Hukum 13 Arshaka

234 26 0
                                    

Sela menutup pintu di belakangnya dengan cengar-cengir, lebih tepatnya, senyum yang tak tau harus dia pajang seperti apa pada Mamanya. Sedangkan Shaka menurut saja saat Sela tarik keluar rumah.

Mereka butuh bicara!

"Plis deh, Ka!" sergah Sela saat sudah memastikan kalau mereka sudah berada cukup jauh dari rumah. Sela dengan segera menarik Shaka menuju taman terdekat dan duduk di salah satu bangku yang tersedia di sana. "Lo bilang apa sih sama Mama sampai dia mikir kita bakalan nikah dalam waktu dekat?"

Shaka mengerjapkan mata beberapa kali. "Gue cuma bilang, kita lagi deket, jadi kalau Mama lo sering liat kita lagi bareng, gue harap dia gak kaget. Sebenarnya gue ngasih sign aja sih, biar lo gak dipaksa sama si--siapa? Ades? Adewa?"

"Sadewa, Ka."

Shaka mengangguk pelan, entah apa maksud anggukannya. Tapi Sela menemukan fakta kalau gestur Shaka barusan terkesan agak lucu. Kalau situasinya tidak gawat begini, Sela pasti sudah tertawa sejak tadi. "Sadewa, i'll remember. Karena nyokap lo cepet tanggap, dia langsung paham intention gue ke elo. Tapi soal perspektif dia yang berpikir kalau kita bakalan nikah, itu di luar perkiraan gue."

"Tapi lo kok gak panik sih?"

"Panik? Buat apa?" Kening Shaka berkerut samar. Wajahnya tampak tenang. Berbanding terbalik dengan Sela yang sudah kebakaran jenggot sejak tadi.

"Lo gak panik kalau tiba-tiba nyokap gue atau orang tua lo desak kita buat nikah kayak apa yang Mama gue bilang tadi?" Sela jadi greget. Bener gak sih ini orang pernah masuk kelas akselerasi? Kenapa lemot banget, ya Tuhan! "Apalagi lo gak ngebantah apapun. Mama gue pasti udah mikir jauh sampe kita punya anak cucu."

Shaka tergelak pelan. "Aaamiiin."

"INI BUKAN DOA, KA, YA ALLAH!" Sela benar-benar naik darah. "Kita masih muda lho, ya. Gue gak mau tiba-tiba harus berstatus jadi istri. Gue belum sanggup!"

"Nah, itu lo tau." Celetukan Shaka membuat Sela terdiam. Serius, ini mereka masih membicarakan topik yang sama, kan? Kenapa rasanya dari tadi mereka sedang berputar-putar di tempat yang tidak jelas? "Kita masih muda. Lo bisa bilang sama Mama kalau--"

"Mama gue bukan Mama lo, ya!" Sela menyela galak dengan mata melotot. Shaka tertawa seketika.

"Maksud gue, Tante Dita, lo bilang sama dia kalau gue belum sanggup secara mental dan finansial. Dia gak bisa desak gue karena gue butuh banyak persiapan. Gue butuh nabung, beli rumah, beli perabotan, nyiapin ini-itu, banyak."

"..."

"Lagian dengan ngasih tau Tante Dita kalau kita lagi dekat, gue rasa, dia bakalan berhenti buat jodohin lo ke orang lain. Ada bagusnya juga, kan?"

Bener juga, sih. Dari saban hari kan Mama selalu sibuk mencarikan Sela pasangan. Mulai dari cowok tipe A sampai Z, Mama sudah pernah mencoba mengenalkan mereka pada Sela. Tetap, meskipun sudah puluhan kali Sela tolak baik-baik, Mama tetap gencar melakukan perjodohan kuno bak era Siti Nurbaya tersebut, pokoknya sampai Sela punya pasangan resmi.

Seperti kata Shaka, mungkin ini solusinya? Toh kalau mereka beneran 'berhasil' suatu hari nanti, Sela jadi tidak susah lagi memberi tahu Mama tentang hubungan mereka. Begitu juga sebaliknya, kalau gagal, Sela bisa memakai alasan 'tidak cocok' dan selama masih ada Shaka, maka Sela aman.

"Gimana? Udah tenang sekarang?" tanya Shaka setelah membiarkan Sela terdiam selama sepuluh menit.

Gadis itu menoleh dengan ekspresi lebih bersahabat sekarang. Dia tak banyak bicara, tapi Shaka bisa pastikan, dari bibir Sela yang mengerucut lucu, perempuan itu setuju dengan pendapatnya.

Law Of ArshakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang