Hukum 17 Arshaka

197 26 0
                                    

Sela baru saja pulang dari joging pagi saat sebuah chat dari salah teman satu komunitasnya masuk ke ponsel Sela. Karena tak mau terdistraksi apalagi kalau sudah memegang ponsel, Sela bisa lupa waktu hingga berjam-jam, ia pun buru-buru masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Selesai dengan segala rutinitas paginya, tidak lupa juga melayani kedua raja besarnya yakin si kucing kembar Bora dan Dori dengan makanan, Sela segera membuka pesan paling atas.

Oh, ada chat dari Shaka juga. Itu bisa menunggu untuk dibuka nanti. Ini yang paling penting.

Dari Uma ternyata.

lo masih ingat sama adis, kan?
ada hot topik tentang dia

Pembukaan singkat yang amat sangat menarik perhatian itu ternyata sanggup menyita waktu Sela dari pagi hingga tengah hari. Karena terlalu banyak yang perlu dibahas, Uma akhirnya menelepon Sela untuk menjelaskan secara ringkas gosip yang dia bawa.

Adis, teman satu komunitas kepenulisan mereka itu sudah menjadi salah satu penulis populer karena langkah pintarnya yang berani terjun ke dunia AU alias Alternatif Universe yang sedang banyak digandrungi peminat. Oleh sebab itu juga, Adis berhasil menarik perhatian beberapa penerbit dan akan melangsungkan naik cetak.

Ternyata, ditengah kabar gembira itu, Adis terpaksa menerima pil pahit kalau karyanya telah dicatut oleh seseorang. Lebih parahnya lagi, tulisan hasil plagiat itu sudah naik cetak terlebih dahulu dan berhasil terjual sebanyak lima ribu ekslempar. Tentu saja Adis tak terima. Dengan segala bukti yang dia punya, Adis pun melayangkan gugatan ke pengadilan untuk menuntut si penulis plagiat.

Beruntung Adis bisa menang atas karya yang sudah susah payah dia buat. Sela tak habis pikir, Adis dengan begitu mudahnya memaafkan sang plagiator tanpa menerima kompensasi apapun dan membuat surat perjanjian di atas materai kalau si plagiator tidak akan mengulangi perbuatan bejatnya lagi.

"Sumpah? Lima ribu ekslempar?" Sela yang baru selesai mencuci piring bekas makan siang menjatuhkan tubuhnya di atas sofa ruang tengah. Dori dengan cepat menghampiri sang babu dan ikut rebahan di atas perut rata Sela. "Anggap aja royalti perbuku yang dia dapat sepuluh ribu, banyak duitnya itu!"

"Adis gak mau uang kompensasinya. Cuma ya itu, dia mau memperjuangkan hak ciptanya doang. Gue kalau jadi Adis gak akan selapang dada itu anjir. Nulis itu bukannya gampang. Apalagi AU, ngeditnya setengah mati, idenya mahal. Satu judul aja belum tentu bisa selesai dalam kurun waktu setahun. Dan si plagiator seenak jidat mencatut dan bahkan dengan percaya dirinya bikin tuh karya haram naik cetak?  Wah, gila sih. Kata gue, minimal harus dibawa ke meja hijau biar orangnya kapok," ujar Uma ikut terdengar kesal.

"Tapi, Ma, wajar juga si Adis gak mau memperpanjang masalah. Di negara konoha kita yang tercinta ini kan pekerjaan penulis masih dipandang sebelah mata. Apalagi kasus plagiat kayak gini, pasti gak akan di urus. Kita ambil aja deh kasus yang lebih serius, pelecehan seksual misalnya. Lo tau apa respon polres kebanyakan? Korban diminta memaafkan pelaku, gak usah diperpanjang, mending di selesaikan dengan cara kekeluargaan, bukan masalah serius katanya."

"Padahal korban pelecehan bisa aja nanggung beban mentalnya seumur hidup ya, Sel," timpal Uma. Sela mengangguk setuju meskipun Uma tak bisa melihat responnya. Tangan Sela mengelus kepala Dori dengan lembut, kucing betina itu sudah jatuh tertidur ternyata.

"Miris, ya? Kapan gitu pekerjaan kita bisa lebih dihargai?" sambung Uma lagi, terdengar nelangsa.

"Kayaknya masih jauh deh, Ma. Pembeli buku bajakan aja belum bisa dibuat melek. Lo tau, gue kemarin denger tetangga ngomong gini, 'Apa bedanya sih buku bajakan sama buku ori? Untung beli bajakan lah, lebih murah, toh isinya tetap sama.' Gue yang dengernya sakit hati lho padahal bukan buku gue yang lagi di omongin."

Law Of ArshakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang