Dia saling bertatapan dengan Dava setelah kepergian Alesya. "Gimana tuh, dia nggak nyerah lagi, obsesi banget sama lo," cecarnya mendapatkan gelengan kecil dari sang empu.
"Biarin aja deh, gue udah capek ngurusin dia. Gue mau tidur aja deh," cecarnya merebahkan tubuhnya lalu menutup matanya terpejam.
Alenza menunggu beberapa saat untuk memastikan lelaki itu benar-benar tertidur lelap. "Ck, ngeselin banget sih tuh orang gila!" sungutnya masih merasa kesal.
"Aduh, gue jadi penasaran pengen lihat muka Egata dkk deh, gimana ya kondisi mereka?" tanyanya bermonolog sembari membayangkan wajah mereka benar-benar terlihat menyedihkan.
"Masih ada satu orang lagi yang perlu gue tangkap, tapi gue nggak pernah dikasih tau sama Daddy soal orang ini," ujarnya mengingat misi nya masih belum selesai.
"Iya gue tau karena ada Om Riko yang keberadaannya tuh benar-benar di sembunyikan sama keluarga Elior sendiri. Jadi ya gue ada rasa curiga, apa lagi Om Riko nggak pernah muncul, cuma Dazeen yang sering ketemu sama pria itu, jadi gue harus ngorek banyak informasi tentang pria misterius bagian dari keluarga Elior sendiri!" cecarnya berucap sembari memikirkan rencana selanjutnya, langkah apa yang akan dia ambil.
"Dazeen gimana ya sekarang? Apa jangan-jangan dia udah lumpuh gara-gara dicambuk terus menerus sama Daddy?" pikirnya semakin penasaran.
"Gue juga pengen lihat wajah garangnya dulu waktu marah ke gue, apa sekarang udah berubah jadi melas karena disiksa ya?" tebaknya memegang dagunya memikirkan.
"Pengen ke sana sendirian, tapi gue takut kalo dia keluar dari sel penjara bawah tanah, terus malah lecehin gue, idih kata gue mah amit-amit!" gelinya menepis pikiran negatifnya.
"Kira-kira Egata sama Kezav ikutan nggak ya sama masalah ini, gue harap mereka nggak ada campur tangan sih, apa lagi ikut Dazeen merencanakan pembunuhan itu," gumamnya seraya menghembuskan napasnya panjang.
"Pria bertopeng di balik bayangan Dazeen di masa lalu, apakah dia orangnya?" ucapnya pelan menampilkan senyuman miring.
"Besok minta Daddy buat pulang aja deh, lagian lukanya nggak seberapa," tatapnya melihat kaki yang tengah berbalut perban.
"Dava juga nggak parah banget, kata perawatnya dapat 15 jahitan di bagian lengan." Cecarnya berucap enteng.
"Dava juga harus pulang, dia kan punya tanggungan buat ngurusin tempat dagangan Kakek-kakek tadi pagi itu," ucapnya mengingat Kakek tua itu.
Brak!
"Ssshhttt... !!!" desis Alenza membuat Vira tak jadi berteriak memanggil nama mereka.
"Kenapa lagi?" tanyanya ingin tahu.
"Enggak apa-apa, cuma mau pamit pulang soalnya udah selesai jenguknya." Cecarnya membuat Alenza hanya mengangguk mengerti.
Saat kaki gadis itu ingin melangkah melewati pintu ruangan. Suara Alenza terdengar membuat dia ngurung kan niatnya. "Keadaan Tio sama yang lainnya gimana?" ucap Alenza penasaran.
"Kalo Bang Tio sama Bang Geri baik-baik aja, nggak parah banget kok. Cuma kalo untuk kedua saudara itu, sedikit ngilu sih, karena lukanya banyak. terus parah lagi!" Ujarnya membuat Alenza mengangguk lalu tangannya bergerak mengusir gadis itu pergi.
Setelah kepergian Vira Alenza terdiam sejenak memikirkan sesuatu. "Kayaknya gue harus libatkan dia saudara itu buat misi memastikan pria itu deh, mereka pasti tau banyak dong tentang Om-nya sendiri... " cicitnya berujar.
"Okay deh, tinggal nunggu gue sembuh total dan mereka juga udah pada sembuh, gue bisa mulai rencana lagi!" ujarnya tersenyum tipis.
Tiba di malam hari, Dava tengah berceloteh tak henti-hentinya karena sibuk memainkan game yang membuat lelaki benar-benar kesal dan tak berhenti mengumpat.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALENZA
Novela JuvenilDalam kehidupan yang penuh dengan luka dan kesakitan, Alenza, seorang gadis malang, berjuang untuk menemukan arti hidupnya. Dengan keluarga yang tidak pernah mencintainya, Alenza merasa seperti ombak yang terus-menerus menghantam pantai, tanpa perna...