Shaka terbangun ke esokan paginya dalam keadaan kepala pening bukan main. Dia tak ingat bagaimana cara dia pulang semalam atau jam berapa dia sampai di rumah penginapan. Hanya saja, hal terakhir yang Shaka ingat adalah teman-temannya begitu senang karena bisa berjumpa Shaka lagi dan membuatnya minum terlalu banyak.
Shaka memegang sisi kepalanya, mengerang. Sebelum turun dari ranjang dan segera berjalan ke kamar mandi. Berharap membasuh kepalanya dengan air dingin bisa meredakan sedikit pening yang dia rasakan. Di ranjang sebelah, Aidan masih tertidur dengan bertelanjang dada. Tampaknya lelaki itu tidak mabuk semalam. Jika dipikir lagi, kalau mereka berdua mabuk, siapa yang membawa mereka pulang?
Untuk kali ini saja, Shaka bersyukur atas inisiatif Aidan.
Selesai mandi, Shaka turun ke dapur untuk mencari air minum. Juga berniat mengisi perut meskipun dia tak punya banyak tenaga untuk memasak. Ternyata, di meja makan, Melati sudah lebih dulu berada disana. Sama kacaunya dengan Shaka, sedang meminum obat pengar.
"Lo mau?" tawar Melati saat sadar kemana arah pandangan Shaka. Cowok dengan helai rambut selembut kapas itu mengangguk. Mengisi segelas air putih dan meneguk obat tersebut dengan cepat.
"Kacau banget lo," komentar Melati dengan kekehan lemas.
"Ngaca." Shaka mengerang lagi. Persetan dengan memasak, dia sepertinya akan memesan makanan via online saja. Shaka merogoh ponselnya sebelum mengambil tempat duduk yang bersebrangan dengan Melati. "Rosela mana?" tanyanya.
"Keluar bentar, katanya mau liat petani manen teh."
Dalam hati Shaka merutuk. Kenapa Sela tak mengajaknya saja? Bagaimana kalau Sela tersesat? Atau sesuatu yang buruk terjadi padanya mengingat kalau Sela masih asing dengan lingkungan sekitar.
Shaka melupakan niatnya untuk memesan makanan. Lebih memilih menelepon Sela dan memastikan keadaan cewek dengan helai rambut ikal cantik itu. Namun sayang, telpon Shaka tak di angkat. Membuat Shaka mendecak.
"Nggak diangkat?" tebak Melati saat melihat Shaka kembali mendial nomor yang sama. "Tungguin aja, palingan bentar lagi balik."
Shaka akhirnya menuruti ucapan Melati. Hingga dua jam ke depan, Sela tak kunjung kembali. Membuat Shaka gusar. Tanpa menunggu lama, Shaka segera keluar tak peduli dengan kepalanya yang masih sedikit berat. Ternyata dua mobil temannya yang lain sudah memasuki pekarangan. Shaka menyapa mereka sebentar sebelum pamit undur diri untuk mencari Sela.
Tak di sangka, baru setengah jalan, Shaka menemukan Sela yang berjalan santai ke arahnya. Tangannya menenteng kantung plastik, entah berisi apa.
"Dari mana aja?" tanya Shaka dengan perasaan lega. Entahlah, kenapa dia jadi sepanik ini padahal Melati sudah menjelaskan kemana Sela pergi.
"Gue nyari warung tadi, gak taunya jauh. Jadi lumayan lama buat jalan kaki," sahut Sela santai. Ada yang aneh dengan gerak-gerik Sela; dia menghindari tatapan mata Shaka.
"Kenapa gak bangunin gue tadi?"
"Lo..." Sela memandang Shaka sekilas, sebelum membuang pandangannya pada pucuk daun teh segar yang bisa dia temukan di kejauhan. Pandangannya suram, membuat Shaka merasakan sesuatu yang janggal. "... mabuk. Gimana gue bisa bangunin lo?"
Ada hening yang canggung sebelum Shaka menyahut, "Sori."
Hanya itu. Untuk ke sekian kalinya, Sela merasa kesal karena Shaka tak menjelaskan apapun. Dia mengangguk singkat, sebelum merogoh kantung belanjaannya dan menyerahkan sebuah botol minuman. "Katanya bisa buat redain mabuk." Sela berujar tanpa memandang Shaka sedikitpun, kemudian berlalu tanpa perlu menunggu Shaka untuk menyamai langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Law Of Arshaka
RomanceWaktu zaman sekolah, kalau soal fisika, Sela suka beberapa materi meskipun gak begitu menguasai: hukum Newton, hukum Kepler, hukum Archimedes dan sebagainya. Setelah tamat, Sela suka Law Of Attraction yang lagi gencar di suarakan di berbagai sosial...