Hukum 14 Arshaka

229 24 0
                                    

Sela membeku. Dia tau, sudah ratusan kali scene ini dia tulis di web novel roman picisan yang ia kerjakan, sudah ribuan kali Sela melihat adegan ini di film-film, di drama-drama.

Tapi untuk benar-benar mengalaminya, ini yang pertama.

Ciuman pertama Sela.

Kepala Sela diisi banyak tanda tanya, bahagia yang tadi dia rasakan menghilang begitu saja. Ketakutan tiba-tiba datang, juga rasa penasaran dan seribu pertanyaan baru yang bermunculan.

Kenapa? Ada banyak kenapa yang ingin Sela tanyakan, tapi lidahnya terlalu kelu untuk bersuara. Tak ada yang bisa Sela ungkapkan selain tatapannya yang bergetar, mewakili semua yang dia rasakan.

Shaka menjauhkan diri saat Sela mendorong dada lelaki itu pelan. Dia bisa melihat wajah Sela yang berubah semerah ceri, juga matanya yang cantik melebar sempurna.

Tapi tiba-tiba, air mata Sela menetes jatuh begitu saja. Bukan lagi karena matanya yang tadi kelilipan.

Ternyata, ciuman pertama tak selalu seindah apa yang Sela bayangkan selama ini. Tak seindah kata-kata yang Sela rangkai dalam novel romansa yang dia tulis.

Kejadian paling mendebarkan yang pernah Sela bayangkan itu justru memiliki realita mengerikan.

Ini ... terasa tidak benar. Ada sesuatu yang salah. Sesuatu yang terlewatkan. Tapi Sela tak tau apa hal yang membuatnya terasa begitu terguncang.

Shaka seketika panik. "Rosela?"

Sela mengusap pipinya. Ada berbagai macam perasaan yang berkecamuk. Perasaan Sela overwhelming, semuanya saling tumpang tindih, menumpuk, dan membuat Sela mual. Ini baru, hubungan mereka masih baru, dia dan Shaka bahkan belum masuk dalam tahap serius.

Sela masih belum bisa percaya pada Shaka.

Sela takut. Progresnya tak sesuai yang dia harapkan. Padahal, Sela kira dia bisa menyelesaikan satu persatu dengan berlahan. Namun Shaka tak membuatnya tampak seperti itu.

Yang tinggal hanyalah rasa sesak yang tak mampu Sela jelaskan.

Sela kira ... Shaka berbeda dari kebanyakan pria yang dia temui selama ini. Yang semuanya tak perlu diburu-buru. Yang apapun, bisa di diskusikan terlebih dahulu. Sela hanya bisa terkekeh perih, lantas memaki dirinya sendiri di dalam hati.

Bodoh.

Sela bodoh. Mau sampai kapan dia terjebak masalah yang seperti ini terus?

"Apa maksud ciuman lo tadi, Ka?"

"..."

"Gue terlalu gampangan ya buat lo?"

"Rosela, gue gak bermaksud--"

"Kita bahkan belum meresmikan hubungan lho, tapi bisa-bisanya..." Sela menyentuh kepalanya yang terasa limbung, terkekeh sarkas. Dia akan dibilang munafik jika berkata bahwa dia menolak ciuman barusan. Sela sepenuhnya sadar dan refleks paling awal yang bisa Sela lakukan hanyalah terdiam. Dan menit selanjutnya Sela membiarkan hatinya menang, melambung dengan perasaan berdebar yang tumpah ruah hingga ke ujung jari tangan.

Karena bagaimana pun, Sela juga punya harapan kalau hubungannya dengan Shaka bisa berlanjut ke arah yang lebih baik.

Tapi setelah manis dari ciuman itu habis, yang ada hanyalah realita yang menampar Sela dengan keras. Sejak kapan hidupnya bisa berubah jadi genre romansa? Sela harus selalu ingat jika logikanya harus tetap berjalan meskipun hatinya dibodoh-bodohi oleh perasaan.

"... bisa-bisanya lo cium gue disaat ... kita aja belum jelas?" Suara Sela bergetar hebat. Ekspektasinya hancur. Sejak awal Sela tak meletakkan harapan apapun pada Shaka, tapi setelah dirinya merasakan kecewa, Sela akhirnya sadar bahwa ternyata, dia memang sudah menaruh harapannya pada Shaka. "Mau lo apa, Ka? Lo bilang kita butuh kenal dulu. Tapi sekarang apa?"

Law Of ArshakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang