"Aku terima kau tidak mencintaiku Babe. Aku terima kau bersama dengan Charlie. Akupun terima kau meninggalkan ku demi dia. Tapi, aku tidak terima kau meragukan perasaanku padamu." Way berlalu dari hadapan Babe.
Mengabaikan Babe yang memanggil-manggil namanya. Ia berjalan cepat menuju ruangannya. Tangannya mengepal erat, berusaha menahan rasa sakit dihatinya.
Sesampai di ruangannya Way hanya duduk terpaku di ranjang. Air mata ia biarkan jatuh. Hatinya sangat sakit.
Perasaan cintanya hanya dianggap salah paham oleh orang yang dia cintai. Way terima Babe tidak mencintainya, tapi saat perasaannya dianggap keliru oleh Babe, Way marah.
Tangisnya semakin menjadi-jadi, isakannya coba Way tahan dengan tangan kanannya.
Hingga lagi-lagi pintu ruangannya diketok dari luar. Way memandangi pintu yang perlahan terbuka.
Namun itu bukan memunculkan sosok Babe namun pria dengan jas navy-nya, Pete.
Pete bergegas menghampiri Way saat ia melihat pria itu terisak.
"Way... hei" Pete mengambil kedua bahu Way, mengguncangnya pelan. Sementara Way menundukan kepalanya, bibir bawahnya ia gigit kuat mencegah isakan keluar dari mulutnya.
Pete yang melihat itu segera mengangkat wajah Way, dan tertegun ketika melihat betapa kacaunya pria itu. Ia menggerakan ibu jarinya dibibir Way, mencegahnya agar tidak menyakiti dirinya sendiri.
"Hiks..hiks...Pe-Pete" Way memeluk pinggang pria dihadapannya itu. Menenggelamkan kepalanya di dada Pete.
"Ssttt...I'm here Way, i'm here." Pete mengusap kepala bagian belakang Way. Ia biarkan Way mengeluarkan air matanya.
Beberapa menit mereka dalam posisi itu, isakan Way mulai mereda.
Way mendongakan kepalanya menatap keatas dan Petepun menundukan kepalanya kearah Way. Jemari Pete mengusap pipi Way menghapus jejak-jejak air mata disana. Way memejamkan kedua matanya bersandar kearah tangan Pete, hingga secara tiba-tiba membuka kedua matanya dan tangannya menarik jas bagian depan Pete cukup kuat.
Pete tidak siap dengan tarikan itu, kedua tangannya menahan tubuhnya di ranjang. Posisinya sekarang tubuh Pete menunduk kearah Way, kedua tangannya berada dikanan dan kiri Way yang duduk diranjang, wajah mereka hanya berjarak berapa inci.
Dapat Pete rasakan jantungnya berdetak sangat kencang, saking dekatnya wajah mereka, Pete bahkan dapat merasakan hembusan nafas Way menerpa wajahnya.
"Pete..." Way memandang Pete serius, matanya sembab dan hidungnya memerah, bibirnya bergetar, sesekali isakan masih keluar dari mulutnya.
"Bantu aku, bantu aku melupakannya Pete. Bantu aku menghilangkan perasaan ini. Aku tidak ingin punya perasaan ini lagi, tolong Pete. Disini sakit sekali" Way memukul dadanya kencang, mencoba menghilangkan rasa sesak disana.
Pete yang melihat Way memukul dadanya sendiri mengambil kepalan tangan itu, menghentikan Way menyakiti dirinya sendiri.
Way kembali memandang wajah dihadapannya itu. Tatapannya tertuju pada bibir Pete lalu naik ke kedua bola mata pria itu. Way kembali menarik Pete mendekat kearahnya, hingga kedua bibir mereka bertemu.
Pete terkejut dengan aksi yang dilakukan Way, ia menggedipkan matanya beberapa kali.
Beberapa detik kemudian Way melepas tautan mereka, wajah mereka masih berjarak beberapa inci. Mereka terdiam beberapa saat hingga Way memecah keheningan diantara mereka.
"Pete, bantu aku. Ajari aku cara mencintaimu. Bantu aku untuk mencintaimu Pete."
Pete memandang kedua mata Way dalam. Tangannya yang masih menggengam tangan Way mengerat, Pete menyelami pikiran Way.
Hingga akhirnya Pete mengecup sisi bibir dan dahi Way.
"Aku mencintai mu, Way"
.
.
.
To Be Continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
What If...
RomanceBagaimana jika kisah PeteWay tidak berakhir seperti di series? Hanya karya yang tercipta dari kegalauan salah seorang penonton yang memiliki ekspetasi indah untuk kisah PeteWay. Yang tidak terima akhir kisah PeteWay yang tragis bahkan sebelum mereka...