"Yang ini juga bagus Ran-Chan," Sonoko menunjuk sebuah katalog baju pengantin.
"Tapi tidak kah itu terlalu terbuka?" tanya Ran.
"Tidak ah. Bahumu kan bagus, tidak apa-apalah terbuka sedikit hehehe..." guyon Sonoko.
"Menurutmu bagaimana Shinichi?" Ran beralih pada Shinichi.
"Ah?" Shinichi yang sedang sibuk dengan handphonenya menyahut acuh tak acuh.
"Lebih bagus yang mana gaunnya? Yang terbuka atau tertutup?" ulang Ran.
"Yang mana sajalah," kata Shinichi malas-malasan sembari beres-beres.
"Kau mau ke mana?" tanya Ran saat melihat Shinichi beranjak berdiri.
"Ada kasus penting, aku harus ke kantor polisi. Sampai nanti," ucap Shinichi seraya berlalu pergi.
Shinichi keluar dari kafe tanpa melihat ke belakang lagi. Tentu saja ia berdusta dan ia selalu berdusta belakangan ini. Diam-diam ia sedang mencari hilangnya Shiho. Wanita itu pergi tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Hanya sepucuk surat untuk Profesor Agasa. Shiho juga tidak menghubungi sisa keluarganya di Inggris. Shinichi takut dia berbuat nekad. Setiap kali ada berita kematian seorang wanita, ia selalu berdebar-debar.
Di mana kau Shiho? Batin Shinichi.
Paling tidak sebelum ia menikahi Ran, ia harus memastikan keadaan Shiho baik-baik saja.
"Kenapa Ran?" tanya Sonoko.
"Shinichi... Dia sudah tidak peduli lagi padaku..." ujar Ran muram.
"Yah biarkan saja, kau tahu sendiri dia sukanya sama mayat..." Sonoko berusaha menghibur.
"Apakah... apakah aku telah salah?"
"Maksudnya?"
"Apakah seharusnya aku biarkan saja Shinichi dan Shiho bersama?" gumam Ran sembari menatap bekas goresan di tangan kirinya.
"Ck Ran. Kau kan pacarnya Shinichi-Kun dari dulu, bukan Shiho. Sudahlah tak usah dipikirkan, ayo kita pilih-pilih gaunnya lagi. Pernikahannya semakin dekat lho..."
"E-eh..."
***
Shiho termenung di ruang dosen, selalu ada lagi, mejanya dipenuhi oleh buket bunga, coklat dan kotak hadiah lainnya dari pengagum rahasia. Sudah hampir setahun Shiho mengajar, namun pamornya belum surut, malah semakin meningkat. Padahal ia sudah seringkali buat pengumuman di kelas agar tidak perlu memberinya hadiah macam-macam.
"Ohayo Miyano-Sensei," sapa seorang dosen ekonomi yang merupakan pria muda bernama Akiyama.
"Ohayo Akiyama-Sensei," balas Shiho sopan.
"Kau datang pagi sekali hari ini," kata Akiyama.
"Eh, ada beberapa materi yang harus dipersiapkan."
Kemudian mata Akiyama melihat meja Shiho dan terbelalak, "banyak sekali hadiahnya."
"Iya, aku sampai bingung harus bagaimana supaya mereka berhenti memberikan hadiah," ujar Shiho memandang meja tersebut dengan tatapan memelas.
"Miyano-San benar-benar idola para mahasiswa ya," goda Akiyama.
"Biasa saja," Shiho menanggapinya dengan senyum sopan saja, "nanti lama-lama mereka juga bosan sendiri."
"Anooo... Miyano-Sensei..." mendadak Akiyama tampak salah tingkah.
"Uhm?" Shiho memandangnya tak mengerti.
"Apakah Miyano-Sensei ada waktu akhir pekan ini?"
"Oh? Kenapa memangnya?"
"Anooo..." wajah Akiyama memerah, "aku punya dua tiket kabuki... Aku dengar Miyano-Sensei suka dengan kebudayaan lokal... Aku ingin mengajak Miyano-Sensei nonton kabuki, itupun kalau Miyano-Sensei tertarik..."
"Oh..." Shiho mengerjap memahami, "pasti menarik sekali menonton kabuki, tapi aku sungguh minta maaf Akiyama-Sensei, aku sudah ada janji akhir pekan ini untuk membantu proyek buku Morofushi-Sensei. Mungkin lain waktu..."
"Oh tidak apa-apa, tidak masalah... Lain waktu saja kalau Miyano-Sensei sempat."
"Aku benar-benar minta maaf Akiyama-Sensei."
"Santai saja, nanti aku coba ajak yang lain yang mau. Tapi ngomong-ngomong sepertinya Miyano-Sensei cukup akrab ya sama Morofushi-Sensei."
"Oh... kami teman sewaktu masih di Tokyo."
"Oh begitu."
Tak lama kemudian pintu terbuka dan orang yang dibicarakan muncul.
"Ohayou Morofushi-Sensei!" sapa Akiyama riang.
"Oh... Ohayo Akiyama-Sensei, Miyano-Sensei," balas Takaaki professional sembari berjalan ke meja kerjanya sendiri.
"Anooo... Akiyama-Sensei, kalau tidak keberatan, aku mau lanjut menyiapkan materi," Shiho minta ijin lanjut bekerja.
"Oh silakan silakan... Maaf mengganggu..." kata Akiyama.
"Tidak apa-apa..." ucap Shiho sembari duduk di meja kerjanya.
Akiyama berlalu pergi dari ruangan seraya menatap Takaaki penuh arti.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Love To Give
FanfictionA little bit intermezzo of Shinichi-Shiho-Takaaki KOMEN TIDAK PANTAS = BLOCK