Matahari siang itu benar-benar terik ketika Sela meninggalkan rumah Nisa setelah puas bertukar kabar.
Sela menyusuri jalan dengan langkah pelan, ia menenteng surat undangan pemberian Nisa dengan perasaan berkecamuk. Sesekali mengusap sampulnya yang apik sebelum mendesah lesu.
Sela selalu punya keyakinan kalau Tuhan mendatangkan seseorang dengan sebuah alasan, begitu juga dengan 'menghilangkannya'. Seperti layaknya jalinan benang yang bisa terjalin maupun terburai, hubungan Sela dengan Vita pun begitu. Sebelum berteman baik dengan Nisa, Vita adalah sahabat karib Sela. Kemana-mana berdua dan bahkan sempat berpikir untuk kuliah di universitas yang sama. Kalau bisa, menempati kos berdua dan bersama-sama sampai kapanpun.
Bahkan Sela sudah sampai dititik, kalau besok anaknya akan memanggil Vita dengan sebutan 'aunty' yang lucu. Saking yakinnya Sela akan jalinan pertemanan yang mereka punya.
Naif, Sela sadar sekarang.
Ternyata hubungan antar manusia tidak pernah sesederhana itu. Pertemanan mereka yang Sela kira bisa bertahan sampai mereka tua, justru harus berakhir ketika mereka naik kelas. Vita mulai sibuk dengan kegiatannya sendiri, begitu pula Sela, dan tanpa sadar, keduanya menciptakan jarak dan berujung asing tanpa tau apa sebabnya.
Dan sekarang, nama itu hadir lagi di kehidupan Sela, justru dengan kejutannya juga; dia akan menikah dengan orang yang pernah Sela kencani dibangku sekolah.
Yah, Sela tidak gamon alias gagal move on, sih. Lagian dia pacaran sama Bagas dulu juga karena fomo (fear of missing out), teman sebayanya sudah pacaran, masa Sela tidak?
Hanya saja, rasanya aneh ketika tiba-tiba seluruh orang dari masalalunya berdatangan dalam satu waktu yang bersamaan.
"Gue harap kalian bahagia," bisik Sela tulus. Karena jujur, pertemanan dibangku sekolah itu memiliki kesan istimewa tersendiri di hati Sela. Apalagi ini Vita, orang yang dulunya sempat menjadi sahabat karibnya.
Ah, dan tentu saja, Sela akan hadir ke pernikahan ini sekalipun dia punya status sebagai 'mantan' dari sang mempelai pria.
Vita tidak mungkin merasa terintimidasi karena kedatangan Sela, kalau tidak, undangan ini mustahil bisa sampai ke tangannya.
Sela tergelak ketika mengingat percakapannya dengan Nisa tadi.
"Gue pergi kondangan sama siapa, ya? Malu dong umur segini datang ke kondangan temen malah sendiri," tanya Sela penuh kebingungan. Tentu saja Nisa gemas dengan kebodohan temannya. Tanpa pikir panjang memukul Sela dengan kertas undangan.
Cewek itu menggeram. "Ya sama cowok lo lah! Pake nanya."
"Kan lagi berantem, bundaaaaa."
"Ya baikan! Masa bibir lo udah lepas perawan gitu mau diputusin?"
Kali ini, Sela yang menjambak rambut temannya.
Dia terkikik geli saat mengingatnya lagi.
"Aduh aduuuuh, cah ayu ketawa sendiri. Habis dari mana, nduk?"
Suara Bu Jainab dari depan rumahnya membuat Sela segera menoleh. Gadis itu tersenyum kikuk, menghampiri Bu Jainab dan menyalaminya. "Habis dari rumah Nisa, Bu. Aduh, aku lupa buat sekalian bawain oleh-oleh buat Ibu. Aku jemput dulu, ya?"
"Ya Allah, buru-buru amat. Masuk dulu, Sela. Oleh-olehnya bisa dibawa kesini nanti. Kita makan siang bareng, Ibu masak tumis cumi. Kata Mas kamu suka makanan laut, jadi Ibu langsung keinget kamu pas masak tadi."
Sela meringis. "Shaka di rumah, Bu?" Karena jujur, dia masih malas buat bertemu Shaka sekarang.
"Mas lagi keluar, Ibu suruh beli parsel buah buat jenguk kerabat yang dirawat di rumah sakit. Atau, kita makan nunggu Mas pulang dulu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Law Of Arshaka
RomanceWaktu zaman sekolah, kalau soal fisika, Sela suka beberapa materi meskipun gak begitu menguasai: hukum Newton, hukum Kepler, hukum Archimedes dan sebagainya. Setelah tamat, Sela suka Law Of Attraction yang lagi gencar di suarakan di berbagai sosial...