23. Cerita Way

736 95 5
                                    

"Aku tidak ingin cincin palsu, aku ingin yang asli. Next time use the real one Mr. Peeraphon"

Kali ini Pete yang tertegun mendengar kalimat Way. Way tersenyum pada Pete dan Pete pun membalas senyum Way.

Tiba-tiba Way menerjang Pete hingga mereka berdua terjatuh ditanah. Way memeluk leher Pete erat. Pete membalas pelukan Way, membiarkan mereka dengan posisi itu sejenak.

 Pete membalas pelukan Way, membiarkan mereka dengan posisi itu sejenak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ayo pergi, matahari semakin naik"

Mereka berdua beranjak dari sana dan pergi menuju mobil Pete terparkir. Rangkaian bunga yang diberikan Pete masih Way bawa hingga ke mobil.

Sesampai mereka di rumah hutan itu Pete meminta Way membersihkan diri, sementara Pete menyiapkan makan siang. Saat masih di kota mereka membeli makanan untuk makan siang di rumah itu supaya tidak repot.

Selesai makan siang Way maupun Pete beristarahat di ruangan tengah. Menjelang sore Pete mengajak Way berkeliling sekitar rumah.

Way tidak menyangka terdapat semacam tempat api unggun kecil disisi lain rumah ini. Tempat api unggun itu berbentuk bulat dan disekelilingnya terdapat kursi kayu.

 Tempat api unggun itu berbentuk bulat dan disekelilingnya terdapat kursi kayu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kita bisa memakar sesuatu disini?"

"Ingin bersantai disini nanti malam Way?" Way menganggukan kepalanya.

Mereka kembali mengelilingi rumah itu. Kali ini ada sebuah sungai dangkal yang tak jauh dari rumah.

 Kali ini ada sebuah sungai dangkal yang tak jauh dari rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pete dan Way memutuskan berhenti disana. Mereka duduk disamping sungai itu. Way meminum minuman kaleng yang dibawa oleh Pete.

Way mengangkat kedua kakinya, memeluk lututnya dengan kedua lengannya dan menyandarkan kepalanya atas tulutnya.

Way memejamkan kelopak matanya. Menikmati suasana, aroma, suara dan hembusan angin disana yang entah mengapa membuatnya merasa ringan, badan maupun pikirannya.

 Menikmati suasana, aroma, suara dan hembusan angin disana yang entah mengapa membuatnya merasa ringan, badan maupun pikirannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Way refleks membuka matanya ketika menyadari ada pergerakan yang mendekatinya. Dan semakin terkejut melihat wajah Pete yang hanya berjarak berapa inci dari wajahnya.

"May i?"

Way mengangguk dan kembali memejamkan matanya saat merasa sesuatu yang hangat menyentuh bibirnya.

Ciuman itu sangat ringan, baik Way maupun Pete mereka mencurahkan perasaan mereka dalam ciuman itu.

Pete menyudahi tautan mereka, ia mengecup dahi Way dan menariknya bersandar dibahunya.

Hampir setengah jam mereka menikmati suasana dipinggir sungai itu. Pete mengulurkan tangannya pada Way dan membantunya bangkit dari duduknya. Tautan tangan mereka tidak terlepas hingga sampai di rumah.

Langit menggelap, Pete menyiapkan api unggun diluar rumah.

Selesai makan malam mereka duduk dipinggir api unggun. Dengan segelas es coklat dan marshmallow yang ditusuk.

Pete menyampirkan selimut di bahu Way yang tengah duduk dikursi api unggun. Udara malam terasa lebih dingin di dalam hutan.

Way dan Pete diam sama-sama menikmati suara percikan api dan suara hewan-hewan dimalam hati.

Hingga Way memecah keheningan itu.

"Aku sudah berbicara dengan Babe"

Pete mengalihkan pandangannya pada Way sepenuhnya.

"Seperti yang kau bilang, setelah berbicara dengan Babe sesuatu didalam sini terasa lebih ringan" Way menepuk dadanya pelan.

"Tidak baik memendam sesuatu terlalu lama Way. Aku senang akhirnya kau mau berbicara dengan Babe dan meluruskan segalanya. Aku harap pertemanan kalian akan terus terjalin"

Way tersenyum mendengar kata-kata Pete. Ia meraih tangan kanan Pete meremasnya pelan.

"Berkat mu Pete, terimakasih" Hening beberapa saat sebelum Pete kembali berucap.

"Karena kita sedang membahas ini, boleh aku bertanya?" Pete mengambil botol kecil dari saku celana kirinya. Way terkejut, ia melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Pete.

"Kau masih mengkonsumsi obat ini Way?"

Obat penenang.

Way berpikir keras bagaimana bisa botol itu ada pada Pete. Seingat Way ia kehilangan obat itu sejak beberapa minggu lalu, tak disangka ada pada Pete.

"...bagaimana bisa kau mendapatkannya?"

"Pertama aku melihatnya di apartemenmu ketika aku mengantar kau mabuk dari Bar. Dan terakhir saat kau tertidur di kantor ku, saat itu aku menyadari kau baru saja mengkonsumsinya"

Ya Way ingat terakhir kali dia meminum obat itu saat dia berkunjung ke perusahaan Pete.

Way menundukan kepalanya, memandang kedua tangannya yang bertaut.

"Keberatan bercerita denganku Way?"

Way sedikit ragu bercerita, namun ia ingat Way ingin membuka perasaannya pada Pete. Dan Way tidak ingin ada hal yang ia sembunyikan dari Pete.

"...ya terkadang masih. Hanya saat aku tidak sanggup menahannya. Terkadang seperti tercekik. Kadang aku tidak ingin meminumnya tapi apa daya jiwaku tak sekuat tubuhku"

"..."

Entah sejak kapan Pete tengah berlutut disebelah Way, menggenggam kedua tangan Way. Senyum tulus terpatri di wajah Pete.

"I will help you, Way. Don't worry, I'm here beside you"

To Be Countinued...

What If...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang