Hukum 18 Arshaka

186 27 0
                                    

Mereka sampai ke tempat tujuan tepat pukul satu siang dua hari kemudian. Karena Shaka mengemudi sendiri, mereka memutuskan untuk menikmati perjalanan dengan santai dan acapkali berhenti di rest area. Sela juga tak mau kalau sampai Shaka mengemudi dalam keadaan mengantuk. Saat malam tiba pun, keduanya sepakat untuk menginap di penginapan yang bisa ditemui dan melanjutkan perjalanan ke esokan paginya. Tak ada masalah selama perjalanan selain Sela yang kehabisan camilan dan Shaka akan turun di rest area terdekat untuk mengisi kembali makanan ringan di atas dashboard. Juga playlist lagu yang jadi sangat random, mulai dari penyanyi lawas sekelas Pance Pondagh sampai ke lagu dangdut Kejora yang akan menjadi cikal bakal nama belakang panggung Lesti.

Tak sekali dua kali Shaka tertawa mendengar seberapa random musik yang Sela mainkan. Mau bagaimana lagi? Mereka berdua juga sudah kehabisan akal untuk mengisi kekosongan selama perjalanan. Sela kekeuh tak mau meninggalkan Shaka untuk tidur dan membiarkan lelaki itu menyetir sendiri. Alhasil, obrolan mereka pun menjadi ngalor ngidul.

"Lo kenapa tertarik sama gue?"

"Hm, karena lo mudah?"

Sela menyeringai. "Maksud lo, gue orangnya gampangan?"

"Bukan! Astaga, my bad. Gue gak bisa sebagus elo buat menyampaikan pendapat."

"Dan lo lupa kalau gue penulis, yang mana satu kata aja lo salah pilih, bisa bermakna lain buat gue?"

Shaka buru-buru menggeleng. "Gue bakalan belajar lagi, sori." Sela tertawa. Melihat Shaka yang salah tingkah ternyata lucu juga. "Maksud gue, semua hal jadi mudah kalau sama lo. Lo orangnya gak banyak drama, kalau A langsung ngomong A, gak bikin gue banyak nebak. Minusnya, lo suka kabur kalau ada sesuatu yang menganggu lo, tapi lo gak bisa nanya ke gue langsung."

Sela merotasikan matanya jengah. Antara setuju dan merasa jengkel atas ucapan Shaka.

"Beberapa kali, ada kasus gue yang suka cewek duluan. Dan seperti yang pernah lo cerita soal cowok yang lo suka, gue juga jadi berusaha macem-macem. Rasanya capek, Rosela. Gue harus talk-active padahal gue lebih suka jadi pendengar. Setiap kali gue bring topic to the table, kebanyakan ngeluh gak ngerti sama yang gue omongin."

"Lo ngomong pake jiwa web engineering lo itu kali, makanya jadi boring."

"Udah gue bilang, gue gak pandai nyari topik." Shaka menyela. "Tapi kalau sama lo, gue gak susah nyari posisi yang nyaman. Lo banyak ngomong, gue pun gak pernah kesusahan buat nyambung sama topik yang lo bawa. Begitu pun sebaliknya. Meskipun lo gak ngerti ranah yang gue omongin, lo tetep bisa jadi temen ngobrol yang seru karena lo orangnya penasaran."

"Gue apa-apa mikirnya buat riset novel lho, Ka."

"Makasih buat TMI-nya," Shaka mendengus menahan tawa. "Yang terpenting, kita gak berekspektasi lebih buat satu sama lain. Itu yang bikin gue suka elo. Gue pernah dititik dipaksa buat jadi orang yang ABCD dan itu beneran bikin capek banget. Katanya, gue terlalu pendiam lah. Gue kurang peduli lah. Gue kurang ekspresif lah. But with you, everything feels right. Gak ada yang salah sama diri gue, pun lo merasa gak ada yang salah sama diri lo."

"Padahal gue ngarepnya, pas gue tanya lo suka gue karena apa, lo bakalan jawab 'karena lo cantik' kayak cowok kebanyakan."

"Not gonna lie, lo tipe gue banget. Apalagi lo pinter bikin makanan. Meskipun gue bisa masak, gue juga suka kalau dimasakin sama orang lain. Apalagi tiap kali lo masak khusus buat gue, rasanya susah di jelasin. Tapi gue senang." Sela mengibaskan rambutnya bak putri kecantikan dengan bangga, membuat Shaka memasang wajah masam dan Sela pun tertawa puas. Shaka sempat menyesal telah berkata jujur. "Tapi yang bikin lo aktraktif justru sikap lo. Wajah cuma faktor pendukung."

Law Of ArshakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang