa-apa tau! Kayak ngomong ke orang lain aja kamu." Sela sibuk menggendong Kay yang udah anteng makanin roti. Kay juga udah wangi minyak telon bayi, pasti udah selesai mandi. "Kay hari ini sama Auntie dulu, ya? Mami kamu mau belanja."
Anak kecil itu mengangguk pelan. Gak banyak protes. Kay dasarnya juga bukan anak yang rewel, dari kecil udah biasa di asuh sama orang lain karena Mia dan suaminya sibuk ngurus warung sembakonya yang lagi berkembang. Udah berkali-kali juga di titipin sama Sela, makanya gak tantrum.
Setelah selesai memberikan briefing singkat soal apa saja yang boleh dan gak boleh Kay makan, akhirnya Mia pamit undur diri. Suaminya juga udah nunggu di mobil, takut kelamaan.
Selesai dadah-dadah di depan teras bareng Kay, gadis itu membawa keponakannya itu masuk ke rumah. Sejujurnya, Mia sama Sela tuh gak ada hubungan darah. Mereka kebetulan jadi teman baik karena sebangku waktu kelas tiga. Gak taunya, pertemanan mereka awet sampai sekarang. Tamat sekolah Mia juga langsung nikah. Bukan karena yang nggak-nggak kok, apalagi MBA alias married by accident, ini semua gara-gara pacar Mia--yang sekarang udah berstatus suami--punya umur yang jauh lebih tua dari dia, gamau lagi memperpanjang masa pacaran mereka. Karena Mia juga gak ada kepikiran buat melanjutkan pendidikan, tanpa tunggu lama, suami Mia melamarnya dan menikahinya.
Ini yang Sela suka dari pria matang. Gak banyak babibu, gak perlu janji-janji aneh, langsung gas. Arahnya juga jelas. Gak banyak drama juga.
"Kay udah sarapan, sayang?"
Anak perempuan dengan potongan rambut Dora itu mengangguk. "Udah, Auntie."
"Ngantuk gak?" Sela melirik jam. Masih jam 9 sih, tidur siang Kay sekitar jam 11. "Mau main masak-masakan sama Auntie?"
Lagi-lagi, Kay cuma mengangguk. Sela membawa anak kecil itu ke dapur. Ada pesanan kue bolu mekar dari komplek sebelah. Sekitar 250 pcs, untuk acara rapat desa katanya.
Tanpa pikir panjang, Sela mencuci tangan sesampainya di dapur. Gak lupa juga mencuci tangan Kay. Mengeluarkan keperluan memasak kue dan memberikan sedikit tepung ke dalam mangkuk plastik agar bisa di mainkan Kay.
"Duduk di sini ya, Auntie masak dulu."
Sebenarnya, hidup sebagai penulis web novel saja gak sanggup menghidupi Sela. Tapi penghasilan utamanya memang dari sana. Sebagai alternatif, Sela menerima apa saja tawaran yang datang padanya. Seperti saat ini. Dia cukup pandai membuat kue, jadi Sela juga gak canggung waktu nerima tawaran membuat bolu mekar. Lumayan kan buat nambah uang masuk.
Di rumah sepi, karena dari pagi Mama pergi kerja. Ibunya itu hanya seorang pekerja kantoran biasa yang punya gaji pas-pasan. Sedangkan Papa udah tinggal bareng keluarga barunya setelah cerai dari Mama sejak Sela masih berumur 10 tahun. Kadang Papa Sela ngasih uang kiriman, tapi seringnya gak cukup. Semuanya di prioritaskan buat Nana, adik perempuan Sela, yang lagi menempuh kuliah di luar kota.
Yah, ini juga alasannya dulu kenapa Sela gak melanjutkan pendidikannya. Mama gak punya dana. Kalau sekarang, Sela udah bisa bantu meskipun gak banyak, makanya Nana bisa kuliah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Law Of Arshaka
Storie d'amoreWaktu zaman sekolah, kalau soal fisika, Sela suka beberapa materi meskipun gak begitu menguasai: hukum Newton, hukum Kepler, hukum Archimedes dan sebagainya. Setelah tamat, Sela suka Law Of Attraction yang lagi gencar di suarakan di berbagai sosial...