Katanya, kalau mau mengenal seberapa stabil emosi seseorang, kamu bisa memulainya dengan melihat bagaimana orang tersebut memperlakukan orang-orang di sekitarnya.
Sepengamatan Sela—dengan modal kenal Shaka setengah tahun terakhir, tiga bulan kenalan dan tiga bulan menjalani hubungan—lelaki itu tidak punya riwayat buruk soal temperamennya. Seperti yang sering Sela singgung, Shaka amat-amatlah tenang seperti bapak-bapak yang akhirnya menemukan ketenangan setelah melewati banyak hal dalam hidup. Bahkan jika dibanding Sela, mungkin Shaka punya nilai jauh di atasnya. Emosi Sela gampang meledak-ledak, dia sensitif, dan tak bisa mengatur nada bicara agar tidak meninggi jika marah.
Paling parahnya adalah, dia hobi menangis jika rasa kesal atau marahnya tidak bisa disalurkan dengan baik.
Pernah sekali Sela ketiduran saat mereka sudah buat janji akan hang out pada pukul lima sore. Berakhir ngaret sampai jam tujuh. Shaka jelas sebal, tapi dia tidak sampai memarahi Sela dan sangat maklum kalau Sela tidak sengaja kebablasan saat tidur.
Suatu kali, mobil yang Shaka titipkan pada valet parkir ketiban musibah, tidak sengaja menggesek tembok saat akan di parkirkan, membuat sedikit baret pada bagian bumper. Dengan tenang Shaka bilang, "Udah, Pak. Gak apa-apa. Lain kali lebih hati-hati aja, Pak."
Lebih parahnya lagi saat mereka sedang duduk santai di kafe, seorang pelayan yang mengantar minuman pesanan tak sengaja menyenggol gelas di dekat Shaka hingga kopinya tumpah dan mengenai baju Shaka. Situasinya jadi semakin buruk karena hari itu, secara kebetulan Shaka sedang mengenakan baju warna putih. Sudah jelas noda kopinya jadi terlihat sangat menonjol.
Namun tanpa perlu terlihat emosi sedikit pun, Shaka memaafkan sang pelayan. Saat Sela bertanya kenapa Shaka menolak uang loundry yang diajukan si pegawai kafe, Shaka hanya menjawab, "Ya gak apa-apa? Buat apa diperpanjangan, toh mbaknya lagi hari sial aja. Siapa sih yang mau kena sial?"
See? Shaka sebaik itu.
Kenapa kemarin rasanya Shaka sangat berbahaya? Memang, dia tidak menunjukkan tanda-tanda abusif, tapi Sela takut setengah mati pada Shaka saat dia sedang marah.
Masa iya sih, Shaka posesif sampai dilevel yang parah?
Kenapa Shaka harus merasa terancam? Padahal Shaka adalah cowok dengan segudang rasa percaya diri. Bahkan Sela bisa memastikan kalau Shaka adalah pria paling percaya diri yang pernah dia temui sejauh ini.
"Heh, ngelamun." Jentikan jari Shaka di depan wajah Sela membuat sang perempuan menghentikan lamunannya. "Giliran kita."
"Oh, iya…" Sela baru ingat kalau mereka sedang mengantri di kondangan untuk naik ke atas pelaminan, memberikan ucapan selamat pada kedua mempelai.
Saat keduanya sampai di depan pengantin, sontak saja menuai seruan antusias dari keduanya. "Masya Allah, cantiknyaaa, aku sempat bingung lho pas liat kamu masuk tadi. Udah cakep banget ya sekarang."
"Halooo. Udah lama ya gak ketemu? Betewe, kamu juga bikin pangling bangetttt. Kita terakhir ketemu kapan, sih?" Sela sibuk cipika-cipiki dengan Vita, sedangkan Shaka berbicara dengan Bagas. Basa-basi.
"Kayaknya pas kamu nganterin Nisa ujian masuk PTN? Kan disitu kita gak sengaja ketemu. Ya pantes sih kita saling pangling soalnya yang diingat muka-muka pas masih belum ngerti skincare." Vita menutup bibirnya yang tertawa dengan punggung tangan, benar-benar kelihatan anggun.
"Kamu sih, jarang masukin foto. Sosmed juga gak aktif. Nomor aku diblokir ya?"
"Ih bukannya gituuuu." Vita mencubit pelan lengan Sela. Gemas. "Terakhir kita kontakan itu kan, hape aku ilang. Gatau siapa yang nyuri. Habis itu ganti nomer, kata sandi email lama juga gak inget. Mau gak mau semua sosial media harus dibikin baru. Alhasil, jadi lost kontak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Law Of Arshaka
RomanceWaktu zaman sekolah, kalau soal fisika, Sela suka beberapa materi meskipun gak begitu menguasai: hukum Newton, hukum Kepler, hukum Archimedes dan sebagainya. Setelah tamat, Sela suka Law Of Attraction yang lagi gencar di suarakan di berbagai sosial...