Hukum 29 Arshaka

174 21 11
                                    

Mematut dirinya sekali lagi di depan cermin, memastikan tidak ada lipcream yang belepotan disudut bibir, akhirnya Sela bisa tersenyum puas dengan penampilannya.

Dia terkikik pelan saat mendapati dirinya sudah memuji diri sendiri puluhan kali sejak satu jam yang lalu. "Normal gak sih bilang diri sendiri cantik?" Sela geleng-geleng kepala. Dengan keadaan perut kenyang dan penampilan yang rapi, Sela rasa suasana hatinya sudah jauh lebih baik dibanding tadi pagi.

Sebelum berangkat, Sela mengabari Shaka untuk yang terakhir kalinya. Tak lupa juga mengirim foto outfit-nya hari ini.

Arshaka:
cakep.
mau ngedate sama siapa tuh?

Rosela:
jangan mulai lagi deh, ka.
ntar  lo yang mulai, lo juga yang kebarakan jenggot.

Arshaka:
jangan lama-lama :(

Rosela:
EMOTNYAAAAAA
NAJIS BANGET

Arshaka:
hahahaha
nanti kalau udah selesai, gue jemput ya?

Rosela:
iyaaaa
eh si rangga udah datang tuh,
gue pergi dulu ya, ka
dadaaaa

Sela tak menunggu pesan balasan, dia langsung memasukkan ponsel ke dalam tas yang dia bawa. Rangga melambaikan tangan saat Sela keluar dari rumah, sembari tersenyum hangat layaknya sinar mentari disore hari ini.

"Siap berangkat?"

***

Mobil milik Rangga melambat saat melewati posko satpam. Diluar perkiraan Sela, kompleks perumahaan yang mereka tuju jauh lebih mewah dari yang sempat Sela bayangkan. Rumahnya rapi berjejer dengan design modern. Beberapa tampak sudah berpenghuni, lebih banyaknya masih kosong. Tidak heran karena sepengetahuan Sela, rumah yang ada di kompleks ini baru saja selesai dibangun. Mengingat perumahan ini berada tepat di pusat kota yang daerahnya mudah di akses ke segala bentuk fasilitas publik, Sela bisa memperkirakan harga satu unit rumah di sini bisa merogoh kocek hingga puluhan miliar rupiah.

Sela mereguk ludah gugup saat mobil Rangga berhenti disalah satu rumah. Rumah yang Rangga beli diusianya yang masih tergolong sangat muda, dia bahkan belum menginjak awal kepala tiga, tapi pencapaiannya seperti diluar nalar. Rumah itu terlihat sangat cantik dan mewah.

Real kalau privilege dari orang tua sangat menentukan kesuksesan seseorang.

Dibandingkan Sela, jelas pencapian Rangga sudah sangat luar biasa. Boro-boro beli aset, Sela mau mengganti ponsel miliknya saja harus menabung ratusan hari dulu.

Mereka turun dengan segera setelah memarkir mobil. Sela tak bisa berhenti menganga. Rumah itu terkesan minimalis, tapi halaman depan rumahnya saja sudah sangat luas. Kalau mau menanam sayuran pun kayaknya bisa saking lapangnya. Rumahnya juga dua tingkat dengan garasi mobil yang tersedia disisi kiri rumah.

"Ayo liat-liat ke dalam." Rangga tanpa ragu mengajak Sela masuk. Lelaki itu segera membuka kunci pintu dan mempersilakan Sela untuk berjalan terlebih dahulu. Ketika kakinya menginjak dalam ruangan, hidung Sela segera diserbu oleh wangi khas cat dinding yang baru mengering. Rumahnya masih kosong melompong. Beberapa sudut malah terlihat masih berdebu, belum benar-benar dibersihkan. Langit-langitnya tinggi, dengan cat dinding putih gading yang tampak bersih.

Sela sibuk mengecek seisi rumah, hitung-hitung cari referensi. Siapa tau suatu hari nanti Sela punya rezeki untuk membeli rumah sendiri, dia tidak usah lagi kebingungan membayangkan jenis rumah macam apa yang dia mau.

Selesai melihat dapur, halaman belakang, ruang santai, kamar dan juga lantai atas, Sela kembali menemui Rangga yang ternyata sudah lebih dulu turun ke lantai bawah. Lelaki itu berdiri di luar, dekat pintu sekat kaca yang mengarah ke arah samping rumah. Ada sebuah kolam ikan yang belum berisi disana.

Law Of ArshakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang